Merevisi Otak Presiden dengan Quantum Ikhlas
by Jarot Espe
Surabaya, FNN - Otak merupakan rangkaian gelombang elektro magnet, lantas bagaimana cara Presiden Jokowi menggunakannya saat menghadapi kritikan masyarakat? Kalau muncul pertanyaan, masyarakat yang mana? Bisa dipastikan frekuensi berpikir presiden masih di jalur biasa. Padahal Pak Jokowi berada dalam posisi luar biasa; sebagai presiden dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia.
Selama ini wajah Pak Jokowi dikenal dalam berbagai rupa. Dari sosok sederhana, pemberi asa, hingga penggemar musik cadas, rock. Hobi inilah yang barangkali dominan mempengaruhi frekuensi pikiran presiden dalam membuat kebijakan publik.
Rock yang hingar bingar, terdeteksi sebagai bunyi yang menyentuh bagian atas kemampuan telinga untuk mendengar. Frekuensi gelombang suara terukur dalam satuan Hertz (hz), dari 20 hingga 20.000.
Para rocker yang tengah pentas, orang yang emosional, terbiasa menggunakan kekerasan, tak bisa menggunakan logika sehat, bakal terdeteksi di frekuensi atas.
Adapun blues atau jenis musik lain yang ketukan nadanya lamban, membuat pendengar berperilaku lebih tenang.
Erbe Sentanu, penulis buku best seller Quantum ikhlas, menggunakan musik serta gemericik air dan kicau burung, untuk mengelola frekuensi gelombang di otak. Suara yang ditimbulkan sangat lembut, membuat orang rileks, senantiasa optimistis, tanpa prasangka. Penuh keikhlasan, karena itu disebut Quantum ikhlas. Istilah quantum merujuk ke satuan terkecil sebuah zat yang tak bisa diurai lagi.
Dengan selalu berpikir positif, hal-hal positif secara otomatis akan menghampiri. Demikian sebaliknya.
"Hidup kita adalah apa yang kita bayangkan, apa yang kita pikirkan," kata Erbe menjelaskan hukum daya tarik menarik.
Jadi jika Pak Jokowi benar-benar ingin dikritik, sebaiknya menurunkan gelombang otak, agar muncul gelombang positif. Dari frekuensi beta (memilik rentang 13 hingga 30 hertz) menjadi alfa (8 sampai 13 hertz).
Merujuk penjelasan ilmiah Erbe Sentanu, gelombang beta berkaitan dengan tingkat kesadaran, kewaspadaan dan gairah tinggi. Ketika Pak Jokowi membuat keputusan, sangat dipengaruhi oleh gelombang beta. Bahkan, pada keputusan kontroversial yang memicu reaksi masyarakat, saya meyakini, Pak Jokowi menggunakan gelombang gamma yang berkuatan sangat tinggi, berkisar 40 hertz.
Lantas dari mana Pak Jokowi harus mulai merevisi gelombang berpikirnya? Latihan! Setiap pagi mendengarkan compact disc Erbe Sentanu yang sudah disetel di frekuensi alfa, dimana orang pada kondisi setengah tertidur tapi tetap terjaga. Bayangkanlah, Indonesia makmur, penuh damai, serta lupakan kosa kata buzzer rupiah dari memori anda. Jangan lupa menyebut asma Allah, Pak.
Mohon jangan meremehkan ilmu Quantum Ikhlas, karena Erbe Sentanu sudah membuktikan. Vonis medis bahwa pasangan Erbe Sentanu mandul, pada akhirnya rontok setelah mereka berdua menjalani terapi Quantum ikhlas. Tidak hanya membayangkan, Erbe dan istrinya berperilaku seolah-olah menyiapkan kelahiran anak bayinya.
"Di mana kalian berobat," tanya sang dokter geleng-geleng kepala mengetahui istri Erbe positif hamil. "Dari dokternya manusia"! jawab Erbe. Jadi Pak Jokowi memang harus merevisi gelombang frekuensi di otak sebelum membuat kebijakan publik untuk memuliakan umat, mensejahterakan rakyat. Bapak adalah presiden seluruh penduduk Indonesia.
Benar apa yang disampaikan Rocky Gerung (meski saya bukan followernya) , Pak Jokowi memang harus mulai membuka kesempatan oposisi bersuara. Mengawali dari hulu, agar bisa diikuti di hilir.
Penulis adalah Pemerhati Seni.