Pernyataan Panglima TNI Soal Rempang: Kita Mulai Membaca Bagaimana Negara ini Menjadi Bengis

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono

Jakarta, FNN -  Pernyataan Panglima TNI Yudo Margono di media sosial soal buntut kericuhan Pulau Rempang, menuai berbagai reaksi dari publik, tak terkecuali dari akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung. Di sisi lain, meskipun saat ini Rempang dalam kondisi yang mulai menurun ekskalasinya, tapi tetap seperti masih ada potensi bara dalam sekam.

Mengomentari pernyataan Panglima TNI, Rocky Gerung dalam kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Sabtu (16/9/23) menyatakan, “Ini satu paradoks di dalam pemerintahan Pak Jokowi. Belum pernah dalam sejarah selama reformasi ada pengerahan masif, sistematis, dari aparat. Jadi, kita melihat ke dalam upaya untuk membaca konflik agraria, di mana ada konflik agrarian, perebutan tanah, itu all out. Dari Wadas, Manado kemarin, di NTB, segala macam. Jadi, terlihat ada kebutuhan mendesak dari pemerintah dan oleh negara, untuk memastikan bahwa investasi itu tidak boleh tidak berhasil. Karena memang cuman itu memang andalan dari Presiden Jokowi.”

Jadi, lanjut Rocky, kalau kita dengar misalnya statement Panglima yang menyatakan, “oke kalau 1000 turun ya kita turun 1000”, itu semacam frustasi juga. Untuk apa TNI nurunin seribu kalau rakyatnya seribu.

“TNI turun karena wibawa TNI, bukan karena aparatnya. Polisi lain, polisi memang tugasnya adalah menghalangi secara fisik atau menghalau secara fisik atau membubarkan secara fisik, tapi TNI itu adalah simbol pertahanan negara tuh,” ujar Rocky.

Hal itu tidak boleh terucap dari Panglima “kalau bekal rakyat 1000 kami 1000”. Rakyat dan TNI itu ibarat ikan dan air dan sejarahnya begitu di zaman kemerdekaan. Jadi, kalau sekarang ikan berkelahi dengan air, itu tidak masuk akal.

Tetapi, Rocky juga memahami, mungkin Panglima sudah mulai jengkel karena masalahnya tidak bisa diselesaikan lewat negosiasi, misalnya, lewat meja perundingan. Jadi, TNI juga merasa bahwa bebannya terlalu berat sehingga mesti satu lawan satu.

“Tetapi, sekali lagi, kita ingin supaya TNI itu betul-betul dihargai sebagai aparat pertahanan musuh dari luar, bukan musuh dari dalam. Bahwa ternyata masyarakat Melayu lebih radikal, misalnya, lebih kuat untuk bertahan dibandingkan dengan aparat polisi, itu yang kita sebut rumus sosiologinya begitu, orang yang mempertahankan haknya, dia nggak peduli dengan fisiknya atau bahkan dengan nyawanya bahkan,” ungkap Rocky.

Hal ini berbeda dengan TNI. TNI memang didesain untuk melakukan attack satu kali supaya musuh lumpuh pada menit pertama. Tetapi, itu tidak boleh terjadi.

“Kita mulai membaca bagaimana negara ini menjadi negara yang bengis, seluruh peralatan kekerasan dikerahkan di situ demi membela kepentingan yang disebut program strategis presiden. Tapi ini nggak mungkin diselesaikan dengan cara semacam itu. Mata kamera internasional ada di situ. CNN, Aljazera segala macam sudah ada di Rempang. Apakah Pak Jokowi mau ambil risiko itu, ya silakan. Dan kita akan melihat bagaimana seorang presiden di negara demokratis akhirnya memakai kekerasan,” ungkap Rocky.

Rocky berharap ada upaya negosiasi lagi, kalau kekerasan itu dinyatakan sebagai bentuk penyelesaian terakhir. Tetapi, bagaimana sikap Melayu, ini soal sejarah. Ini yang mesti dipahami oleh pemerintah. Ini soal sejarah, soal hak eksistensial seseorang untuk menempuh jalur hidupnya, bahkan dengan kekerasan atau dengan menolak diiming-imingi keuntungan material.

Dalam diskusi dengan Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu Rocky juga mengatakan bahwa sejarah panjang republik kita mesti kita ingat bahwa memang ada hak rakyat yang ditelantarkan dan ada juga hak dari orang yang terdesak untuk melakukan perlawanan. Rocky ingin agar hal itu dipahami oleh pemerintah kita, terutama oleh TNI, karena ucapan Panglima itu seperti ancaman, walaupun di belakang ancaman itu ada semacam kelelahan.

“Jadi, kira-kira itu yang kita mesti baca psikologi Panglima TNI yang merasa bebannya kok berat betul dan mungkin dengan sedikit kejengkelan ya sudah kita selesaikan, tapi kan bukan itu yang hendak diucapkan. Tetap saya anggap Panglima TNI punya cadangan psikologi yang menganggap bahwa tidak boleh TNI itu berhadap-hadapan dan bahkan melawan rakyat. Apalagi head to head,” ujar Rocky.(ida)

695

Related Post