Negara Koplak!
Paseban di negeri Pandawa langsung diambil-alih oleh Prabu Kresna. Bahwa yang disampaikan Bagong benar. Bahwa kita tidak bisa campur-tangan negara lain, walaupun itu saudara kita.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
DALAM percakapan di istana Ngamarta, Prabu Dwarawati mengabarkan negara Ngastina sedang ada pageblug akibat ulah Oligarki. Perintah kepada Prabu Yudistira harus bantu menyingkirkan pageblug. Dengan mengingatkan jika pemimpinnya koplak pageblug akan semakin merajalela.
Prabu Duryudana sejak awal menjadi raja memang terlalu lemah kapasitas dan kemampuannya. Oligarki dianggap remeh, bahkan larut di dalamnya karena hutang Budi atas jasanya sebagai sponsor saat akan naik menjadi Raja.
Sekarang oligarki makin merajalela, orang-orang mulai panik, bahkan sudah bisa menguasai semua kaum Brahmana, Ksatria, Nalindra, semua terjangkiti wabah ini. Satu persatu jatuh tersungkur dalam perangkapnya.
Prabu Duryudana malah petentang-petenteng mengatakan bahwa pageblug oligarki dianggap sebagai penolongnya, bisa membantu untuk mencari utangan, mendatangkan investasi dan tenaga kerja asing ke negaranya.
“Dasar Duryudana koplak!” umpat Bagong di hadapan semua bendara Ngamarta. Semua sontak kaget mendengar Bagong berkata dengan nada tinggi. Dan, seperti biasa mata Bagong melotot kalau berbicara.
Prabu Werkudara lantas mengingatkan Bagong supaya menjaga kata-katanya. “Bagong, kalau berbicara yang sopan. Di sini ada bendara-bendaramu. Yo wis ben (biarin) aku tidak peduli sinuwun.
Semua orang sudah tahu bagaimana sikap Duryudana, yang telah menjadi cecunguk-cecunguk-nya, pageblug oligarki merajalela di negeranya. Semar hanya mesam-mesem membiarkan anaknya si gendut Bagong petakilan di depan bendaranya.
Gareng ikut nimbrung “ampun sinuwun Prabu Yudistira, saya bukannya lancang. Ini memang harus diluruskan. Durjudana memang budi pekertinya candala, selalu memupuk angkara murka,” jawab anak Semar yang bungkring tersebut.
“Kamu tahu darimana kalau Duryudana tidak baik?” Tanya Prabu Yudistira . Dengan wajah dan mimik cengar-cengir melirik dapat bocoran dari Prabu Kresna - Dwarawati,” Bagong menunjuk ke arah Kresna. Prabu Kresna hanya melirik dengan senyum kecut, infonya bocor.
Menurut Bagong, Prabu Duryudana saat ini tidak memiliki wibawa sama sekali di depan wong cilik. Semua perintah-perintahnya tidak digubris. Bahkan para tumenggung di wilayah negara sudah tidak manut dengan perintahnya.
“Dasar Duryudana memang koplak,” Bagong kembali mengumpat - kalau bicara cocot dia asal njeplak - suka bohong lagi ..
Sama koplaknya dengan Sengkuni, setelah semua jabatan penting negara diserahkan malah negara tambah parah. Menjadi tangan kanan raja jadi pembisik dan cecunguk yang koplak.
Duryudana sebenarnya bukan raja asli. Tetapi sok-sokan menjadi raja. Dia setengah raja setengah cecunguk. Dia menduduki dampar kerajaan karena bapaknya Destarata merebut dari raja pewaris asli yakni Pandu dengan bantuan pada bandit oligarki.
Sang Raja merasa berada di atas awan. Apalagi memiliki pelindung oligarki yang digdaya dan dapat mengalahkan Pendawa. Kini semua urusan negara diserahkan ke Sengkuni si koplak dan sontoloyo itu.
Sengkuni dibantu Pendita Durno mengambil kebijakan nyeleneh. Di tengah wabah oligarki, negara dibuka untuk tentara Ngalengka dengan dalih tenaga kerja asing. Tambah koplak itu pasukan Ngalengka yang sudah sejak lama akan menguasai Ngastina. Bayangkan betapa kacaunya negara itu. Negara koplak karena pemimpinnya koplak,” seru Bagong.
Duryudana juga tidak punya tatakrama, siapapun yang beda pendapat langsung ditangkap. Setiap hari hanya menciptakan bermacam-macam ketakutan pada rakyat, yang sedang kesulitan mencari makan.
“Mereka bikin hoax, bikin tipu muslihat, bikin kebohongan, bikin kepanikan,” jelas Bagong. “Gong, hoax itu apa?” Sang Ajuna bertanya. Semar meminta ijin para bendaranya terpaksa menjelaskan bahwa hoak itu kepalsuan. Bilangnya semua pajak dan utang rakyat akan ditangguhkan. Buktinya mana? mbelgedhes, semprul. koplak, kentir, njambal Bagong. Malah bakul gorengan dan pulsa kena pajak juga.
Gareng nimbrung, itu gara-gara perbuatannya yang selalu memupuk angkara murka, rakyat menjadi korbannya. Di sana banyak ksatria tangguh yang siap perang, tandas Gareng yang diamini Semar dan anak-anak lainnya.
Cengkeme Duryudana tidak bisa dipercaya. Selalu beda dengan kenyataan. Antara cangkeme dan kasunyatan mesti berbeda. Urusan agama negara malah mengajak orang meninggalkan Sang Hyang Jagad.
Ini cara-cara licik Duryudana menjauhkan orang-orang dari keyakinan.
Werkudara sempat menegur Semar. Wah anak-anakmu pinter-pinter dadi oposisi, Petruk sempat menyela Bagong dilawan - apalagi Bapakku apapun tahu sak durunge winara, dengan gaya sombongnya membela Bagong.
Paseban di negeri Pandawa langsung diambil-alih oleh Prabu Kresna. Bahwa yang disampaikan Bagong benar. Bahwa kita tidak bisa campur-tangan negara lain, walaupun itu saudara kita.
Biarkan saja kalau akhirnya rakyat akan memberontak. Wejangan Prabu Kresna menutup Paseban Ngati Ngati menawa lagi kuasa - aja ngumbar angkara murka lan ngati-ati ngugemi amanah dan tenan aja nganti gawe larane ati para kawulo. (*)