MK Telah Menempatkan Diri Sebagai Legislatif

Pakar hukum Universitas Nusa Cendana Kupang Dr. Johanes Tuba Helan. (Sumber: ANTARA)

Kupang, FNN - Pakar hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Nusa Tenggara Timur, Dr. Jhohanes Tuba Helan mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) telah menempatkan diri sebagai legislatif dalam menangani perkara permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu soal syarat batas usia capres dan cawapres.

"Dengan putusan ini MK telah menempatkan diri sebagai lembaga legislatif, karena telah membuat norma yakni menambah rumusan "pernah atau sedang menjadi kepala daerah"," kata Johanes Tuba Helan di Kupang, Selasa, menanggapi putusan MK tentang syarat batas usia capres/cawapres.

Seharusnya, kata dia, MK hanya boleh menyatakan bahwa pengaturan usia minimum capres cawapres minimal 40 tahun bertentangan dengan UUD 45. Tidak boleh membuat norma baru.

Selain itu, penambahan pernah atau sedang menjabat kepala daerah tidak berdasarkan argumen ilmiah yang membenarkannya.

"Lalu kita bertanya jika pernah menjadi kapolda, kakanwil, dan sejenisnya mengapa tidak boleh menjadi capres/cawapres jika belum berusia 40 tahun," katanya dalam nada tanya.

Mengenai adanya perbedaan sikap Hakim Konstitusi dalam putusan MK, dia mengatakan dalam putusan hakim boleh beda pendapat, dan harus ikut yang terbanyak.

"Dalam putusan ini katanya 6 berbanding 3, harusnya enam yang menang, tapi nyatanya ikut mau tiga orang, sehingga sulit dipertanggungjawabkan," katanya menambahkan.

Pada Senin (16/10), MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai batas usia capres dan cawapres diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.

Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.

Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, MK menyatakan Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945.

"Sehingga Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan.(sof/ANTARA)

218

Related Post