Pergerakan Indonesia Menolak Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Semarang Menggugat berunjuk rasa di depan kompleks Gedung DPRD Jawa Tengah di Semarang, Jawa Tengah, Senin (11/4/2022). (Foto: ANTARA)
Jakarta, FNN - Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional (DPN) Pergerakan Indonesia Sereida Tambunan menolak perpanjangan masa jabatan presiden dan mengecam aksi pengeroyokan terhadap pegiat media sosial Ade Armando saat demonstrasi 11 April di depan Gedung DPR Jakarta.

"Menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan mengecam aksi brutal pengeroyokan Ade Armando," katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

Menurutnya, aksi unjuk rasa oleh kelompok mahasiswa di berbagai daerah pada Senin (11/4) dilakukan secara damai dengan tuntutan sesuai konteks lokal di daerah masing-masing.

Namun, lanjutnya, dari seluruh aksi demonstrasi di berbagai kota, ada satu benang merah tuntutan mahasiswa, yaitu menolak penundaan Pemilu Serentak 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

Wacana perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode itu bergulir dari elite partai politik, antar lain Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Isu perpanjangan masa jabatan presiden itu juga muncul dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, yang merupakan para pembantu Presiden, katanya.

"Maka wajar jika kemudian wacana ini direspons dengan aksi massa mahasiswa di seluruh Indonesia. Meskipun Presiden Jokowi sudah tegas melarang para pembantunya bicara wacana tiga periode, namun aksi mahasiswa ini menjadi peringatan bagi para elite politik untuk tidak main-main menggulirkan wacana tersebut," jelasnya.

Dalam sejarah bangsa, lanjutnya, mahasiswa merupakan salah satu tolok ukur demokrasi. Pergerakan Indonesia sendiri, tambahnya, adalah organisasi rakyat yang percaya pada proses demokratis berbasis Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI 1945.

"Dengan mengamati perkembangan terkini, maka kami mengambil sikap secara organisatoris. Pertama, menolak secara tegas dan lugas wacana perpanjangan masa jabatan presiden karena hal itu telah melanggar Undang-undang Dasar Negara RI 1945 pasal 7, yang mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden," katanya.

Menurut dia, masa jabatan presiden dan wakil presiden berlangsung selama lima tahun dan dapat dipilih kembali sebanyak satu kali sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Kemudian, lanjutnya, proses penyelenggaraan pemilu juga sudah ditetapkan berdasarkan peraturan, persiapan, dan penyelenggaraan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), sehingga harus berjalan tepat waktu.

"Kedua, mendukung segala bentuk aksi demonstrasi massa yang dilandasi semangat perjuangan konstitusional dan kemanusiaan. Kami menilai bahwa demonstrasi adalah sarana demokrasi rakyat dalam menyatakan pendapat disertai prinsip kewarganegaraan, tanpa disertai aksi brutal dan upaya gerakan makar," katanya.

Ketiga, dia menentang aksi pengeroyokan terhadap Ade Armando yang menolak wacana perpanjangan masa jabatan dan tiga periode Presiden Jokowi. Tindakan itu akan merusak kemurnian aksi mahasiswa dan garis rakyat yang berdemonstrasi dengan prinsip kemanusiaan.

"Sekaligus kami meminta pihak aparat keamanan untuk melakukan tindakan kepada pelaku brutalisme, dan aparat keamanan tidak melakukan represi kepada massa aksi," tukasnya.

Keempat, dia menuntut pembebasan para demonstran yang tidak terkait tindak pidana. Mereka yang hadir dinilai menyuarakan pendapat dilindungi oleh UUD Negara RI 1945, katanya.

"Kami berharap sikap ini menjadi energi untuk tetap menjaga proses demokrasi yang konstitusional dan menjunjung nilai kemanusiaan," ujarnya. (Ida/ANTARA)
343

Related Post