Pao An Tui Masih Eksis

Demo warga keturunan China di Jogjakarta.

 Organisasi ini adalah simbol oportunistik Tionghoa Indonesia, yang hanya sibuk menjaga properti dan bisnis mereka ketimbang membantu Indonesia memerdekakan diri.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

WARGA Negara Indonesia (WNI) nonpribumi termasuk keturunan China tidak memiliki hak milik atas tanah di Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ), mereka hanya bisa memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) dan sejenisnya.

Pakar Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta, Prof Dr Suhartono menuturkan, ada faktor historis mengenai larangan WNI nonpribumi memiliki tanah di Jogjakarta. Larangan itu telah tertuang dalam Surat Instruksi Wakil Kepala Daerah (Wagub) DIJ No K.898/i/A/1975.

Kendati ditandatangani Paku Alam VIII, tapi pada dasarnya larangan tersebut keluar karena titah dari Gubernur DIJ sekaligus Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat masa itu, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX.

Sementara pada masa itu, lanjut Suhartono, dari kalangan Tionghoa terkesan dilindungi politik kolonial. Atas dukungan itu akhirnya mereka berhasil tampil sebagai salah satu ekonomi terkuat, mengekploitasi kalangan pribumi. “Antara lain atas dasar historis itulah hingga ada aturan tersebut,” katanya.

Sri Sultan Hamengku Buwono X, dalam berbagai kesempatan pernah pula mengatakan bahwa: “Maaf bukan sara, tapi China dan keturunannya tidak pantas jadi pemimpin di bumi Nusantara. Fakta sejarah Tionghoa adalah satu- satunya penghianat NKRI”.

Di masa Hindia-Belanda: Tionghoa menjadi golongan kedua atau menengah yang menjadi kelompok membantu Belanda. Kaum Pribumi justru menjadi kelas ketiga atau bawah di negeri sendiri. Etnis China merasa nyaman hidup menjadi pelayan Belanda, bagi mereka merdeka atau tidak negara Indonesia itu tidaklah penting.

Bentuk penghianatan Tionghoa bisa dilacak sejarah kelam Pao An Tui adalah milisi bersenjata dari etnis China di Indonesia, yang bercitra buruk di mata rakyat Indonesia. Karena, milisi yang dibentuk secara 'Nasional' dulu dilatih dan dipersenjatai oleh tentara Belanda (KNIL).

Tak ada catatan sejarah tentang peran serta Pao An Tui ikut dalam perjuangan Kemerdekaan Indonesia.

Fakta Pao An Tui tidak berpihak pada Republik Indonesia juga dibuktikan antara lain dengan adanya serangan laskar Pao An Tui di Medan ke pihak TNI yang saat itu dikomandoi oleh Jamin Ginting. Alasan penyerangan mereka adalah karena ingin membalas dendam kepada 'laskar liar'.

Akibat penyerangan ini mereka pun balik di tumpas oleh pasukan TNI yang dipimpin Jamin Ginting.

Catatan sejarah lain menyatakan Pao An Tui pada saat peristiwa 10 November 1945 memihak pada tentara Belanda.

Penelitian tentang keberadaan Pao An Tui, dengan membaca arsip-arsip milik Belanda, sampai pada kesimpulan Pao An Tui di Surabaya terlibat membantu NICA dalam perang 10 Nopember (lihat penelitian Andjarwati Noorhidajah yang terangkum dalam buku Tionghoa di Surabaya, serta memoir Soemarsono – komandan Pemuda Rakyat).

Pao An Tui di Tangerang dibentuk oleh Chung Hua Hui – organisasi para tuan tanah kaya yang menjadi anak emas Belanda selama sekian ratus tahun – yang pro NICA. Ada informasi sulit diklarifikasi menyebutkan bahwa Pao An Tui Tangerang berniat mendirikan negara Capitanate of Tangerang.

Pao An Tui di Jakarta (Batavia-Betawi) dipersenjatai oleh Jenderal Spoor, komandan NICA. Pao An Tui di Bandung diberi akses ke perdagangan gelap senjata di Singapura oleh Raymond Westerling (lihat biografi Westerling si pembantai).

Pao An Tui tidak punya jasa sama sekali dalam perjuangan kemerdekaaan Indonesia.

Organisasi ini adalah simbol oportunistik Tionghoa Indonesia, yang hanya sibuk menjaga properti dan bisnis mereka ketimbang membantu Indonesia memerdekakan diri.

Apakah Laskar Pao An Tui sudah bubar? Mungkin secara nama dan kesatuan sudah bubar, tapi dengan konsolidasi singkat, apalagi setelah rekayasa peristiwa `98 yang mampu membangkitkan pertahanan bangsa China di Indonesia, Oligarki sudah menguasai kebijakan ekonomi dan politik negara. Pao An Yui gaya baru masin kuat dan makin eksis.

Satu dari 36 teori Sun Tsu:

"借刀殺人" (jie dao sha ren)

(“Bunuh dengan pisau pinjaman. Pinjam tangan orang-orang lain untuk membunuh musuh nya”).

Pao An Tui:

Menyerang musuh dengan menggunakan kekuatan pihak lain (karena kekuatan yang minim atau tidak ingin menggunakan kekuatan sendiri).

Perdaya sekutu untuk menyerang musuh kita

Sogok aparat musuh untuk menjadi penghianat, atau

Gunakan kekuatan musuh untuk melawan diri mereka sendiri.

Catatan ini tentu tidak bermaksud menafikan adanya tokoh dari keturunan Tionghoa yang secara pribadi saat ini justru menjadi militan nasionalisme yang hebat, ikut berjuang  menentang dominasi kekuatan Oligarki China (Pao An Tui – bentuk baru) yang sudah sangat membahayakan negara. (*)

1536

Related Post