Penerapan UU ITE Perlu Dikaji untuk Mencegah Polarisasi
Bengkulu, FNN - Pakar politik sekaligus akademisi Universitas Bengkulu Dr. Panji Suminar menyebutkan penerapan Undang-undang ITE perlu dikaji dan jadi pertimbangan untuk mencegah polarisasi dalam Pilpres 2024.
"Capres-capres yang maju mereka menonjolkan citra diri bahwa mereka berkompeten, bukan melakukan politik primordial dan membuat polarisasi. Namun, yang menjadi masalah kan simpatisan dan buzzer yang menggoreng isu, kampanye negatif bahkan kampanye hitam," kata Dr. Panji Suminar di Bengkulu, Jumat.
Saluran yang dimanfaatkan simpatisan serta buzzer untuk berkampanye negatif bahkan kampanye hitam itu lewat media sosial atau ruang digital. Etika dan aturan di ruang digital itu lah yang perlu dikelola agar benih-benih polarisasi yang berawal dari kampanye hitam bisa dicegah.
"Makanya perlu dikaji penerapan UU ITE, harus keras dan tegas terhadap buzzer yang berkampanye hitam dan penyebar hoaks. Tegas dengan menggunakan UU ITE bukan untuk menutup saluran berekspresi, namun menjaga konten-konten yang diberikan konten memecah belah bangsa," tuturnya.
Untuk kampanye negatif sebenarnya menurut Panji secara etika politik masih bisa "diterima" karena hal itu merupakan fakta, namun fakta yang disuguhkan adalah fakta yang negatif.
Tetapi, lanjut dia sangat tidak bisa diterima kampanye yang dilakukan merupakan kampanye hitam, menyebarkan kebohongan ke ruang publik, membuat rakyat terbelah dan membahayakan bangsa.
"Kalau kampanye negatif itu berasal dari fakta negatif dari sosok yang di munculkan, masih dapat diterima walaupun secara etika tidak lah elok menyerang seperti itu. Tapi kalau kampanye hitam itu adalah kebohongan, memfitnah, atau tindakan lainnya yang sebenarnya tidak dilakukan oleh calon yang ingin dijatuhkan," ucapnya.
Dia menyarankan sebaiknya elite politik dan peserta pemilu memberikan contoh yang baik dengan berkampanye menonjolkan program, visi dan misi, bukan malah sibuk mencari kesalahan lawan saing.
"Dan perlu mengontrol para buzzer, baik kontrol dari peserta pemilu, KPU sebagai penyelenggara, maupun pemangku kebijakan, dan penegak hukum. Kalau mereka menggunakan politik identitas, kampanye hitam membuat polarisasi, tindak tegas, hukum berlaku," ujarnya.(sof/ANTARA)