Peresmian Kereta Cepat Jakarta - Bandung Ditunda, Cermin Kekacauan Dalam Koordinasi
Jakarta, FNN - Rencana Presiden Jokowi meresmikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung pada 18 Agustus batal. Pembatalan dilakukan karena Kereta Cepat Jakarta-Bandung tersebut masih perlu diuji coba. Kereta cepat hasil kerja sama dengan China itu baru akan diresmikan pada September setelah stasiun kereta cepat tersebut mempunyai akses ke jalan. Wakil menteri negara BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, mengatakan bahwa ini ‘stupid’ karena ada stasiunnya, tapi tidak ada akses ke jalan raya dan jalan tol.
Menanggapi pembatalan peresmian kereta cepat Jakarta – Bandung ini, Rocky Gerung dalam diskusi bersama Hersubeno Arief di kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Senin (14/8/23) mengatakan, “Jadi bayangkan berapa banyak biaya yang dihamburkan karena inefisiensi. Jadi, perencanaan dari awal ini berantakan sebetulnya. Yang kalau kita sebut ini perencanaan para bajingan nanti marah lagi tuh. Kan memang itu yang diakibatkan oleh awut-awutannya perencanaan.”
Sebetulnya, lanjut Rocky, perencaan proyek kereta cepat tersebut bisa dihemat dari awal, ketika ekonomi cukup baik, ketika soal-soal pembebasan tanah sudah selesai.
“Tetapi, ini mau buru-buru pamer tentang prestasi. Karena itu, dipastikan bahwa 17 Agustus 2023 akan ada kereta cepat. Ya, iya, keretanya itu bisa dipercepat di dalam laptop Pak Jokowi, tetapi faktanya kan tidak terjadi. Itu yang sering kita katakan bahwa APBN itu adalah batas dari ambisi politik, ” ujar Rocky.
Rocky juga mengatakan bahwa saat ini mungkin orang sudah menganggap bahwa sudahlah, tidak usah dipamer-pamerkan, karena mungkin dalam 3-4 tahun ke depan kereta itu tidak diperlukan lagi karena orang akan pakai teknologi lebih baru. Mungkin orang yang punya uang akan membeli helikopter untuk pergi ke Bandung atau pakai drone yang harganya makin murah.
“Jadi, bagaimana caranya kita mau memahami ini proyek-proyek mercusuar Presiden Jokowi. Itu hanya satu poin, yaitu ingin memamerkan sesuatu dan pameran itu akan dilupakan orang tuh. Semua kereta cepat itu, dalam hitungan 20 tahun ke depan itu sudah enggak diperlukan lagi, karena pasti ada temuan teknologi baru. Sementara kita masih bayar hutang tuh sampai 100 tahun ke depan,” ungkap Rocky.
Jadi, lanjut Rocky, bayangkan kalkulasi ekonomi atau economy of skill itu tidak ketemu, tetapi dipaksakan. Akhirnya, digerogotilah anggaran untuk pendidikan, anggaran untuk pertahanan, dan anggaran untuk kesehatan, untuk subsidi tarif, meskipun dihitung sebagai penyertaan modal.
“Jadi, poin kita, hal-hal yang bersifat social welfare itu tidak diperhatikan oleh pemerintah karena tetap ini ada investasi yang berbiaya tinggi, yang dari awal sudah dikritik. Jadi, sudah, kita tunggu aja bahwa mangkrak itu artinya tidak ada poin yang bisa kita selamatkan lagi dari situ. Apalagi kalau pakai hitungan ekonomi kayak Rizal Ramli atau Said Didu atau Faisal Basri yang sebetulnya di dalam kritik mereka itu adalah upaya untuk menghemat anggaran,” ungkap Rocky.
“Bukan kita anti-teknologi tinggi, tapi kapan teknologi tinggi diperlukan dan diperlukan oleh siapa. Kan selalu pertanyaan teknologi tentang infrastruktur ber-hightech itu berapa dananya dan untuk kepentingan siapa tuh. Padahal, kita rakyat Indonesia itu masih memerlukan jalan gojek, perlu angkutan desa yang masih berantakan. Jadi kemewahan itu dipertontonkan hanya untuk ambisi,” lanjut Rocky.
Dalam diskusi tersebut Rocky juga mengatakan bahwa sebetulnya poin kita bukan soal menolak kereta cepat, tetapi skala ekonomi dapat atau tidak. Selain itu, momentumnya ada atau tidak. Ini cuma soal kapan mau dibuat dan demi kepentingan siapa. Semuanya demi kepentingan Jokowi yang akan dipamerkan. IKN dan kereta cepat dibangun untuk meninggalkan semacam menara Babel, semacam monumen, tapi monumen itu sudah berantakan. Dari awal monumen itu berantakan, bukan karena kritik luar negeri terhadap ketidakmasukakalan bikin kereta cepat dan harganya bisa berubah-ubah. Teknologinya sudah jelas, kemampuan untuk mengantisipasi, memitigasi bencana sudah jelas. Jadi, apa yang kurang jelas di situ sehingga harus ditunda dan akhirnya biayanya membengkak.
“Jadi, poin kita selalu adalah kekacauan di dalam koordinasi. Dan itu kemudian kita dengar kritik-kritik dari dalam kabinet sendiri kan. Tapi kan orang-orang ini selama masih ada di dalam kabinet tentu menganggap bahwa ini masuk akal. Sri Mulyani pasti tahu bahwa ini nggak masuk akal tuh, IKN, kereta cepat. Kan kita tahu cara berpikir Sri Mulyani, tapi dia nggak mungkin tegur itu, karena dia cuma kasir. Itu masalahnya,” ujar Rocky.(sof)