Pemerintah Makin Ugal-ugalan Melanggar Konstitusi Bisa Memicu Separatisme dan Anarkisme Masyarakat

Jakarta, FNN - Gerilya politik untuk memuluskan perpanjangan masa jabatan presiden terus dilakukan oleh pendukung Presiden Jokowi. Namun tak ada gelagat DPR menghentikan niat buruk itu.

"Ketika pemimpin negara membiarkan perpecahan di masyarakat atau bahkan sengaja menciptakan perpecahan, ini harus dihentikan," kata Gde Siriana, Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) kepada FNN Sabtu,(19/03/2022) di Jakarta.

Gde menegaskan pemerintahan seperti itu harus dihentikan sebab mereka menjalankan pemerintahan tanpa sikap kenegarawanan. 

"Kita harus melihat bagaimana Soekarno, Soeharto, Gus Dur dan Habibi memiliki sikap kenegarawanan itu," kata Gde.

Adapun tugas untuk mengevaluasi pemerintahan itu ada di DPR dan MPR. "Jangan dikira ini hanya sebatas dinamika politik atau demokrasi. Perpecahan di masyarakat sudah sistematis, dalam rangka menghancurkan bangsa Indonesia," kata Gde.

Gde berharap DPR tidak boleh menutup mata terhadap apa yang dilakukan eksekutif.

"Jika DPR MPR tidak menjalankan kewajibannya demi menyelamatkan bangsa, mereka ikut bertanggungjawab atas kerusakan-kerusakan yang sudah maupun akan terjadi. Membiarkan pemerintahan yang seperti ini diteruskan sama saja dengan membiarkan perpesacahan masyarakat semakin dalam," tegasnya.

Persoalan serius ini kata Gde akan  menimbulkan potensi pembangkangan nasional besar, dan dapat memicu tindakan-tindakan anarkis, bahkan memunculkan kembali gelombang separatis di daerah yang tidak puas pada kepemimpinan pusat.

"Ke depan, perilaku pemerintah yang tunduk pada oligarki akan semakin menambah kesusahan dalam hidup masyarakat. Biaya hidup makin tinggi, daya beli makin rendah. Jika harga-harga kebutuhan pokok tidak terkontrol terutama bulan puasa yang akan jadi momen krusial. Bukannya fokus mengatasi ekonomi justru pemerintah menyibukkan dirinya dengan kasak-kusuk memperpanjang kekuasaan tanpa Pemilu," tegasnya.

Tak hanya itu, mereka juga sedang berupaya melakukan amandemen konstitusi yang memiliki resiko besar. "Karena begitu pintu amandemen ini dibuka, dalam konteks hari ini yang tidak ada kepemimpinan politik yang kuat dan negarawan dalam pemerintahan, maka akan banyak pasal-pasal susupan yang ikut dibahas selain perpanjangan masa presiden. Ini terjadi karena kelompok-kelompok lain akan gunakan momentum ini sebagai bargain kepentingan," pungkasnya.  (sws)

346

Related Post