Ngotot Jadikan Anies Tersangka, KPK Bisa Menjebak Anies Sekaligus Jokowi
TAMPAKNYA Ketua KPK Firli Bahuri masih bersikeras melanjutkan proses “hukum” Anies Rasyid Baswedan ke tingkat penyidikan terkait gelaran balap mobil listrik Formula E.
“Kan kemarin saya bilang, pasti akan dilanjutkan karena duel habis-habisan sebetulnya. Kalau diloloskan ya sudah, habislah. Ganjar habis, Puan habis, segala macam itu. Kan begitu KPK bilang oke, kami hentikan penyelidikan itu, maka elektabilitas Anies naik gila-gilaan kan. Karena itu orang merasa ini dia penyelamat kita,” kata pengamat politik Rocky Gerung.
“Tapi, sebagai teman dan sebagai orang yang melihat bahwa potensi Anies untuk maju itu harus kita dukung, sama seperti potensi Ganjar untuk maju sebagai presiden juga kita dukung, kita menginginkan ada satu standar bahwa semua orang boleh maju di dalam kompetisi,” lanjutnya kepada Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief dalam dialognya di Kanal Rocky Gerung Official, Rabu (5/10/2022).
“Padahal kita cuma ingin ada satu aura, yaitu kompetisi. Kompetisi adalah kemampuan akal pikiran untuk mengucapkan program, untuk berdebat dengan lawan politik,” tegas Rocky Gerung.
Lebih lengkapnya, berikut ini petikan dialog Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung.
Halo halo Bung Rocky, ketemu lagi kita, ngobrol. Kemarin kalau nggak salah saya bertanya kepada Anda, ini setelah Nasdem mendeklarasikan capresnya, berani tidak KPK meneruskan kasus ini. Dan kalau kita simak pernyataan dari wakil ketua KPK, Alexander Marwata, mereka bilang jalan terus, karena ini kan belum resmi pencalonan, baru satu partai saja. Jadi, ini tidak menghalangi proses penyidikan yang harus dilakukan oleh KPK.
Ya, kemarin saya bilang, pasti akan dilanjutkan karena ini duel habis-habisan sebetulnya. Kalau diloloskan ya sudah, habislah. Ganjar habis, Puan habis!
Begitu KPK bilang oke, kami hentikan penyelidikan itu, maka elektabilitas Anies naik gila-gilaan. Karena orang merasa ini dia penyelamat kita. Psikologi itu akan terjadi. Nah, pasti kekuasaan menghitung itu. Karenanya, saya bikin teori bahwa pasti Anies akan dijegal.
Bukan saya ingin Anies dijegal, tetapi secara kalkulasi politik real Anies pasti dijegal. Jadi, KPK pasti akan melawan deklarasi itu tuh. Nah, sekarang kita bandingkan, bayangkan misalnya begitu KPK bilang “enggak kami akan terus” maka akan ada reaksi. Dari mana reaksi?
Pertama pasti dari pendukung Anies. Siapa pendukung Anies yang pasti akan marah. Pertama, pasti 212. Kira-kira begitu jalan pikirannya kan? Lalu negara bilang, nah, tuh kan Anies cuma didukung 212. Lalu Nasdem mungkin akan bilang, iya, kita sudah lakukan yang maksimal, tapi ya sudah kita percaya pada sistem hukum, lalu Nasdem kemudian melemah lagi.
Ya, ini karena KPK kita hormati. Habis juga akhirnya Anies. Itu yang saya uji sebagai jebakan-jebakan kecil yang berbahaya bagi Anies. Tapi, oke, mungkin Anies juga sudah antisipasi itu.
Tetapi, sebagai teman dan sebagai orang yang melihat bahwa potensi Anies untuk maju itu harus kita dukung, sama seperti potensi Ganjar untuk maju sebagai presiden juga kita dukung, kita menginginkan ada satu standar bahwa semua orang boleh maju dalam kompetisi.
Kan orang akan bilang ya Ganjar juga masih ada kasus sprindik, sama saja sebetulnya. Begitu Ganjar dicalonkan, lawan politiknya mulai aduk-aduk lagi itu. Ada soal e-KTP.
Tetapi, kita musti fair, kasih kesempatan pada Anies, kasih kesempatan pada Ganjar Pranowo, Ibu Puan, siapapun, AHY atau Ridwan Kamil bahkan, supaya ada kegembiraan dalam politik ini. Jadi, jangan hal-hal kecil itu dipakai untuk menjegal seseorang. Kalau memang faktanya kriminal, ya sudah putuskan itu sebagai kriminal.
Dan sebenarnya gini ya, kita ini sekarang dengan peristiwa ini membuat publik semakin paham dan semakin terbuka permainan di balik layar yang selama ini. Kan selama ini coba ditutupi gitu, kemarin misalnya Pak SBY nyebut soal turun gunung gitu, Beny Harman menyebut genderuwo, dan kita sekarang jadi tahu siapa genderuwonya itu. Tapi kan genderuwo, setan, dan lain-lain tuyul kan biasanya ada yang memelihara juga, begitu.
Ya jelas, tuyul diumpankan. Kalau genderuwo dijadikan sebagai pengganggu. Lalu kita berpikir bahwa berarti banyak dukun yang lagi bermain di belakang politik. Padahal kita cuma ingin ada satu aura, yaitu kompetisi. Itu intinya. Kompetisi ya kemampuan akal pikiran untuk mengucapkan program, untuk berdebat dengan lawan politik.
Kalau begini ini, bagaimana kita menikmati perdebatan intelektual di forum-forum publik tentang siapa yang layak jadi capres kalau isu di belakang itu genderuwo, tuyul, segala macam, kan nggak fair itu. Apalagi kalau soal Anies. Anies ini to be or not to be bagi negara.
Lain halnya kalau Anies bilang oke, saya mencalonkan diri karena saya ingin meneruskan program-program strategis dari Bapak Presiden Jokowi, maka kedudukan Anies sama dengan Pak Prabowo, sama dengan Ganjar, sama dengan siapapun yang ingin meneruskan.
Tetapi, karena Anies itu dianggap berbeda secara ideologi perencanaan pembangunan dengan Pak Jokowi, maka dia akan dijegal. Itu bahayanya. Sebetulnya biasa saja kan? Orang nggak ingin meneruskan program Pak Jokowi, emang kenapa? Kan setiap 5 tahun programnya berubah sesuai dengan visi presiden baru. Itu dasar pertandingannya di situ selalu.
Tapi gini ya, kalau toh kemudian KPK tetap nekat dan artinya KPK itu, kita nyebut juga bukan hanya KPK ya, itu ada kepentingan-kepentingan di belakangnya, dalam hal ini kekuasaan. Apakah dalam situasi sekarang ini mereka tidak menyadari bahwa melakukan mitigasi gitu ya. Situasinya berbeda. Pemerintah sekarang tidak sepowerfull sebelumnya.
Ya, dia tahu. Tapi, dia anggap kami cuma alat. Kami juga nggak mungkin lakukan hal yang sebaliknya kalau nggak ada perintah dari agen-agen yang lebih tinggi dari dia. Kan sinyal itu dari awal kita tangkap gituan selalu kita hubungkan dengan memangnya status KPK sekarang itu sama seperti KPK di awal-awal? Kan enggak. Dan orang-orang kritis di KPK justru tersingkir.
Jadi, bagian-bagian ini yang orang anggap ya KPK sebetulnya paham bahwa nggak etis mempersoalkan sesuatu yang masih bersifat administratif.
Penyelenggaraan administrasi kegubernuran Anies itu dikait-kaitkan dengan potensi Anies untuk melawan Jokowi. Kan di benak kepala orang, kalau KPK menghalangi Anies, dianggap bahwa Anies memang akan melawan kebijakan Jokowi. Ya memang, kan harus ada kontras. Orang bosen misalnya dengan kepemimpinan Pak Jokowi, biasa saja kan.
Lalu, terbaca di dalam elektabilitas bahwa kepuasan publik menurun, tetapi kemudian dimanipulasi oleh lembaga survei. Tapi faktanya Anies tidak pernah mengatakan akan melanjutkan kepemimpinan Jokowi, melanjutkan program Pak Jokowi, itu yang saya anggap kejujuran dari Anies mengatakan bahwa saya memang berbeda dengan Pak Jokowi.
Kalau Anies sama dengan Pak Jokowi ngapain gua dukung Anies, mending gua dukung Pak Jokowi saja. Kan beliau yang lebih lebih dulu memberi jalan bagi kemajuan Indonesia. Kalau begitu.
Apalagi kalau ilmunya lebih rendah dari Pak Jokowi. Untuk apa kita pilih lagi ya.
Iya, kalau retorika Anies buruk, ya sudah. Kan Anies akan bilang saya akan ikuti cara diplomasi Pak Jokowi, yaitu pergi ke forum internasional sambil nenteng-nenteng laptop atau apa, ya nggak begitulah.
Kan orang mau lihat ada orang yang masuk dalam forum internasional dengan pikiran yang cerdas dan manfaatkan momentum internasional untuk menagih kepentingan Indonesia di forum internasional. Itu yang Pak Jokowi enggak pernah lakukan, bertahun-tahun Pak Jokowi nggak pernah hadiri persidangan internasional yang memerlukan kecepatan berpikir.
Bukan saya katakan Jokowi tidak mampu, tapi Pak Jokowi memang wataknya begitu. Dia mungkin nggak suka forum-forum internasional, tapi Anies suka. Nah, kita, orang yang suka pada forum internasional dimanfaatkan pasti akan menganggap Anies harus lakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Jokowi.
Apakah Jokowi buruk karena nggak masuk forum internasional? Nggak juga. Karena itu wataknya Pak Jokowi itu. Tetapi, dalam kalkulasi kita seharusnya presiden memanfaatkan forum-forum internasional. Itu intinya.
Iya. Oke. Beginilah. Tadi Anda memperkirakan bahwa misal kalau kemudian pemerintah nekat itu mungkin mereka bisa kendalikan dan Nasdem juga bisa buang badan gitu, kalau orang Medan bilang gitu. Tetapi kalau Anda lihat mood publik yang sangat merasakan, kita bisa merasakannya, mood publik ingin ada perubahan, apakah yang ini akan kembali lagi seperti kasus-kasus serupa gitu, ketika ada banyak korban tewas pada saat Pilpres lalu, kemudian juga banyak kasus-kasus unlawfull killing dan sebagainya, rakyat akan diam saja kalau itu sampai dilakukan oleh KPK.
Ini akan terjadi yang disebut public justice itu. Orang akan tagih keadilan di jalanan, atau street justice. Jadi, itu bahayanya. Karena orang-orang di sekitar Pak Jokowi itu seolah-olah ingin menyelamatkan Pak Jokowi dengan menutupi mata Pak Jokowi tentang keresahan publik.
Pak Jokowi saya kira tidak punya akses yang riil untuk merasakan bahwa ada kemarahan publik. Ini adalah kesalahan dari orang-orang di luar Pak Jokowi itu. Ketidakmampuan Jokowi untuk berinteraksi langsung secara intelektual dimanfaatkan oleh mereka supaya Pak Jokowi terlindungi. Padahal, itu justru berbahaya.
Saya ingin menyelamatkan figur Pak Jokowi jutru supaya Pak Jokowi ngerti bahwa bagian-bagian masyarakat itu ada yang dimanipulasi untuk sekedar menjilat-jilat beliau. Itu intinya. Dan kita mulai meragukan apakah betul Pak Jokowi bisa menyelesaikan periode kepemimpinannya sampai 2024.
Potensi social unrest, potensi kekacauan kita hari ini. Jadi tingkat kemarahan publik itu tinggi sekali hari ini. Itu yang tidak dikenali Pak Jokowi. Kenapa? Karena akses Pak Jokowi untuk mengerti itu dihalangi oleh para penasihatnya tuh.
Saya pikir itu. Selain kritik saya yang langsung tertuju pada Pak Jokowi, ya saya juga menganggap bahwa ada lingkungan yang jadi bemper di situ. Tentu itu disewa oleh oligarki, disewa oleh intelijen segala macam. Itu bahayanya, presiden yang kapasitasnya kurang, lalu dimanfaatkan oleh mereka yang punya kepentingan.
Jadi, artinya bukan hanya Anies dong yang terjebak ya. Pak Jokowi juga mungkin tanpa sadar juga bisa dijebakkan dalam situasi semacam ini.
Iya, tentu banyak orang yang menganggap Pak Jokowi, Anies nanti akan memenjarakan Anda setelah dia terpilih. Lalu, Pak Jokowi mulai pasang strategi, kalau begitu kita upayakan supaya Anies jangan maju tuh. Kan padahal nggak ada percakapan itu di publik.
Orang Indonesia adalah pemaaf, orang Indonesia mengerti bahwa kapasitas Pak Jokowi tidak mampu untuk dipakai membuktikan janji-janjinya. Ya sudah, orang sudah anggap itu kan. Dan semua publik internasional juga tahu bahwa Pak Jokowi nggak punya kapasitas melebihi yang dia janjikan, yang ekonomi akan tumbuh sekian, oposisi nanti tidak diperlukan segala macam, itu berbalik kan?
Jadi, biasa saja di ujung kepemimpinan seseorang yang sudah 7 tahun, Pak Jokowi ngerti tentang politik, tetapi publik menganggap bukan itu yang kita tagih dari Pak Jokowi. Janji-janjinya itu musti diperlihatkan dan itu nggak terjadi. Lalu, Pak Jokowi berdasarkan informasi penasihatnya, ini kan ada covid, karena segala macam.
Loh, sebelum covid pun Indonesia sudah nggak tumbuh. Jadi apologia itu yang justru membuyarkan harapan kita bahwa Jokowi bisa tampil sebagai pemimpin bermutu dan dicatat dalam sejarah kita. Nanti setelah 2024 orang akan tanya apa sejarah Pak Jokowi? Yang orang ingat adalah beliau nggak mau minta maaf soal Arema.
Apa prestasi Pak Jokowi? Prestasi dia adalah menghalangi Anies jadi presiden. Kan itu buruk ya, dan itu yang kita ingatkan sebetulnya. Kalau saya katakan Istana itu dungu karena cara itu, bukan pribadi orang yang dungu tapi cara mereka melindungi Pak Jokowi itu dungu. Itu yang nggak mungkin berubah dari cara saya menganalisis.
Jadi sikap KPK akan tetap terus maju untuk menghalangi Anies Baswedan ini sesungguhnya tidak hanya menjebak Anies saja tapi juga menjebak Pak Jokowi juga ya.
Betul. Itu Pak Jokowi terjebak di situ tuh. Mungkin dia ingin bercakap-cakap dengan Anies, tapi lingkungannya bilang jangan. Mungkin Pak Jokowi ingin bercakap-cakap dengan Habib Rizieq Shihab, tapi lingkungannya yang bilang jangan, berbahaya itu, tuker tambahnya berat segala macam.
Jadi ini soalnya tuh. Jadi, Pak Jokowi dihipnosis oleh lingkungannya sendiri untuk makin tidak punya kapasitas membaca arah demokrasi itu.
Dan bagi kita semua sebenarnya kita nikmati saja soal ini dan karena kita sebenarnya mengingatkan bahwa biang persoalan seluruhnya itu adalah 0%. (Sof/sws)