Pendukung Istana Mulai Nyari Gorong-gorong Buat Keluar dari Istana
Jakarta, FNN – Perekonomian Indonesia yang makin memburuk dan stok bahan bakar minyak (solar dan pertalite) yang mulai menipis, harus menjadi sinyal bahwa negara ini makin tidak baik-baik saja. Apalagi sikap partai pendukung sudah ancang-ancang meninggalkan Jokowi, hal ini semakin mempercepat terjadinya kemarahan massa. Oleh karena itu masyarakat diharapkan bisa bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk, seperti amuk massa. Demikian perbincangan pengamat politik Rocky Gerung dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Officials, Senin, 01 Agustus 2022 di Jakarta. Petikannya:
Bung Rocky, kita update beberapa berita untuk para viewer kita. Tapi, tetap saja fokus kita bagaimana masa depan negara kita ini dan bagaimana realitasnya pada hari ini. Masa depannya, kita lihat ternyata gerakan 3 periode masih jalan terus, tapi ada juga yang lucu-lucuan saya kira, Gerakan Prabowo. Kemarin ada berapa gelintir oranglah yang mendeklarasikan di car free day. Tapi, ada juga survei yang agak menarik indikator politik, karena ini memotret tingkat kepuasan partai-partai pendukung dan oposisi terhadap Jokowi. Yang sangat menarik, ini disebutkan ternyata pemilih partai-partai pendukung Joko Widodo sekarang mulai banyak yang tidak puas. Dan seperti kita duga, yang paling tinggi yang tidak puas adalah Nasdem. Nasdem ini disebutkan angkanya sampai 64 persen pemilih Nasdem tidak puas dengan kinerja Jokowi. Kemudian PAN yang baru saja bergabung 58,6 persen tidak puas, dan PPP 52,2 persen juga tidak puas. Gerindra, juga angkanya juga tinggi yang nggak puas, yaitu 5,2 persen. Ini penting untuk yang mau menggandeng Prabowo-Jokowi. Nah, yang tingkat kepuasannya masih tinggi yaitu PKB, Golkar, dan PDIP. Nanti kita kaitkan ketidakpuasan ini dengan soal stok solar dan stok pertalite yang sudah mulai menipis?
Ya ini berita-berita politik kita itu, bukan soal baik dan buruk. Jadi, soal lucu dan makin lucu. Satu paradoks ngapain nggak puas tentang hal yang jadi orang anggap kok, baru nggak puas sekarang. Emak-emak bilang lucu amat kalian. Nunggu bangkrut dulu, baru nggak puas. Jadi soal semacam ini, itu dengan kuat menunjukkan bahwa efek dari tekanan publik itu membuat partai-partai yang tadinya mendukung istana mulai pelan-pelan nyari gorong-gorong buat keluar dari istana. Itu yang dibaca oleh para surveyor yang juga sebetulnya diam-diam mulai keluar dari pengaruh istana. Itu intinya. Bagaimanapun, Indikator segala macem itu dan survei yang buys-nya nggak kira-kira dari segi kesempatan. Jadi, kalau baru sekarang diucapkan, itu artinya banyak kelucuan. Tapi nggak ada soal, kita sambut mereka supaya bergabung di LBP (Liga Boikot Pemilu). Karena kalau nggak puas, ya ngapain di situ terus? Kita nggak puas sampai di 2024 ngapain? Tunggu partai-partai yang sudah nggak dapat proyek dan merasa bahwa sekaranglah kita bersama-sama dengan rakyat. Ya bagus juga, walaupun terlambat. Tapi konsistensi ada tuh. Mau bersikap terhadap kritik yang pasti makin lama makin kuat. Apalagi setelah ekonomi nggak bisa diselamatkan, itu artinya mereka mulai melihat potensi oposisi untuk memimpin. Nah, oposisi nggak ada masalah karena oposisi yang ada dalam justru Gerindra. Nah, itu menunjukkan bahwa memang dari awal orang tidak ingin agar supaya Gerindra ada di dalam kabinet. Tapi kalau dia mau balik ke oposisi apa mau diterima oleh emak-emak. Jadi, kalau mereka bilang kami nggak puas dengan Jokowi, ya suka-suka lu deh. Kita juga nggak puas dengan kalian. Begitu kira-kira.
Tapi tetap saja menurut saya ini menariknya adalah kalau Nasdem clear dengan mengusung tiga nama itu, dia kelihatannya sudah mulai mencari ikhtiar jalan keluar. Nah, sementara tadinya mau keluar malah terus masuk itu seperti PAN khususnya, juga PPP yang kita tahu juga sebenarnya mereka sedang mencari ikhtiar jalan keluar. Tapi kan sudah disandra di KIB, Koalisi Indonesia Bersatu. Ternyata kemudian mereka pemilihnya tidak puas dengan Jokowi. Jadi, saya kira nanti siapapun yang akan berkoalisi, katakanlah Jokowi tetap akan memanfaatkan KIB, di situ ada PPP dan PAN, atau Ganjar. mereka tahu juga ini sih tiket kosong. Jadi ngga ada gunanya juga?
PAN itu memang partai agak norak. Kan memang norak. Ada di dalam tapi nggak hitung konstituen yang di luar. Kan kita tahu massa PAN, kan sudah cerai berah di bawah. Ada yang ke Amien Rais, ada yang balik pengaruh Soetrisno Bachir. Jadi. semua yang ada dalam PAN itu sebetulnya tidak lagi solid. Walaupun ketua PAN-nya tetap menganggap bahwa ini partai masih bisa dijadikan alat tukar tambah. Tetapi ngapain, tukar tambah demi apa sebetulnya? Jadi, PAN masuk ke dalamnya ya elitnya saja yang masuk. Massanya tetap nggak mau ikut karena lebih berakal massa PAN daripada elitnya. Demikian juga Gerindra. Demikian Nasdem segala macam. Jadi, keadaan ini memperlihatkan bahwa ada kondisi baru, yaitu orang ingin mempercepat Pemilu sebetulnya. Kan kalau orang nggak percaya ngapain tunggu 2024? Logikanya begitu. Jadi mustinya indikator juga kasih pertanyaan berikut: Apakah kalian ingin mempercepat atau memperlambat pemilu? Kan mustinya begitu. Dan logika penelitian begitu. Kalau Anda sudah nggak puas, Anda mau mempercepat? Jangan berhenti di rasa nggak puas. Itu juga kacau. Yang musti dilurusin pikiran dong. Jadi, mustinya dinyatakan “kami menemukan bahwa partai-partai pendukung rezim tinggal elitnya yang pro pada istana; yang lain sudah tidak percaya. Maka pertanyaan berikutnya, masih mau mendukung sampai 2024 atau tidak?” Begitu cara membuat pertanyaan survei, kalau mau kritis.
Iya, karena tetap saja memang Indikator mengisahkan bahwa kepuasan Jokowi masih di atas 60%. Tetapi, dia sudah mulai main-main dengan menyatakan bahwa para pemilihnya tidak mendukung lagi. Saya kira gini, kalau kita lihat realitas di lapangan, wajar sih tidak puas seperti yang Anda sebutkan dan itu sebenarnya sudah cukup puas. Tetapi, kalau mereka tahu realitas, itu sekarang surveinya pasti akan lebih drop lagi. Ini saya bacakan soal BBM saja ini. Karena kita harus ingat bahwa soal BBM ini kan pasti dampaknya langsung ke seluruh harga kebutuhan, karena BBM sebagai bahan bakar yang diperlukan untuk distribusi. Saya bacakan ini ya, saya kutip dari Corporate secretary PT Pertamina Patra Patra Niaga, Ginting, bahwa hingga Juni, realisasi penyaluran solar itu sudah mencapai 8,3 juta kilo liter; sedangkan kuota yang ditetapkan pada tahun ini hanya 14,9 juta liter. Artinya, dalam setengah tahun lebih. Kemudian, pertalite sudah mencapai 14 juta kilo liter, sementara ini hanya 2,3 juta kilo liter. Jadi kalau dilihat secara proporsional, kata dia, di pertengahan tahun saja sudah lebih dari 50%, bahkan untuk pertalit sudah di atas 60%. Kita tahu biasanya pada bulan Desember itu biasanya banyak sekali orang liburan sehungga kebutuhan konsumsi bahan bakar semakin tinggi. Ini artinya sama saja ngomong “jangan marah ya kalau nanti sebelum tahun berakhir habis, karena kalian habisin. Kira-kira begitu logika mereka?
Ya, itu akhirnya. Kadang kalau kita lihat pergerakan harga energi dunia itu, terutama pesawat, ini saya juga lagi kesel karena saya mau pergi ke Nepal. Ternyata begitu dibuka bulan ini harga tiketnya 7 juta. Nanti di bulan Oktober bisa 25 juta, tiga kali lipat. Jadi, memang terlihat itu tidak bisa dicegah. Jadi, kalau Pertamina atau negara, misalnya, siapkan anggaran untuk mem-build out Pertamina, itu juga tiga bulan juga habis. Dan hutang kita jadi tambah terus, lalu bangkrutlah. Tapi bangkrutnya itu tidak ada soal karena pasti akan dipertahankan terus. Sama seperti Garuda, sudah bangkrut juga masih dipertahankan. Tetap kalau soal harga yang betul-betul disebabkan oleh energi itu, yaitu kebutuhan pokok naik, mau disubsidi dengan apa? Efek dari pengangkutannya naik, harga bahan-bahan naik, inflasi naik lagi. Tetapi, semua ini menunjukkan menyogok rakyat dengan cicilan tidak akan mempan lagi. Dan rakyat tahu bahwa kalian menyimpan uang, sementara kami di bawah UMKM berantakan semua yang dijanjikan oleh Presiden Jokowi bahwa di masa pandemi akan diselamatkan, enggak terjadi lagi itu. Ya sudah kita siap-siap saja kemarahan massa itu akan bertemu dengan ketidakpuasan partai-partai politik tadi. Jadi, sekali lagi selamat datang pada percepatan pemilu.
Kita tahu kan dampak dari kelangkaan BBM. Itu akan terjadi ya kalau sampai pertengahan tahun sudah lebih dari 50%, artinya kan arahnya menjadi kelangkaan. Dan pilihannya adalah BBM BBM tidak disubsidi dan itu harganya terjangkau oleh publik?
Ya itu kita dihitung mungkin empat minggu lagi. Jadi 8 juta kilo liter itu habis habis delapan minggu. Betul-betul itu akan terjadi dan kita nggak tahu bagaimana caranya. Kalau tanya Sri Mulyani dia enggak tahu juga bagaimana nalangin itu. Satu-satunya cara adalah menyerah. Beri tahu pada rakyat bahwa kita sedang menuju ke Srilanka. Mustinya Sri Mulyani yang mengucapkan itu. Saya Sri Mulyani, memperingatkan bahwa kita saat ini sedang satu langkah menuju Sri Langka. Jadi enak dibikin headline-nya.