Meski Akunnya Diretas, Politik Indonesia Tidak Mungkin Lepas dari Gerakan Mahasiswa

Gerakan Mahasiswa

Jakarta, FNN – Politik Indonesia tidak mungkin lepas dari gerakan mahasiswa. Meski sempat dianggap sudah lemah, tetapi gerakan mahasiswa tidak akan pernah mati, karena tetap ada tradisi mewariskan sejarah gerakan itu. Mereka hanya butuh tahu momentum. Mereka juga lebih pintar untuk membaca situasi. Dalam hal ini, BEM Universitas Indonesia masih tetap menjadi rujukan dalam gerakan-gerakan mahasiswa. Gerakan BEM UI biasanya akan diikuti dengan gerakan-gerakan mahasiswa lain dan di antara mereka tampaknya ada saling koordinasi. Namun, reaksi penguasa terhadap gerakan mahasiswa ini tetap dengan cara represif, seperti yang terjadi di kampus UI. Setelah mereka melakukan kritik terhadap pemerintah, akunnya di-hack.

Berkaitan dengan hal tersebut, Rocky Gerung dalam Kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Selasa (23/5/23) mengatakan, “Mahasiswa selalu akan kembali ke jalan, pasti itu, ketika momentum itu tiba. Nah, ini yang sebetulnya menjadi faktor bahwa politik Indonesia tidak mungkin lepas dari gerakan mahasiswa.”

Dalam gerakan mahasiswa, kata Rocky, koordinasi antar-BEM juga akan menjadi faktor. Di situlah pentingnya kita mengetahui bahwa mahasiswa tidak mungkin dihentikan oleh sekadar perintah rektor. Memang ada konsep Kampus Merdeka, tetapi rektornya dirantai. Soal-soal ini membangkitkan optimisme bahwa ada gerakan anak muda melalui senat-senat mahasiswa atau BEM yang berupaya untuk memanfaatkan momentum.

Meskipun gerakan mahasiswa di kampus-kampus negeri sudah dilarang, tetapi mahasiswa tidak kehabisan akal. Mereka biasanya akan menggunakan gedung pertemuan lain untuk melakukan gerakannya. Mereka berharap ada pikiran yang memungkinkan mereka merasa berguna dalam politik hari ini. Bukan berguna bagi dirinya, tapi berguna untuk menyumbang perubahan. Mahasiswa menganggap bahwa kalau kritik pada Jokowi gampang, tetapi mereka ingin menitipkan atau menguji gagasan mereka itu pada capres-capres yang sedang beredar sekarang.

Masalahnya, reaksi penguasa masih tetapsama. Mereka tetap menggunakan pendekatan represif untuk menghadapi gerakan mahasiswa ini, seperti yang terjadi di kampus UI. Setelah mereka melakukan kritik terhadap pemerintah, kemudian akunnya di-hack.

"Iya, jadi reaksi kekuasan masih sama, berupaya untuk menghalangi. Padahal, buat apa menghalangi Twitter atau sosial media mereka, karena setiap saat mereka bisa ubah strateginya. Dan itu akan terhubung lagi dengan mahasiswa lain yang ada di daerah lain,” ujar Rocky.

Dalam diskusi yang dipandu Hersubeno Arief , wartawan senior FNN, itu Rocky juga mengatakan bahwa UI selalu ada di depan untuk mengacak-acak kekuasaan, tetapi UI juga berpikir bahwa cara dia mengacak-acak itu akan diikuti oleh teman-teman mereka di daerah. Demikian juga teman-teman di daerah, merasa kalau UI di depan maka mereka merasa tersaingi, karena itu mereka ingin di depan. Jadi, ini semacam tiktok di antara mereka sehingga membuat eskalasi politik justru makin menarik, karena ada gerakan ketiga yang bukan gerakan koalisi, bukan gerakan partai politik, tapi ini gerakan kampus.

"Jadi, kampus bergairah lagi justru karena ketidakpastian politik yang disebabkan oleh Presiden Jokowi yang selalu ingin ikut campur dalam penentuan capres masa depan,” tegas Rocky.

Dulu, gerakan mahasiswa memobilisasi massa sangat sulit, tetapi sekarang dengan media sosial mahasiswa bisa dengan mudah berhubungan antara satu kampus dengan kampus lain. Mereka bisa saling berkoordinasi dan menentukan momentum yang tepat.  

"Iya kalau saya baca polanya, isu di Makassar sama dengan isu di Tangerang, isu di Tangerang sama dengan itu di Lampung, isu di Lampung sama dengan isu di Gorontalo. Jadi terjadi kompilasi pikiran di antara teman-teman BEM ini,” ujar Rocky.

Mereka juga tidak ingin diatur oleh seniornya, tetapi mereka tahu bahwa senior penting sebagai narasumber. Tetapi, seringkali ada semacam keangkuhan dari senior-senior mereka untuk mengarahkan mahasiswa.

"Jadi kita mesti anggap bahwa mahasiswa itu tahu momentum, mereka lebih pintar untuk membaca situasi, dan mereka sudah lebih peka. Karena itu, senior-seniornya mestinya di belakang layar aja, jangan diatur-atur,” ujar Rocky. (sof)

311

Related Post