Pengamat Ekonomi INDEF: Pemindahan Ibu Kota di Era Digital Tidak Efisien
Jakarta, FNN - Pengamat ekonomi INDEF, Bima Yudhistira Adhinegara mengatakan, pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang serba dipaksakan akan berdampak lebih buruk terhadap perekonomian Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Bhima, dalam diskusi politik, "Indonesia Leaders Talk," yang disiarkan di jaringan Radio Rasil Nasional dan Internasional, Jumat, 28 Januari 2022 malam.
Menurut Bhima, pembangunan IKN dengan menggunakan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 460 triliun tidak masuk akal alias tidak relevan. Seharusnya pemerintah lebih fokus dalam urusan pemulihan dan implikasi sosial ekonomi rakyat karena Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
"Masih banyak rakyat yang belum tersentuh bantuan sosial yang tidak terjangkau pemerintah," ucap Bhima.
Bhima mencatat saat ini saja baru sebagian kecil dari 64 juta unit UMKM yang mendapat bantuan selama masa pandemi. Oleh karena itu, anggaran yang dialokasikan ke IKN dapat dipastikan bisa berdampak buruk terhadap pemulihan ekonomi.
Ia mengkritik pembangunan IKN yang cenderung menggunakan skema penugasan kepada BUMN, sehingga dana pembangunan dari PEN mengalir lagi ke BUNN. Padahal, efek pembangunan IKN terhadap ekonomi diperkirakan rendah, yakni dibawah 1% terhadap PDB (Produk Domestik Bruto).
Apalagi, ujar Bhima, model pembangunan IKN hanya bertumpu pada pembangunan gedung layanan yang sama sekali tidak menarik dan menjual dari sisi komersial. Seharusnya, pemerintah mempunyai gagasan yang jitu ketimbang cara memulihkan ekonomi dengan memindahkan ke IKN.
Memindahkan ibu kota dengan dalih meningkatkan pelayanan tidak harus membangun gedung-gedung yang baru. Akan tetapi, cukup dengan cara- cara digital dan cerdas, sehingga yang terjadi bukan pemborosan.
Kondisi pindah ke IKN begitu paradoks. "IKN yang kerjanya manual supaya digantikan dengan robot, dibuatlah dengan kecerdasan buatan itu baru efisiensi birokrasi dilakukan. IKN tetap di Jakarta, tetapi birokrasinya tetap lebih efisien dan dan lebih murah" kata Bhima.
Jadi, sama sekali tidak nyambung jika pemerintah berpandangan hanya untuk meningkatkan pelayanan publik yang baik maka perlu dibangun gedung- gedung baru di Kalimantan. Padahal, kini adalah era digitalisasi dan meningkatkan pelayanan digitalisasi itulah yang harus dilakukan, bukan malah pindah ibu kota ke Kalimantan. (BS).