Perilaku Korup Raja Yordania: Transaksi USD 100 Juta Timbun Aset di Eropa dan USA
Oleh Faisal S Sallatalohy | Mahasiswa Hukum Trisaksi)
Di tengah krisis ekonomi dan pengangguran yang meningkat lebih dari 100% di Yordania, Raja Abdullah II ketahuan menyalurkan $100 juta melalui jaringan perusahaan rahasia untuk membeli properti mewah yang tersebar di Eropa dan Amerika.
Perilaku timbun-menimbun harta kekayaan di luar negeri ini, bocor melalui investigasi Will Fitzgibbon dari konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ).
Isi dokumen mengungkapkan, Raja Abdullah II melakukan tranksaksi secara tersembunyi melalui perusahaan cangkang dan dikawal penasihatnya di Swiss dan Karibia. Identitasnya disamarkan dengan sebutan “you know who”, Anda tahu siapa.
Dirincikan, dana US$ 100 juta digunakan untuk membeli properti mewah di kawasan elit Amerika Serikat dan Inggris, termasuk di Malibu, California, dan kawasan Kensington di London.
Di Malibu, California misalnya, Raja Abdullah membeli rumah mewah dan megah seperti hotel resor" dengan 26 kamar seharga US$ 33,5 juta. Tepat menghadap hamparan garis pantai yang terkenal sebagai lokasi adegan terakhir yang dramatis dalam film Planet of the Apes tahun 1968.
Sebelumnya, Abdullah juga dilaporkan telah membeli tiga kondominium di Washington DC dengan total harga US$ 13,8 juta.
Dokumen yang bocor itu juga mengungkap bagaimana penguasa Yordania itu secara diam-diam memperoleh portofolio tujuh properti mewah di Inggris. Termasuk tiga di Belgravia, London dengan harga pasar saat ini sekitar £28 juta.
Kebocoran dokumen transaksi mencurigakan Abdullah, mendapat protes keras masyarakat Yordania yang saat ini hidup dalam kondisi ekonomi sulit, pengangguran yang meningkat menjadi 23,32% dengan tingkat pengangguran muda 46,1%. Saat ini, diperkirakan 1 dari 4 angkatan kerja Yordania menganggur. Mengkonfirmasi rendahnya akses lapangan kerjaan.
Tingginya pengangguran berbanding lurus dengan kemiskinan yang meningkat capai 24,1% akibat stagnasi ekonomi yang berlangsung selama satu dekade terakhir.
Masyarakat marah menyoroti gaya hidup sang diktator yang telah berkuasa sejak 1999. Apalagi perilaku menimbun kekayaan di luar negeri dengan jumlah transaksi yang terus meningkat ini terjadi di tengah kenaikan kucuran pinjaman asing yang masuk.
Protes masyarakat, mencurigai transaksi itu berasal dari korupsi Abdullah terhadap pinjaman yang sejauh ini tidak direalisasikan secara utuh untuk memulihkan perekonomian nasional.
Sejauh ini, Inggris secara konsisten memberi pinjaman hingga £100 juta per tahun dalam bentuk bantuan bilateral ke Yordania. Termasuk Amerika dalam tahun mutakhirnya, sebagaimana yang tertuang dalam laporan "Contries that Receive the most foreign aid from the United State", mengirimkan bantuan senilai US$ 1,8 miliar kepada Yordania.
Rakyat mencurigai sebagian besar aliran masuk pinjaman asing tersebut, ditilap Abdullah untuk membangun kekayaan yang tersebar di Amerika dan Eropa. Kecurigaan tersebut berbanding lurus dengan fakta pemulihan perekonomian Yordania yang berjalan di tempat.
Sejak 3 dekade terakahir, Abdullah menjadikan kerajaan Yordania sebagai sekutu utama Barat. Kebijakan paling kontroversial pada sisi politik, Amerika dan barat mendorong Yordania menjadikan israel sebagai aliansi vital di kawasan.
Pada sisi ekonomi, liberalisasi dan privatisasi menjadi startegi dasar memutar roda gerak ekonomi dengan imbalan akses pinjaman ke IMF dan World Bank. Lonjakan utang Yordania telah mencapai 114% terhadap PDB. Melampui batas aman 60% terhadap PDB dengan kemampuan bayar utang yang sangat lemah.
Itulah kenapa, Yordania saat ini sedang bernegosiasi dengan Inggris untuk pinjaman program dan kredit devisa sebesar £500 juta untuk keperluan pembayaran kewajiban luar negeri, salah satunya utang pemerintah dan sektor publik.
Selama tiga dekade terkahir, untuk mengatasi kesulitan keuangan, terutama dalam konteks pelunasan utang luar negerinya, pemerintah konsisten mengikuti resep IMF untuk melalukan pengetatan fiskal dan pemangkasan belanja publik.
Raja Abdullah secara otoriter memaksa kebijakan penghematan anggaran. Langkah-langkah tersebut telah menyebabkan kenaikan pajak dan pemotongan subsidi roti, listrik, dan bahan bakar setiap tahunnya. Pemerintah juga meluncurkan kampanye untuk menyingkirkan para koruptor dan pengemplang pajak guna mengendalikan utang publik.
Sayangnya, upaya kerajaan tersebut sangat kontras dengan perilaku Raja Abdullah yang cenderung korup, hidup mewah dan diduga tilap pinjaman luar negeri untuk belanja memperkaya diri dan keluarganya lewat transaksi gelap untuk menimbun harta kekayaan di luar negeri.
Protes terhadap perilaku korup dan hidup mewah keluarga raja serta pemotongan dana untuk kesejahteraan, termasuk kenaikan upah sektor publik, direspon Abdullah secara otoriter dengan memberhentikan beberapa perdana menteri selama satu dekade terakhir. Dilakukan sebagai cara untuk meredakan kemarahan publik.
Ketergantungannya terhadap pinjaman dan jerat sistem ekonomi liberal ala IMF dan World Bank, bukan saja membawa dampak buruk terhadap stagnasi serta kesulitan kondisi ekonomi masyarakat.
Lebih dari itu, membuatnya harus menjadi kacung Amerika dan Barat dengan menjadikan Israel sebagai aliansi vital di kawasan, mengkhianati semangat kemerdekaan Palestina dengan menjadikan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara.
Bahkan menuruti perintah Amerika tembak jatuh rudal Iran ke Israel yang melintasi teriotori udaranya. Alasannya untuk melindungi kedaulatan dan keamanan dalam negeri. Tapi anehnya, selama 75 Tahun rudal asal Amerika dan Barat yg ditembakan Israel melewati udaranya tidak sekalipun ditembak jatuh dengan alasan kedaulatan.
Semua kelakuan sang diktator dilengkapi perilaku kesenangannya terhadap uang dan harta, gaya hidup mewah. Kekayaan membuatnya lupa diri. Jangankan mendukung kemerdekaan Palestina, kesejahteraan dan hak-hak rakyat Yordania sendiri dirampas, dirampok untuk kesenangan pribadi.
Sejauh ini, akibat perilaku korupnya, Abdullah selalu diprotes bahkan beberapa kali diancam gerakan kudeta, terakhir pada bulan April 2023 lalu. Kalangan oposisi yang dipimpin saudara tirinya, berulang kali gelar gerakan perlawanan terhadap tiran Abdullah dengan mengkritik korupsi pemerintah dan upaya reformasi ekonomi Yordania dengan "berulang kali menilap uang rakyat".
Ujungnya, banyak tokoh perlawanan ditempatkan dalam tahanan rumah dan kaki tangannya yg diduga terlibat dalam rencana penghasutan itu dijatuhi hukuman penjara panjang.
Menghadapi perlawanan rakyat demi terus mempertahankan kekuasaannya, Abdullah menghamba dan menguatkan hubungannya dengan Amerika. Ia sukses mengantongi pinjaman dari Amerika mencapai total US$ 22 miliar pada tahun sejak 2018 lalu dan miliaran lagi pada tahun-tahun berikutnya hingga 2024.
Memalukan !!! (*)