Pencapresan Anies Digunakan oleh Jokowi untuk Menekan Megawati

Jakarta, FNN – Rabu pon kemaren, peristiwa ‘penting’ yang ditunggu-tunggu, yaitu reshuffle kabinet ternyata tidak terjadi. Mungkin ada yang kecewa atau bahkan ada yang senang karena ternyata tidak jadi reshuffle. Yang menarik adalah di tengah-tengah isu reshuffle, pertemuan terjadi antara Surya Paloh dengan Airlangga Hartarto.

Menanggapi hal tersebut, Rocky Gerung dalam sebuah pembahasan di Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Kamis (2/2/23) mengatakan bahwa Pak Jokowi akhirnya bingung. Dia mau mengendalikan, tetapi dia tahu kalau terlalu dikendalikan berbahaya. Karena, selama  7 tahun bersama Surya Paloh, Jokowi mengerti apa yang ada di otak Surya Paloh dan Airlangga.

Dua orang ini adalah orang yang sudah matang dalam politik. Airlangga sudah lama di Golkar, demikian juga Surya Paloh yang sudah malang melintang di istana sejak zaman Pak Harto. “Jadi ini semuanya bola liar sebetulnya. Pak Jokowi merasa ia bisa dikendalikan enggak. Dalam keadaan lame duck, bola liar akan cari posisi-posisi yang menguntungkan. Jadi itu yang menerangkan kenapa akhirnya semua ekspektasi atau kejutan soal reshuffle itu ya udah diabaikan aja,” ujar Rocky.

Jadi, menurut Rocky, Pak Jokowi balik lagi pada seorang tokoh yang kehilangan grip. Memang, dia masih berkuasa, bahkan dia bisa menangkap orang setiap saat, tapi justru kalau dia lakukan itu, hancur posisinya. “Jadi pertarungan papan catur itu menjadi rumit karena dua-duanya menganggap memegang bidang putih. Padahal, catur itu adanya cuma bidang hitam dan putih,” ujar Rocky.

Di sisi lain, kata Rocky, ada ketegangan baru antara Pak Jokowi dengan Ibu Mega yang menunggu keputusan Jokowi soal siapa yang mau dia calonkan. Sementara, Ibu Mega juga mengincar beberapa bagian yang masih bisa dia ucapkan sebagai tokoh partai. “Jadi, kelihatannya komunikasi politik memang ada dalam suasana orkestrasi yang tanpa konduktor,” ujar Rocky.

Bagaimanapun juga, yang sangat mendesak adanya reshuffle adalah PDIP. Mereka sudah menyampaikan raport dari masing-masing menteri yang layak untuk di-reshuffle dan mereka sudah sejak awal menemukan bahwa itu pasti reshuffle, sekarang atau nanti.Tetapi, ternyata Pak Jokowi kemarin memilih untuk tidak melakukan reshuffle.

“Artinya Jokowi ingin ada variabel baru untuk menekan Ibu Mega, dan variabel baru itu tiba-tiba soal Anies. Jadi, kelihatan juga ini kalau dalam strategi politik pasti Jokowi pro Anies sementara untuk menekan Megawati,” kata Rocky.

Dalam pembahasan yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, Rocky juga mengatakan bahwa kalau kita buka logika Jokowi mungkin daripada Anies moncer terus, mending Bu Mega menyerah saja, Ganjar kita ambil. “Jadi, sebetulnya Anies untuk sementara tidak akan ditekan-tekan oleh Jokowi karena Anies adalah alat Jokowi untuk menekan Ibu Mega. Kalau Anies semakin tinggi, PDIP makin panik, dan Jokowi menganggap kalau nggak mau panik ya udah Ganjar aja karena Ganjar pun nanti bisa disulap jadi kayak Anies, kan kira-kira begitu pikirannya,” ujar Rocky.

Jadi, lanjut Rocky, Ibu Mega juga terlalu naif untuk menganggap bahwa tekanan dia untuk reshuffle bisa dengan sendirinya jadi alat tukar tambah dengan Jokowi. Reshuffle oke bagi Jokowi, tapi satu poin yang sudah final pada Jokowi harus Ganjar, karena Ganjar adalah hasil negosiasi dengan oligarki. “Jadi kalau kita terang-terangan buka peta, di belakang persaingan Ibu Mega dan Pak Jokowi ada keinginan oligarki untuk memastikan Megawati mau pro Ganjar atau tidak. Kalau masih ragu-ragu berarti Anies akan menang,” kata Rocky. (sof)

353

Related Post