Menteri LHK: Rehabilitasi Mangrove Dilakukan Lewat Kebijakan Majemuk
Jakarta, FNN - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan, usaha pencapaian rehabilitasi mangrove perlu dilihat lewat kebijakan majemuk yang mencakup berbagai aspek termasuk pembayaran berdasarkan hasil (result based payment) terkait karbon.
"Memang melihatnya kita harus dari, istilah saya, kebijakan yang majemuk, dari segala aspek. Dari kebijakan tentang karbon, kebijakan tentang kewajiban rehabilitasi dari para pemegang izin tambang," kata Menteri LHK Siti ketika ditemui media usai menghadiri acara Workshop Rangkaian Hari Pers Nasional bertema "Peran Insan Pers Dalam Membangun Inisiatif Kolaborasi Percepatan Rehabilitasi Mangrove Berkelanjutan" di Jakarta, Kamis.
Menteri LHK menyampaikan rasa optimistis untuk mencapai target rehabilitasi mangrove seluas 600.000 hektare pada 2024 karena terdapat ruang-ruang potensial untuk memacu penanaman dan pemeliharaan mangrove dengan sistem result based payment.
Artinya, jelas Siti, kalau dipelihara dengan baik dan bernilai karbon maka masyarakat yang melakukan penanaman, kebijakan pemerintah daerah yang baik dan pelaku swasta bisa mendapatkan nilai jasa untuk memenuhi target karbon nasional.
"Ruangnya besar, tinggal memang memperluas dan mempercepat gerakannya. Saya kira Indonesia yang dibutuhkan itu, dan sebetulnya kita punya modal nilai-nilai gotong royong," ujar Siti.
Dia menyebut juga peran generasi muda yang cukup besar dalam mencapai target rehabilitasi mangrove, yang disebut Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono sebagai salah satu yang terbesar di dunia.
Indonesia memiliki ekosistem mangrove seluas 3.364.080 hektare yang terdiri dari 2.661.281 hektare dalam kawasan dan 702.799 hektare di luar kawasan, berdasarkan Peta Mangrove Nasional 2021.
Sebagian dari ekosistem tersebut mengalami degradasi akibat konversi lahan, pembalakan liar, pencemaran dan perluasan tambak serta budi daya yang tidak berkelanjutan. Untuk itu BRGM ditugaskan melakukan rehabilitasi di sembilan provinsi prioritas dengan target 600.000 hektare. (mth)