Menyelamatkan Indonesia Agar Tidak Masuk ke Mulut Nekolim China

Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila

Sebetulnya sejarah panjang pernah dialami oleh rakyat Indonesia. Pecah-belah yang dilakukan oleh politik penjajah Belanda. Sekarang yang melakukannya justru bangsa sendiri. Elit-elit politik.

Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila

BERBONDONG-bondongnya TKA China saat pandemi Covid 19 berlangsung menjadi pertanyaan besar bagi kita semua sebagai bangsa Indonesia yang waras. Apa sesungguhnya yang sedang terjadi dengan negara bangsa ini.

Dikabarkan pemerintah Presiden Joko Widodo telah menyetujui proyek OBOR yang diinisiasi oleh Cina. Diperkirakan tahap awal proyek raksasa Obor China sudah ditandatangani pada April 2019.

Proyek ini bagi China untuk mempermudah koneksi dagang antar-negara di Eropa dan Asia melalui jalur sutra maritim.

Sebelumnya dalam pertemuan Global Maritime Fulcrum Belt And Road Initiatives (GMF-BRI), China sudah menawarkan rancangan Framework Agreement untuk bekerja sama di Kuala Tanjung, Sumatra Utara (Sumut) sebagai proyek tahap pertama.

Dilanjutkan proyek di Kawasan Industri Sei Mangkei dan kerja sama strategis pada Bandara Internasional Kualanamu, pengembangan energi bersih di kawasan Sungai Kayan, Kalimantan Utara, pengembangan kawasan ekonomi eksklusif di Bitung, Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Kura-Kura Island di Bali.

Proyek OBOR China diyakini banyak kalangan dapat memberikan kerugian bagi Indonesia. Dari 28 kerja sama antara Indonesia dengan China dalam kerangka tersebut, nilainya mencapai US$ 91 miliar, atau lebih dari Rp 1.288 triliun.

OBOR dianggap menjadi visi geo-ekonomis China paling ambisius dengan melibatkan 65 negara, dan melingkupi 70% populasi dunia. Konsep ini akan menelan investasi mendekati US $ 4 miliar, termasuk $ 900 juta yang telah diumumkan oleh China.

China telah menyiapkan diri untuk menguasai jalur darat dan maritim bagi kepentingan ekonominya. Ada 5 tujuan yang ingin diraih China dalam Inisiasi OBOR, yaitu koordinasi kebijakan, konektivitas fasilitas, perdagangan tanpa hambatan, integrasi keuangan, dan ikatan masyarakat (people to people bond).

Bung Karno, Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia, pernah mengingatkan bahaya bentuk penjajahan model baru. Yaitu apa yang beliau sebut dengan neo-kolonialisme dan imperialisme (nekolim). Penjajahan tidak lagi dalam bentuk koloni (menguasai wilayah bangsa lain), tapi dalam bentuk penguasaaan ekonomi dan ideologi. Makanya Bung Karno dulu mencanangkan gerakan BERDIKARI (berdiri di atas kaki sendiri).

Penjajahan nekolim ini sifatnya laten, nyaris tidak tampak secara fisik. Tetapi mengejawantah dalam bentuk berbagai ketergantungan negara berkembang – terutama yang kaya sumber daya alam – terhadap negara maju.

Modus operandinya pun sangat sistematis dan, seakan-akan, sangat logis. Sehingga tanpa disadari sebuah negara berkembang semakin terkungkung ketergantungan terhadap negara maju, alih-alih mampu mandiri.

Demokrasi liberal yang dipraktikan di Indonesia tak lebih dari usaha-usaha asing untuk pecah-belah terhadap bangsa Indonesia. Para elit bukan lagi penyambung lidah rakyat Indonesia. Seperti Bung Karno yang sangat memahami dan mengerti amanat penderitaan rakyat.

Justru elit politik di negeri ini menjadi penyambung lidah para Nekolim untuk menguasai negeri ini. Maka tidak ada kamus pada otak elit politik untuk memandirikan bangsanya. Apalagi berdikari. Justru mereka menjadi agen asing untuk mempermulus Nekolim China.

Menguasai negeri ini melalui proyek-proyek OBOR. Untuk mempelancar itu semua rakyat diadu-domba dengan melempar isu radikal, khilafah, pecah- belah. Yang satu Islam radikal, yang satu Islam Nusantara. Semua ini bagian desain untuk kepentingan Nekolim. Dengan demikian rakyat yang sebahagian umat Islam tidak bersatu dan melakukan protes.

Sebetulnya sejarah panjang pernah dialami oleh rakyat Indonesia. Pecah-belah yang dilakukan oleh politik penjajah Belanda. Sekarang yang melakukannya justru bangsa sendiri. Elit-elit politik.

Demi mendapatkan kesejahteraan sendiri. Perilaku elit ini sudah jamak di negeri ini. Dengan sistem politik demokrasi pasar bebas, maka semuanya dilakukan dengan jualbeli dan untung-rugi.

Maka untuk menyelamatkan anak cucu kita, perlu kita melakukan Gerakan anti Nekolim China. Rakyat harus membangun kesadaran menyelamatkan negara bangsa untuk kembali ke UUD 1945 asli.

“Diam kita ditindas. Maka bergeraklah menyelamatkan bangsa ini”. (*)

437

Related Post