Pengamat: Kepri Butuh Kapal Penangkap Ikan Kapasitas Besar

Tanjungpinang, FNN - Pengamat ekonomi dari Universitas Maritim Raja Ali Haji Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Dodi Dermawan berpendapat nelayan tradisional membutuhkan kapal ikan dengan kapasitas besar agar mampu menangkap ikan di perairan bergelombang tinggi dan berarus kuat.

"Kebanyakan kapal-kapal yang digunakan nelayan tradisional di Kepri berukuran kecil, dengan kapasitas kecil sehingga tidak mampu mengarungi lautan dengan gelombang yang tinggi dan berarus kencang," kata Dodi Dermawan di Tanjungpinang, Senin.

Menurut dia, kelangkaan ikan di wilayah yang memiliki luas lautan mencapai 96 persen dibanding daratan 4 persen, seharusnya tidak terjadi. Apalagi potensi ikan di Kepri, terutama di Natuna dan Anambas sangat besar sehingga seharusnya mampu memenuhi kebutuhan pasar.

Dodi mengemukakan kelangkaan ikan di Tanjungpinang, ibu kota Kepulauan Riau, yang terjadi sekarang, kerap terjadi setiap tahun, terutama saat musim angin utara dan angin selatan.

Sedangkan di perairan Natuna dan Kepulauan Anambas, lanjutnya, nelayan tradisional tidak mungkin dapat melaut bila musim angin selatan dan angin utara, karena angin kencang dan arus kuat di bawah laut.

Kondisi ini semestinya tidak terjadi bila nelayan melaut dengan menggunakan kapal besar.

"Pengadaan kapal dengan kapasitas besar, yang mampu mengarungi lautan dengan gelombang tinggi, angin kencang dan arus kuat, perlu disediakan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas nelayan sehingga mampu menyediakan kebutuhan ikan, yang menjadi makanan pokok masyarakat Kepri," ujarnya.

Dodi mengatakan harga ikan mempengaruhi inflasi di wilayah itu. Bila ikan langka, maka harga ikan juga naik sehingga harga barang kebutuhan lainnya pun ikut naik.

"Saya pikir sudah saat kelompok nelayan di Kepri diberikan bantuan kapal berukuran besar, mungkin dengan teknologi yang memadai sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat," ucapnya.

Sebelumnya, Rektor Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang Agung Dhamar Syakti mengatakan sektor perikanan tangkap dan budi daya ikan. Hasil tangkapan ikan di wilayah Indonesia I yakni Kepri baru mencapai 400-500 ribu ton dari 1,1 juta ton potensi ikan.

Artinya, masih ada sekitar 600-700 ribu ton ikan yang masih berpeluang ditangkap, dan dijual. Untuk membangun industri perikanan tersebut dibutuhkan investasi dan pengadaan kapal ikan berskala besar.

Terkait keramba ikan, menurut dia, Kepri memiliki sekitar 400 ribu hektare lahan. Saat ini, baru digarap 60 ribu hektare.

"Masih banyak tempat untuk budi daya ikan, udang, kepiting dan lainnya. Untuk meningkatkan pendapatan di sektor ini dibutuhkan investasi, regulasi dan teknologi," katanya.

Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kabupaten Bintan Buyung Adly, mengatakan, nelayan tradisional tidak dapat berlayar ke perairan Natuna, Kepulauan Anambas dan Kalimantan sejak dua pekan lalu lantaran angin kencang.

Kapasitas kapal-kapal yang digunakan nelayan tradisional maksimal hanya 5 GT sehingga hanya mampu mengarungi perairan di sekitar Bintan. Hasil melaut pun relatif sedikit sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar di Tanjungpinang.

"Yang bisa melaut ke Natuna, Anambas, Kalimantan dan perairan lainnya yang banyak ikan itu hanya kapal besar. Bintan ada sejumlah pengusaha yang memiliki kapal besar, namun kualitas ikan yang didapat itu untuk kebutuhan pasar internasional dengan harga yang tinggi," katanya. (mth)

170

Related Post