Pemerintah Sebaiknya Dipuja atau Dicerca?
Oleh Sugeng Waras, Purnawirawan TNI AD
DaALAM UUD '45 disebutkan bahwa bumi dan air dikuasai oleh negara untuk kemanfaatan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Harus diakui bahwa faktanya banyak sumber sumber daya alam yang ada, baik minyak, timah, batu bara dan lain lain yang ada ditanah negara, tanah konsesi, dikelola oleh asing karena keterbatasan kemampuan kita.
Dari lahan hak guna usaha itu ada perusahaan yang mendapatkan lahan puluhan hektar, ada yang ratusan hektar, atau total mencapai jutaan hektar tanah konsesi / hak guna usaha.
Bisa dibayangkan semisal kelapa sawit, mulai proses penebangan hutan, penyiapan lahan, pengolahan lahan, proses perawatan, panen, dimana pihak asing mendapatkan keuntungan berlimpah.
Yang jadi pertanyaan, sebenarnya sejauh mana kesepakatan pemerintah dengan asing dalam hak guna usaha baik kebijakan, fasilitas maupun kemudahan kemudahan lainya.
Sebagai bahan pembanding adalah negara tetangga kita, Malaysia yang bisa menjual minyak goreng kepada rakyatnya seharga 8.500 rupiah, sedangkan di Indonesia seharga 14.000 rupiyah / liter, inipun langka, harus mengantri seperti negara miskin.
Ini mengingatkan kita saat awal awal pandemi dimana harga BBM dunia menurun termasuk negara negara sekitar kita, Malaysia, Singapura dan Filphina juga menurun, justru pemerintah Indonesia tidak bergeming menurunkan harga dan tetap pada harga semula.
Dua kejadian ini layak kita menanyakan kepada pemerintah, apa sih sesungguhnya pandangan pemerintah terhadap rakyatnya?
Mensejahterakan, membahagiakan, menyengsarakan, menindas, menjajah atau memanfaatkan rakyatnya.
Rakyat hanya dijadikan sebagai obyek untuk mencari uang dengan menaikkan pajak pajak, harga harga kebutuhan pokok yang nyaris semuanya naik, mencekik tanpa ampun.
Sesungguhnya dari dulu hingga kini pada esensinya tidak ada perubahan tujuan nasional yang tertuang dalam UUD' 45 yaitu mencerdaskan rakyat dan mensejahterakan rakyat
Namun nampaknya hal yang ditonjolkan pemerintah hanya dalam kisaran pembuatan UU / RUU HIP /BPIP yang rentan dengan kelestarian Pancasila sebagai landasan idologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia, UU / RUU Omnibus Law / Cipta kerja yang semakin abai dengan pengangguran, PHK, kesempatan kerja akibat pandemi bagi pribumi, tapi memberi kesempatan kepada TKA baik secara legal atau Ilegal, dan pindah IKN baru yang banyak mengabaikan berbagai hal yang menyangkut situasi dan kondisi bangsa dan negara, kenyamanan maupun pertahanan keamanan negara
Pemerintah seharusnya jujur dan jelas arahnya dalam menuju dan mencapai kecerdasan dan kesejahteraan rakyatnya, sebaliknya jangan hanya menang sendiri dengan menjalankan sistim trias politika abal abal dengan memanfaatkan dan menyalah gunakan TNI POLRI
Segala daya upaya masyarakat untuk mengoreksi, mengingatkan dan meluruskan arah kompas roda pemerintah mulai sikap dan etos kebangsaan yang halus hingga cenderung keras, tidak digubris dan tak pernah diindahkan
Solusi terbaik adalah mengingatkan agar TNI POLRI konsisiten dan konsekwen, jujur dan murni melaksanakan peran, fungsi dan tugas pokoknya sebagai penegak hukum dan kamtibmas, pengaman, pengayom, pelindung, pelayan masyarakat untuk Polri, serta penjaga dan pembela kedaulatan negara dan seluruh isi diatas bumi Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk TNI
Tentunya secara mental dan moral, sesuai landasan berpikir berdasarkan Pancasila dan UUD '45, didukung doktrin TNI, Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan 8 TNI Wajib, serta Polri, Tri Brata dan Catur Prasetya , dengan melaksanakan politik negara bukan politik membela dan mendukung pemerintah saja
TNI POLRI harus senantiasa membela, mendukung dan melindungi negaranya (pemerintah, rakyat, wilayah dan hukum dengan negara lain)