Penggusuran Rempang Jalan Terus, Akhirnya Pemerintah Sekadar Menjadi Antek dari Modal Besar

Penolakan warga Rempang

Jakarta, FNN – Akhirnya, Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono,  meminta maaf atas ucapannya yang membuat heboh masyarakat, yaitu menginstruksikan prajuritnya untuk memiting warga Rempang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau, jika mereka melawan. Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, mengakui bahwa pendekatan pemerintah untuk mengembangkan Rempang Eco City di Pulau Rempang kurang pas. Akibatnya, terjadi konflik antara warga Rempang dengan aparat.

“Ya, jelas itu adalah soal kebijakan yang salah. Kebijakan yang salah itu menimbulkan ekses yang didekati dengan cara salah juga. Jadi jangan pemerintah, Pak Luhut atau Panglima TNI, menganggap itu cuma soal pendekatan. Bukan. Ini dari awal adalah ekses struktural dari omnibuslaw. Musti begitu menerangkannya,” ujar Rocky Gerung di kanal You Tubenya, Rocky Gerung Official, edisi Rabu (20/9/23).

“Kan ini perampasan, yang disebut sebagai pengosongan, yang sebetulnya diandaikan sebagai upaya untuk memuliakan rakyat di situ, tanpa ada persetujuan mereka. Omnibuslaw itu enggak ada basa-basi tanya pada masyarakat Melayu di situ. Diputuskan di pusat, karena tekanan oligarki, ditekan oleh oligargi, karena ada modal asing yang mau masuk. Ini sebetulnya negara diperintah oleh oligarki. Nah, perintah itu yang kemudian diubah menjadi tekanan kekerasan oleh aparat di Rempang,” lanjut Rocky.

Rocky juga mengatakan bahwa ini bukan soal pendekatan on site, tetapi ini ujung dari kebijakan yang menghisap hak-hak rakyat. Omnibuslaw itu menghisap hak rakyat dan memiskinkan buruh. Jadi, kita mesti lihat bahwa pendekatan political economy itu yang harus dikemukakan.  Bukan hanya dengan Luhut mengatakan bahwa itu salah penanganan atau panglima TNI minta maaf. Sudah terlihat bahwa ada kekerasan di situ.

Demikian juga dengan Mahfud MD yang mengambil narasi seoalah-olah itu bukan hal yang berbahaya kalau sekedar pengosongan, yang berbahaya adalah penggusuran. Fakta-fakta itu adalah hubungan sebab akibat.

“Apapun yang diucapkan oleh pemerintah, akhirnya kita tetap curiga bahwa itu akan tetap dieksekusi dengan cara apa pun. Dan mengeksekusi sesuatu tanpa ada pertimbangan etika lingkungan, pertimbangan keamanan masyarakat sekitar, atau bahkan tekanan-tekanan internasional, itu menunjukkan bahwa Jokowi di ujung kekuasaannya ingin memperlihatkan arogansinya, dan ingin menyatakan bahwa dia bisa lakukan apa saja,” ungkap Rocky.

Meski para menteri mengatakan mungkin akan ditunda sedikit, kata Rocky, kami ingin bukan hanya ditunda sedikit, tapi batalkan semua, bahkan semua proyek yang memakai nama proyek strategis presiden atau proyek strategis nasional.

“Tidak ada yang strategis di situ kalau dasarnya melanggar prinsip pertama dalam konstitusi kita, yaitu melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia,” ujar Rocky.

Meski berbagai pernyataan para petinggi negara saat ini slow down, sepertinya warga Rempang masih tidak bisa tenang karena tetap saja targetnya harus kosong.

 “Ya itu yang ditargetkan di situ. Dan kalau ada slow down, itu sudah nyari taktik untuk membujuk kembali atau mungkin menyogok masyarakat di situ, atau menyogok LSM segala. Dan slow down ini dalam upaya untuk mencari hadiah yang paling bagus buat masyarakat Rempang. Nggak ada hadiah di situ. Kita mesti pastikan bahwa rakyat Melayu tidak minta hadiah. Mereka minta hak dia untuk tidak diganggu gugat,” ujar Rocky.

Tetapi, menurut Rocky itu tidak akan berhasil karena ada sesuatu yang final bahwa dengan Rempang terbuka seluruh borok dan seluruh kejahatan lingkungan yang disembunyikan oleh pemerintahan di balik isu investasi. Jadi, menurut Rocky, investasi itu proyek yang betul-betul diarahkan untuk merusak lingkungan dan mencerai beraikan masyarakat. Tidak mungkin kita berpikir bahwa investasi itu akan menghasilkan kehidupan yang lebih baik selain sebagai janji aja. Janji yang dipalsukan, yang dari awal tidak diungkapkan dalam aturan-aturan perjanjian adat.

“Jadi, kemampuan kita untuk menilai pada akhirnya harus kita simpulkan bahwa pemerintah itu sekadar menjadi antek dari modal besar, entah itu lokal, apalagi itu internasional, yang melanggar prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,” ujar Rocky dalam diskusi yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, Rabu (20/9). (ida)

370

Related Post