Menggugat Lahirnya Pancasila 1 Juni: Mengkhianati Pemikiran Soekarno!

Ir. Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila

Di sinilah bukti, Pancasila itu bukan lahir 1 Juni, dan itu Bung Karno sendiri mengatakan jika Pancasila dilahirkan 1 Juni jelas mendiskontroksi pemikiran Bung Karno, menyelewengkan pemikiran Bung Karno terhadap Pancasila.

Oleh Ir. Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila

SETIAP tanggal 1 Juni Pemerintah memperingati hari lahirnya Pancasila, dan menjadi Hari Libur Nasional.

Berikut bunyi Keppres Nomor 24 Tahun 2016: Menetapkan: KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG HARI LAHIR PANCASILA. PERTAMA: Menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila. KEDUA: Tanggal 1 Juni merupakan hari libur nasional.

Dalam Keppres itu, penetapan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila dan Hari Libur Nasional bertujuan agar pemerintah, masyarakat dan seluruh komponen bangsa memperingati Pancasila sebagai Ideologi Bangsa.

Sungguh sesuatu yang aneh pemerintah mengharuskan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa tetapi sejak UUD 1945 diamandemen negara ini sudah tidak berideologi Pancasila lagi.

Mengapa? Karena, Pancasila sebagai ideologi negara berdasarkan Pancasila oleh pendiri negeri ini, ideologi negara berdasarkan Pancasila itu diuraikan di dalam batang tubuh UUD1945 dan penjelasannya.

Negara berdasarkan Pancasila itu ada tiga cirinya:

1. Adanya lembaga tertinggi negara yang disebut MPR. Yang mewakili seluruh elemen bangsa dengan sistem keterwakilan, hal ini sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

2. Adanya politik rakyat atau politik negara yang menjabarkan visi, misi negara yang disebut GBHN. Bukan seperti sekarang ini, Presiden dan Wakil Presiden punya Visi Misi sendiri, padahal presiden yang menjalankan negara sehingga ada dua visi dan misi.

3. Presiden adalah mandataris MPR, bukan Presiden sebagai Petugas Partai.

Pancasila tidak pernah dilahirkan, justru Keppres Nomor 24 Tahun 2016 tentang lahirnya Pancasila perlu digugat. Sebab telah terjadi penyesatan, dan penyewengan terhadap pemikiran ajaran Soekarno terhadap Pancasila.

Tidak benar Pancasila itu lahir 1 Juni 1945, hal ini disangkal sendiri oleh Bung Karno dalam Kursus Pancasila Bung Karno. Rupanya Pemerintah dan BPIP tidak belajar Pancasila Bung Karno secara benar dan secara Historis.

Jika saja Megawati dan BPIP mau belajar Kursus Pancasila Bung Karno tidak akan terjadi kerusakan Ideologi Pancasila. Dan tidak akan muncul kata-kata Ketua BPIP Pancasila adalah musuh agama.

Yang heran kok bisa yang tidak paham Pancasila dijadikan Ketua BPIP yang dibayar ratusan juta.

Berikut Cuplikan Kursus Pancasila

Apa Sebab Negara Republik Indonesia Berdasarkan Pancasila?

Cuplikan Amanat PJM Presiden Soekarno pada tanggal 24 September 1955 di Surabaya

......”Tidak benar Saudara-saudara, bahwa kita sebelum ada Bung Karno, sebelum ada Republik Indonesia – sebenarnya telah mengenal akan – Pancasila?

Tidakkah benar kita dari dahulu mula, telah mengenal Tuhan, hidup di dalam alam Ketuhanan Yang Maha Esa? Kita dahulu pernah menguraikan hal ini panjang lebar.

Bukan anggitan baru. Bukan karangan baru. Tetapi sudah sejak dari dahulu mula bangsa Indonesia adalah satu bangsa yang cinta kepada Ketuhanan.

Yah kemudian Ketuhanannya itu disempurnakan oleh agama-agama. Disempurnakan oleh Agama Islam, disempurnakan oleh agama Kristen. Tetapi dari dahulu mula kita memang adalah satu bangsa yang berketuhanan.

Demikian pula, tidakkah benar bahwa kita ini dari dahulu mula telah cinta kepada Tanah Air dan Bangsa? Hidup di dalam alam kebangsaan?

Dan bukan saja kebangsaan kecil, tetapi kebangsaan Indonesia. Hai engkau pemuda-pemuda, pernah engkau mendengar nama kerajaan Mataram? Kerajaan Mataram yang membuat candi Prambanan, candi Borobudur? Kerajaan Mataram ke-2 di waktu itu di bawah pimpinan Sultan Agung Hanjokrokusurno? Tahukah Saudara-saudara akan arti perkataan Mataram? Jikalau tidak tahu, maka aku akan berkata kepadamu “Mataram berarti Ibu”. Masih ada persamaan perkataan Mataram itu misalnya perkataan Mutter di dalam bahasa Jerman – Ibu. Mother dalam bahasa Inggeris – Ibu. Moeder dalam bahasa Belanda – Ibu. Mater dalam bahasa Latin – Ibu. Mataram berarti Ibu.

Demikian kita cinta kepada Bangsa dan Tanah air dari zaman dulu mula, sehingga negeri kita, negara kita, kita putuskan Mataram.

Rasa kebangsaan, bukan rasa baru bagi kita. Mungkinkah kita mempunyai kerajaan seperti kerajaan Majapahit dan Sriwijaya dahulu, jikalau kita tidak mempunyai rasa kebangsaan yang berkobar-kobar di dalam dada kita?

Yaah kata pemimpin besar yang bernama Gajah Mada, Sang Maha Patih Ihino Gajah Mada. Benar kita mempunyai pemimpin besar itu. Benar pemimpin besar itu telah bersumpah satu kali “tidak akan makan kelapa, jikalau belum scgenap kepulauan Indonesia tergabung di dalam satu negara yang besar”.

Benar kita mempunyai pemimpin yang besar itu. Tetapi apakah pemimpin inikah yang sebenarnya pencipta daripada kesatuan kerajaan Majapahit? Tidak!

Pemimpin besar sekadar adalah sambungan lidah daripada rasanya rakyat jelata. Tidak ada satu orang pemimpin besar, walaupun besarnya bagaimanapun juga, – bisa membentuk satu negara yang sebesar Majapahit ialah satu negara yang besar, yang wilayahnya dari Sabang sampai ke Merauke, – bahkan sampai ke daerah Philipina sekarang.

Katakanlah Bung Karno pemimpin besar atau pemimpin kecil – pemimpin gurem atau pemimpin yang bagaimanapun, – tetapi jikalau ada orang yang berkata: “Bung Karno yang mengadakan negara Republik Indonesia”. Tidak benar!!! Janganpun satu Soekarno sepuluh Soekarno, seratus Soekarno, seribu Soekarno – tidak akan bisa membentuk negara Republik Indonesia, jikalau segenap rakyat jelata Republik Indonesia tidak berjuang mati-matian!”

Kemerdekaan adalah hasil daripada perjuangan segenap rakyat. Maka itu pula menjadi pikiran Bapak, Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, – tetapi milik kita semua dari Sabang sampai ke Merauke!

Perjuangan untuk merebut kemerdekaan ini dijalankan oleh semua bangsa Indonesia.

Aku melihat di dalam daerah-daerah yang kukunjungi, di manapun aku datang, aku melihat Taman-taman Pahlawan. Bukan saja di bagian-bagian yang beragama Islam, tetapi juga di bagian-bagian yang beragama Kristen.

Aku melihat Taman-taman Pahlawan di mana-mana. Di sini di Surabaya, pada tanggal 10 November tahun 1945, siapa yang berjuang di sini?

Segenap pemuda-pemudi, kiai, kaum buruh, kaum tani, segenap rakyat Surabaya berjuang dengan tiada perbedaan agama, adat-istiadat, golongan atau suku.

Rasa kebangsaan kita sudah dari sejak zaman dahulu, demikian pula rasa perikemanusiaan. Kita bangsa Indonesia adalah satu-satunya bangsa di dalam sejarah dunia ini, satu-satunya bangsa yang tidak pernah menjajah bangsa lain adalah bangsa Indonesia.

Aku tantang orang-orang ahli sejarah yang bisa membuktikan bahwa bangsa Indonesia pernah menjajah kepada bangsa lain.

Apa sebab? Oleh karena bangsa Indonesia berdiri di atas dasar perikemanusiaan sejak dari zaman dahulu. Dari zaman Hindu, kita sudah mengenal perikemanusiaan. Disempurnakan lagi rasa perikemanusiaan itu dengan agama-agama yang kemudian.

Di dalam zaman Hindu kita telah mengenal ucapan: “Tat Twam Asi”. Apa artinya Tat Twam Asi? Tat Twam Asi berarti “Aku adalah dia, dia adalah aku”.

Dia pakai, aku ikut pakai. Dia senang, aku ikut senang. Aku senang, dia ikut senang. Aku sakit, dia ikut sakit. Tat Twam Asi – perikemanusiaan.

Kemudian datanglah di sini agama Islam, mengajarkan kepada perikemanusiaan pula. Malah lebih sempurna. Diajarkan kepada kita akan ajaran-ajaran fardhu kifayah, kewajiban-kewajiban yang dipikulkan kepada seluruh masyarakat. Misalnya jikalau ada orang mati di kampungmu, dan kalau orang mati itu tidak terkubur, – siapa yang dianggap berdosa, siapa yang dikatakan berdosa, siapa yang akan mendapat siksaan daripada dosa itu? Bukan sekadar kerabat famili daripada sang mati itu. Tidak!

Segenap masyarakat di situ ikut tanggung jawab.

Demikianlah pula rasa kedaulatan rakyat. Apa sebab pergerakan Nasional Indonesia laksana api mencetus dan meledakkan segenap rasa kebangsaan Indonesia?

Oleh karena pergerakan nasional Indonesia itu berdiri di atas dasar kedaulatan rakyat.

Engkau ikut berjuang! Dari dahulu mula kita gandrung kepada kedaulatan rakyat.

Apa sebab engkau ikut berjuang? Oleh karena engkau merasa memperjuangkan dasar kedaulatan rakyat.

Bangsa Indonesia dari dahulu mula telah mengenal kedaulatan rakyat, hidup di dalam alam kedaulatan rakyat.

Demokrasi bukan barang baru bagi kita. Demikian pula cita-cita keadilan sosial, – bukan cita-cita baru bagi kita.

Jangan kira, bahwa cita-cita keadilan sosial itu buatan Bung Karno, Bung Hatta, atau komunis, atau kaum serikat rakyat, kaum sosialis. Tidak!

Dari dahulu mula bangsa Indonesia ini cinta kepada keadilan sosial. Kalau zaman dahulu, kalau ada pemberontakan, – Saudara-saudara berhadapan dengan pemerintah Belanda, – semboyannya selalu “Ratu Adil”, ratu adil para marta. Sama rata, sama rasa. Adil, adil, itulah yang menjadi gandrung-nya jiwa bangsa Indonesia.

Bukan saja di dalam alam pergerakan sekarang atau di dalam pergerakan alam nasional tetapi dari dulu mula.

Maka oleh karena itulah aku berkata, baik Ketuhanan Yang Maha Esa maupun Kebangsaan, maupun Perikemanusia-an, maupun Kedaulatan Rakyat, maupun Keadilan Sosial, bukan aku yang menciptakan.

Aku sekadar menggali sila-sila itu. Dan sila-sila ini aku persembahkan kembali kepada bangsa Indonesia untuk dipakai sebagai dasar daripada wadah yang berisi masyarakat yang beraneka agama, beraneka suku, beraneka adat-istiadat.

Inilah Saudara-saudara, maka di dalam sidang Dokuritu Zyunbi Tyousakai di dalam zaman Jepang, pertengahan tahun 1945 telah diadakan satu sidang daripada pemimpin-pemimpin Indonesia, dan di dalam sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai itu dibicarakan hal-hal ini…..

Di sinilah bukti, Pancasila itu bukan lahir 1 Juni, dan itu Bung Karno sendiri mengatakan jika Pancasila dilahirkan 1 Juni jelas mendiskontroksi pemikiran Bung Karno, menyelewengkan pemikiran Bung Karno terhadap Pancasila.

Oleh sebab itu Keppres Nomor 24 Tahun 2016 harus digugat karena telah menyesatkan bangsawan negara.

Kaum cerdik pandai, Ulama, Tokoh Agama, harus melakukan perlawanan, sebab lahirnya Ke Tuhanan Yang Maha Esa 1 Juni melawan akidah agama apapun di Indonesia.

Entah apa yang ada di pikiran pengusung RUU-HIP itu rasanya mereka tidak lagi mempertimbangkan sejarah, nilai-nilai, bahkan dengan kalap Pancasila ditengelamkan, dan sesungguhnya sejak Amandemen UUD 1945 Indonesia sudah dicabut rohnya.

Indonesia saat ini bukan lagi Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945, Indonesia bukan lagi yang digambarkan di dalam Pembukaan UUD 1945 dan Batang Tubuh UUD 1945 beserta penjelasannya, dan Indonesia bukan lagi Indonesia yang berdasar pada Pancasila.

Indonesia saat ini adalah negara dengan dasar Ultra Liberal, maka tidak heran jika 0,2 % minoritas China menguasai lahan 70% di dalam sektor perkebunan, tambang-tambang, real estate, industrial estate, dan 0,1 persen penduduk Indonesia menguasai 50% kekayaan Indonesia, apakah ini semua sesuai dengan Tujuan bernegara? Inilah bukti nyata bahwa negara bangsa ini sudah bukan Negara Pancasila.

Pertanyaan berikutnya apakah kita sebagai anak bangsa membiarkan keadaan seperti ini? Tentu tidak saja yakin mulai membesar tingkat kesadaran kita sebagai bangsa, dan saya juga yakin akan ada revolusi besar di negeri ini, bagaimana dengan Anda, apakah Anda sudah sadar atau belum tentang keadaan bangsa dan negara ini. (*)

332

Related Post