Nasionalisme Baru Kita
Oleh Tengku Zulkifli Usman - Jubir Nasional Pemenangan Pemilu Partai Gelora Indonesia
SEJAK era Soekarno, benturan ideologi politik terus terjadi. Islam dan nasionalis, Islam vs komunis, Islam vs sosialis.
Era Soekarno di mana ada demokrasi di sana, tapi tidak ada pembangunan. Ada kebebasan tapi tidak ada kesejahteraan. Akhir dari rezim Orde Lama ini berdarah. Ada kejadian G30S PKI yang membuat trauma sampai saat ini.
Era Soeharto, ada kesejahteraan dan ada pembangunan. Tapi tidak ada demokrasi. Kebebasan yang dibredel sampai ke tingkat ekstrem.
Benturan ideologi pun tetap berlangsung. Nasionalis vs Islam. Asas tunggal Pancasila yang kemudian ditolak oleh kalangan kanan, membuat konflik berkepanjangan antara Islam dan negara.
Era Soeharto juga berakhir dengan konflik. Walaupun tidak terlalu berdarah- darah. Tapi akhir rezim Orde Baru ini juga anti klimaks. Tumbang di tangan mahasiswa dan tokoh-tokoh reformasi.
Seharusnya, benturan ideologi ini tidak harus terjadi. Karena sejatinya Islam dan nasionalisme bukanlah sesuatu yang perlu dibenturkan. Seharusnya saling menguatkan.
Karena Islam sudah selesai, nasionalisme juga sudah selesai. Kita ditakdirkan menjadi negara muslim terbesar di dunia. Seharusnya Islam dan nasionalisme harus jalan berdampingan secara elegan.
Saat ini, upaya membenturkan Islam dengan nasionalisme juga terus berlangsung pasca reformasi. Golongan yang mengaku nasionalis takut kepada Islam. Dan kalangan Islam juga mencurigai kalangan nasionalis. Seharusnya ini tidak boleh terjadi.
Salah satu faktor utama benturan itu adalah ketidakmampuan melakukan rekonsiliasi ideologi dan konsolidasi demokrasi secara tepat.
Faktor lainnya adalah faktor luar, dimana rezim di Indonesia banyak mendengar bisikan luar tentang islamphobia, sehingga menimbulkan ketegangan yang terus-menerus antara Islam dan nasionalisme. Islam dan negara.
Partai Gelora termasuk yang merasa prihatin dengan realitas ini. Oleh sebab itu, salah satu upaya keras Partai Gelora adalah melakukan rekonsiliasi dan konsolidasi demokrasi agar lebih substansial dan lebih fokus dalam menegakkan konstitusi. Yang dengan mindset ini, maka persatuan Indonesia bisa kita raih.
Karena pada dasarnya, apapun ideologi penguasa, baik itu Islam ataupun nasionalisme, jika basisnya adalah gotong royong dan ada rasa saling berkolaborasi. Maka benturan-benturan seperti ini tidak harus terus berlanjut.
Pasca reformasi, upaya untuk terus membenturkan ideologi juga terus berjalan. Hal ini sebenarnya sudah tidak relevan, mengingat zaman yang sudah berubah dan tantangan Indonesia juga yang sudah berubah.
Partai Gelora tidak punya masalah dengan nasionalisme dan juga tidak punya masalah dengan Islam. Karena dalam keyakinan kita, kedua hal ini sebenarnya adalah khazanah kekayaan kita. Tidak seharusnya dijadikan sebagai alat untuk saling membenturkan. Inilah yang kami sebut nasionalisme baru yang kita butuhkan.
Tawaran Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta sangat jelas, bahwa saat ini kita membutuhkan sebuah semangat baru dan narasi baru dalam bernegara. Agar kita mampu menjawab tantangan Indonesia masa depan yang krusial dan tidak menentu.
Kondisi dunia saat ini tidaklah sama dengan masa lalu. Tidak sama dengan era dimana dunia baru selesai perang dunia kedua dalam iklim bipolar atau era pasca perang dingin dengan iklim unipolar.
Dunia saat ini ada dalam kondisi Multipolar, dimana lahir banyak kekuatan baru yang menantang posisi aman dan status quo Amerika.
Ada Rusia yang menantang adidaya dengan militernya, dan ada China yang menantang adidaya dengan size ekonominya. Titik keseimbangan dunia sudah berubah total.
Partai Gelora justru menawarkan jalan tengah, jalan kolaborasi, jalan rekonsiliasi sesama anak bangsa untuk menatap Indonesia baru dengan arah baru yang lebih naratif.
Tidak ada keuntungan sama sekali dengan adanya benturan-benturan ideologi tadi di dalam negeri kita. Kecuali kita akan kalah dan masuk jebakan musuh.
Partai Islam dan partai nasionalis sudah seharusnya melihat kepentingan bangsa yang lebih luas dan berhenti untuk saling berbenturan. Karena hanya dengan modal persatuan ini kita akan selamat dalam meniti langkah ke depan.
Apa artinya lebel partai nasionalis, jika masih rajin korupsi, rajin KKN, dan rajin melakukan politik pecah belah dan polarisasi di tengah masyarakat.
Apa artinya juga lebel partai islam, kalau budaya di dalam partainya juga buruk, tidak Islam dan jauh dari nilai nilai Islam. Ini sama sekali sudah tidak relevan.
Apa artinya partai nasionalis dan lebel pancasilais, apabila tidak menegakkan konstitusi. Masih rajin memelihara feodalisme, rajin pencitraan dan nihil kerja kerja nyata yang bisa dirasakan oleh rakyat.
Apa artinya lebel partai Islam, jika Ketua Umumnya banyak yang masuk penjara dan ditangkap KPK. Regenerasi yang tidak berjalan, dan demokrasi yang gagal di dalam tubuh partainya sendiri.
Nasionalisme seharusnya dipakai untuk pondasi berpikir untuk memperbaiki bangsa. Bukan untuk politik praktis semata, bukan untuk korupsi, bukan untuk mengemplang pajak dst.
Agama juga seharusnya dipakai untuk memperkuat sendi sendi negara. Memperkuat pertahanan dan kedaulatan dalam negeri untuk persiapan menuju negara maju.
Agama jangan hanya dipakai untuk mencari dukungan suara demi Pemilu semata. Seharusnya agama tidak dipakai untuk menipu rakyat 5 tahunan demi ambisi ambisi ketua umum partai untuk sekedar berkuasa dan menunggangi suara ummat.
Nasionalisme dan agama seharusnya bukan untuk dipakai hanya demi kepentingan politik sesaat. Bukan untuk ambisi ambisi rendah para politisi hanya demi mengejar target elektoral semata.
Partai Gelora bukan partai yang sibuk dengan isu-isu begini. Partai Gelora tidak mau sibuk dengan isu-isu apakah kita partai islam, apakah kita partai nasionalis dst dst.
Partai Gelora bukan partai yang sibuk mengurus ceruk-ceruk pemilih, apakah ceruk kanan apa ceruk kiri, apakah pemilih kanan atau pemilih kiri.
Bagi kami, siapapun anak bangsa yang ingin melihat Indonesia menjadi negara bersih dari korupsi, negara yang kuat militernya, canggih teknologinya, makmur rakyatnya, sejahtera penduduknya, matang demokrasi nya, tegak konstitusinya. Maka bergabunglah dengan partai Gelora.
Gelora partai Islam atau partai nasionalis, itu sama sekali tidak penting. Gelora partai agamis atau partai pancasilais, itu sama sekali tidak penting. Bagi kami, Isi lebih penting daripada sampul.
Bagi kami, siapa saja anak bangsa yang punya cita-cita menjadikan Indonesia jauh lebih baik, jauh lebih kuat pertahanan nya, berdaulat ekonomi nya, berdaulat politik nya, dan punya daya tawar tinggi di level dunia. Maka bergabunglah bersama partai Gelora.
Kita ingin mengakhiri konflik-konflik yang tidak perlu dan menguras tenaga tanpa arti. Kita ingin melangkah jauh mempersiapkan Indonesia agar siap menghadapi tantangan tantangan global di depan mata yang berpotensi mengancam Indonesia.
Kita menawarkan narasi kolaborasi, narasi kerjasama sesama anak bangsa. Apapun perbedaan yang ada, karena perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Menuju Indonesia baru yang lebih baik rangking nya. Baik di dalam negeri maupun luar negeri. Ini jauh lebih layak untuk diperjuangkan ketimbang kita terus menerus menari diatas permainan orang lain diluar sana.
Tawaran Partai Gelora sangat jelas. Mempersatukan Indonesia, mendidik generasinya menjadi lebih baik dari generasi sebelumnya. Untuk mencapai konsensus bersama sebagai bangsa yang serius maju ke depan.
Mengajak generasi berpikir, mengajak generasi untuk memiliki nasionalisme baru. Untuk melihat Indonesia dengan kebanggaan sebagai negara besar. Agar mereka juga berani dan bangga mencita citakan Indonesia menjadi negara yang sejajar dengan negara super power di luar sana. (*)