Nanggala Karam Sisakan Misteri Sejumlah Asumsi Pun Merebak

By Mochamad Toha

Surabaya, FNN - Sebelum KRI Nanggala-402 ditemukan, KSAL Laksamana TNI Yudo Margono mengungkap banyak hal ditemukan unsur TNI yang terlibat dalam pencarian di sekitar titik terakhir KRI Nanggala 402 menyelam dan hilang.

Ditemukan objek misterius terdeteksi kapal perang penyapu ranjau (Minesweeper) KRI Pulau Rimau-724. Objek misterius itu ditemukan terdeteksi dalam posisi melayang di bawah permukaan laut. Objek itu dari getaran magnet yang ditimbulkan objek tersebut. Dan daya getarannya cukup besar.

Objek itu terdeteksi melayang di kedalaman antara 50 hingga 100 m dari bawah permukaan laut (bpl). “KRI Rimau itu menemukan suatu kemagnetan yang tinggi pada satu titik,” kata Laksamana TNI Yudo Margono, dilansir dalam keterangan resmi di Bali.

Kecepatan objek misterius ini sekitar 2,5 knot. Untuk mengetahui pasti apa sebenarnya objek bermagnet besar yang terdeteksi KRI Pulau Rimau, TNI mengerahkan Kapal Bantu Hidro-Oseanografi (BHO), KRI Rigel 933.

Kapal yang berada di bawah kendali Satuan Survei Hydro-oseanografi Dishidros TNI AL ini memang memiliki peralatan canggih seperti AUV (Autonomous Underwater Vehicle) yang mampu melakukan pencitraan di bawah laut hingga kedalaman 1.000 m.

Sebelum hilang, KRI Nanggala-402 sempat menyampaikan isyarat-isyarat tempur beberapa saat sebelum mereka menyelam. Isyarat-isyarat peran tempur, peran menyelam itu masih bisa terdengar dari kapal penjejak Kopaska yang berada di jarak 50 m.

Dengan adanya isyarat seperti itu, KSAL meyakini kapal tidak mengalami blackout. Artinya, sistem kelistrikan dari kapal masih menyala. Jika demikian, cadangan oksigen di kapal bisa mencapai 5 hari. Kalau kapal blackout hanya bisa 72 jam.

Tapi, kalau kelistrikan hidup bisa sampai 5 hari. Nanggala-402 memiliki baterai berkapasitas 4 x 120 sel baterai. Namun, seperti operasi kapal selam pada umumnya, mereka dituntut naik ke permukaan untuk mengisi kembali cadangan oksigen dan mengecas baterai.

Hingga kini, penyebab sebenarnya terkait dengan karamnya KRI Nanggala-402 belum juga terungkap. Tapi, dari dua pernyataan KSAL di atas itu sebenarnya kita bisa menelisik apa yang dialami kapal selam buatan Jerman yang sebenarnya.

Pertama, adanya objek misterius yang melayang di bawah permukaan laut dengan kecepatan sekitar 2,5 knot. Benda bergerak di kedalaman 50 hingga 100 m di bawah permukaan laut. Objek misterius apakah ini? Kedua, isyarat tempur, berarti ada musuh, bukan latihan lagi!

Apakah mungkin itu adalah drone bawah air seperti yang pernah ditemukan nelayan Pulau Selayar tempo hari itu? Jangan-jangan drone ini berfungsi sebagai transmiter untuk teknologi HAARP (High Frequency Active Auroral Research Program).

Instrumen terpenting di HAARP Station itu adalah Ionospheric Research Instrument (IRI), fasilitas bertenaga tinggi yang beroperasi di gelombang IRI digunakan untuk memberi kejut sementara pada sebagian kecil wilayah.

Instrumen lainnya, seperti digisonde, dan magnetometer induksi, dipakai untuk mempelajari proses fisik yang terjadi di wilayah kejut ini. Apakah objek misterius seperti kata KSAL di atas, sehingga perlu mengirim isyarat tempur?

Ada sebuah tulisan dari HI Sutton, penulis dan pengamat maritime khusus perang bawah air yang berkontribusi pada US Naval Institute News berjudul "Underwater Drone Incidents Point Underwater Drone Incidents Point to China’s Expanding Intelligence Gathering".

Pengungkapan ini untuk menjawab potensi adanya gangguan terhadap kapal selam Nanggala-402 di luar masalah teknis. Selain itu, ada keanehan pada sikap salah kekuatan maritime yang tengah naik daun seperti China ini.

Pada kondisi terkini China tengah beroperasi besar besaran untuk perluasan territory lautnya di Laut China Selatan (LCS). Namun, anehnya negara ini malah tidak berkomentar, apalagi berpartisipasi pada operasi kemanusiaan musibah kapal selam Nanggala-402.

Berbeda dengan empati negara di seputaran Indonesia seperti Singapura, Malaysia,Australia, Korea Selatan, bahkan India, Turki, Jerman, dan Amerika Serikat pun turun ikut membantu dengan kapal dan pesawatnya.

Padahal, China juga sedang memenangkan investasi besar-besaran di Indonesia (termasuk kabel bawah laut Huwaei yang menjadi tulang punggung Palapa Ring). Bahkan torpedo yang dipakai oleh Nanggala-402 itupun produksi China

Apa sebab? Tak ada yang bisa menjawab kecuali Beijing sendiri. Apakah sikap diamnya itu karena China tengah melakukan operasi intelijen bawah air kepada Indonesia? Sekarang ini bawah laut kita sudah ramai seperti pasar malam.

Seorang teman menyimpulkan: 1) Sejak 2020 ditandai dengan Pandemi Coronavirus, secara resmi itu sudah berlangsung PD III, dengan titik perang, Laut China Selatan sebagai epicentrum, dan Indonesia sebagai lahan perang plus Area yang diperebutkan;

2) Peperangan dilakukan dengan: 1) Bioweapon; 2) Gelombang dengan teknologi HAARP; 3) Laut. Ketiganya menggunakan Taktik Perang Invisible. Sebuah akun Twitter Intelektual Jadul @plato_ids 4:28 AM 26 Apr 21 menulis:

“Saat ini petinggi TNI digegerkan dengan temuan banyaknya ranjau bawah laut di sekitar lokasi tenggelamnya KRI Nanggala-402. Hasil pantauan pesawat intai Poseidon P-8 Amerika simpulkan ranjau tersebut ditanam angkatan laut komunis China.”

Nanggala Blackout

Ada penjelasan menarik dari Laksamana Muda TNI Iwan Isnurwanto, MAP, MTr yang sejak sejak 26 April 2021 menjabat Panglima Komando Armada II. Saat KRI Nanggala-402 hilang, Laksda Iwan masih menjadi Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut.

Mantan Danseskoal itu mengaku tidak lagi mampu menahan rasa dukanya kehilangan para prajurit terbaiknya yang mengawaki Nanggala-402. “Waktu saya ikut mengawaki Nanggala, pernah mengalami apa yang namanya blackout,” ujarnya, Rabu (28 April 2021).

Berikut penjelasan lengkapnya yang dikutip dari tayangan KOMPAS-tv :

Waktu saya ikut mengawaki KRI Nanggala, pernah mengalami apa yang namanya blackout. Apakah blackout itu. Ada beberapa macam penyebab. Tapi yang saya alami itu terjadi jam 12 malam.

Blackout terjadi saat saya sedang istirahat. Di lantai 3, saya langsung lompat turun. Saat itu, posisinya adalah saat blackout itu haluan (depan) naik ke atas 45 derajat, sedangkan buritan turun.

Saat itu tidak ada tegangan. Semua mati. Hanya lampu cadangan saja yang hidup. Posisinya adalah yang belakang (buritan) langsung turun. Sekitar 45 derajat. Tidak sampai dengan 10 detik, kapal turun sampai 90 m.

Sehingga bisa membayangkan bagaimana posisi blackout saat itu. Padahal, kita Perioskop Dep. Sehingga Komandan Kapal (KKM) memerintahkan (dalam bahasa Jerman) Alleman Fouraust. Kita semuanya berangkat ke depan.

Tapi karena 45 derajat ini, maka kita merangkak di lorong itu, pegang pintu-pintu itu sampai ke haluan depan. Itu perintah Komandan KKM Mashudi, SH, purnawirawan Laksda. Yang dilakukan KKM adalah menghembus tangki pemberat dan tangki tekanan.

Sehingga kapalnya bergerak naik. Apa masalahnya, ada satu views yang putus, padahal kita tidak tahu views itu di mana. Tapi karena kecanggihan KKM saat itu, Laksda Purn Mashudi, itu bisa ketahuan dan langsung diperbaiki.

Alhamdulillah. Itulah situasinya kalau blackout itu masuk ke dalam. Nah, saat ini, kalau kita kena internal wafe, maka itulah keadaan alam. Keadaan alam itu kalau sudah terbawa oleh arus, itu langsung turun.

Kalau sudah begitu, tidak akan bisa atau ada yang mampu untuk menyelamatkan kapal. Ingat, dayanya adalah 2-4 juta m3. Mampukah untuk melawan itu. Mampukah? Kalau sudah begitu, bagaimana posisi personil kita, apakah masih pada posisinya masing-masing?

Ingat, ketika itu mereka masih terjaga semua. Jam 3.30 mereka masih di pos tempur masing-masing. Karena kapalnya masih posisi menyelam persiapan penembakan, belum menembak. Jadi, masih di posisinya masing-masing.

Ada yang masih di pos terpedo. Ada yang di posisi kemudinya, ada juga yang di posisi ruang mesin. Kalau dia sudah bergerak menukik, bagaimana posisi personilnya, mereka glundung semua. Semuanya pasti akan terbawa ke haluan (depan).

Kalau sudah begitu, tidak akan kuat untuk menahan tabung tekan. Tidak akan kuat menahan internal wave ini. Itulah kondisi dan gambaran bagaimana posisi Nanggala saat itu. Ingat, kalau 800 m itu tidak sampai dengan 1 menit kapal selam turun ke bawah.

Kedalaman internal wave ini adalah sekitar 180-an m. Kalau sudah seperti ini, tidak ada tegangan tinggi, tidak ada tegangan untuk menjalankan kapal, maka dia akan terus turun ke bawah. Sehingga bisa dibayangkan bagaimana kondisinya saat itu.

Menurut Prof. Daniel M. Rosyid PhD, M.RINA, Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan ITS Surabaya, Internal wave adalah olakan air di kedalaman tertentu yang terjadi karena arus laut Indonesia (Arlindo) yang kuat (debit 2-4 juta m3/detik) berinteraksi dengan balikan air akibat adanya irregularities pada profil dasar laut dan sekitarnya.

Pelbagai asumsi seperti itu mungkin masih akan ditemui dalam beberapa hari mendatang. Sejumlah pakar akan terus urun rembug ihwal karamnya Nanggala-402.

Namun, apa yang sebenarnya terjadi? Publik harus selekasnya mengetahui. Mengingat, Nanggala-402 dibeli dari uang rakyat!

***

Penulis wartawan senior FNN.co.id

551

Related Post