Negara Jangan Dibolak Balik
Oleh Sugeng Waras, Purnawirawan TNI AD
Saya yakin dan seyakin-yakinnya, persiden, wakil Presiden, para Menteri, DPRRI, DPD, DPRD, MK dan MA adalah orang-orang hebat yang mencintai NKRI dan memahami sistim negara yang berdemokrasi Pancasila, berlandaskan hukum dasar Negara UUD '45, dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika dan berwawasan Nusantara.
Namun iblis dan setan belang apa yang mempengaruhi, pada umumnya mereka abai terhadap sumpah jabatanya dan rakyat yang menggajinya.
Mustahil mereka yang beragama Islam lupa dan tidak menjalankan syariat atau kaidah ajaran agama Islam, namun faktanya banyak yang gelar kepakaran keprofesionalnya tak terkecuali para kyai dan tokoh ulama ikut hanyut dalam aliran iblis laknat ini.
Nyaris dasar dasar ethos kerja, baik berkerketuhanan YME, konstitutional, terencana, terkordinir, terpadu, terkendali dan berkesinambungan ada dalam benak mereka.
Tapi faktanya hingga kini, sedikit yang peduli terhadap kejujuran, kebenaran dan keadilan.
Sistim negara Demokrasi Pancasila nyaris diimplementasikan dengan sistim demokrasi terpimpin.
Persatuan dan kesatuan bangsa hancur, kerakyatan yang bermusyawarah mufakat dilaksanakan dengan abal abal, keadilan sosial musnah.
Siapa yang disalahkan?
Yang jelas ini menjadi tanggung jawab presiden baik sebagai kepala pemerintah maupun kepala negara.
Situasi dan.kondisi dari unsur negara (pemerintah, rakyat, kewilayahan dan pengakuan negara lain) tidak berjalan serasi dan seimbang.
Apa lagi dalam aspek aspek negara IPOLEKSOSBUDAGHUKHANKAM, amburadul.
Kalau mereka berpikir dengan hati yang bersih tidak mungkin muncul BPIP HIP, Omnibus Law / UU Cipta kerja, apalagi pindah IKN baru.
Rezim tidak fair, tidak obyektif, hanya mengedepankan tindakan represif dengan memanfaatkan dan menyalah gunakan TNI POLRI.
Ini pekerjaan biadab, menganggap sepele tentang makna kejujuran, kebenaran dan keadilan.
Presisi andalan polri sebagai penegak hukum hanya sebagai kedok, tameng, alat penekan dan penindas masyarakat, tidak sesuai makna luhur prediktif, responsibiliti, dan transparasi yang berkeadilan.
Jika Polisi konsisten tidak terjadi penahanan HRS, Munarman. HBS dan lain lain dengan membiarkan para menteri bermasalah, para buzzer dan influencer sebagai kepanjangan rezim yang digaji dan diambilkan dari uang rakyat yang terus diperas, ditekan dan tidak diberdayakan.
Maaf, permainan ini terlalu vulgar dan menjijikkan.
Ironisnya tak ada rasa malu dan ewuh pakewuh terhadap urusan hukum maupun sosial.
Jika bicara masalah hukum dan sosial, tidak perlu tedeng aling aling, Polisi, KPK dan HAM yang paling bertanggung jawab hal ini.
Akankah kebijakanya hanya membuat takut dan jera terhadap pihak pihak tertentu, yang akhirnya secara alami berguguran satu persatu dan tidak berdaya untuk membela dan menegakkan kejujuran, kebenaran dan keadilan?
Ada wacana Pemilu ditunda, sebaliknya ada wacana IKN harus disegerakan, siapa saja dan pihak manapun akan dibuat takut dan jera jika melawan kebijakan ini.
Ini kebijakan apa-apaan?
Meskipun sebagaian ngikut dan sudah merealisasi beberapa pembangunan, jika kita sadari dan pahami secara akal sehat, ini tidak benar dan tidak baik serta berpreseden buruk yang dapat beresiko merugikan dan membahayakan negara.
Belakangan saya melihat LBP mulai merangkul Saudi Arabia, biar nampak ada implementasi Indonesia melaksanakan politik bebas aktif.
Tapi kita harus bisa ukur, apa apa yang ditangani Cina dan apa saja yang ditangani negara lain.
Seharusnya kita sadar, tidak ada kemampuan membangun IKN baru, kecuali hanya mengandalkan hutang lagi dan hutang lagi ke negara negara lain dengan kedok INVESTASI.
Yakinkah mulus dan tidak akan merugikan dan membahayakan negara makna INVESTASI ini?
Hal separti inilah, saya menghimbau untuk semua pihak mau mengantisipasi, mewaspadai, mencegah dan menghindari segala sesuatu yang berimplikasi merugikan dan membahayakan negara.
Pemerintah harus dikontrol secara ketat, agar tidak seenak perutnya mengelola negara ini secara membabi buta yang pada akhirnya hanya mempersulit, menyengsarakan dan menindas rakyatnya.
Kesimpulanya, rezim harus memutar dan membalik pemikiran, bukan pemilu 2024 yang ditunda, tapi pemindahan IKN baru yang tidak tepat untuk saat ini dan perlu ditunda. (*)