Perpanjangan Masa Jabatan Ketua KPK: Dicurigai Perpanjangan Efektivitas Pengendalian KPK di Tahun Pemilu

Firli Bahuri, Ketua KPK

Jakarta, FNN – Dalam situasi politik yang makin memanas, kita harus ingat bahwa sampai saat ini belum ada kepastian apakah sistem pemilu akan berjalan normal atau akan ada kejadian-kejadian, akan ada segala macam isu yang terkait dengan upaya pemerintah atau Jokowi untuk menguasai hasil akhir dari Pemilu. Sementara itu, semakin mendekati pemilu, semua orang yang bersikeras untuk tetap mempertahankan prinsip, pasti akan kena intipan, termasuk di kalangan mereka sendiri.

Demikian pembuka diskusi Rocky Gerung bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, dalam Kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Jumat (26/5/23). Di awal diskusi Rocky juga mengatakan bahwa akhirnya politik masuk dalam tahap saling membatalkan dan demi saling membatalkan seluruh cara dilakukan.

Seperti diketahui, kemarin Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun. Dengan diperpanjang satu tahun berarti pimpinan KPK yang sekarang baru akan diganti pada Desember 2024, setelah gelaran Pemilu dan Pilpres selesai. Dengan demikian, mereka masih bisa bertugas sampai pemilu selesai.

Menanggapi hal tersebut, Rocky mengatakan, “Jadi itu akhirnya jadi tafsir seolah-olah permintaan perpanjangan itu dimaksudkan untuk konsumsi rezim. Jadi rezim menganggap bahwa peralatan-peralatan yang dia miliki sekarang itu jangan diganti dulu, kira-kira begitu kan, supaya bisa diefektifkan pada tahun pemilu.”

Menurut Rocky, agak aneh kalau tiba-tiba ada keinginan seseorang untuk minta di-review statusnya sendiri. Kemudian, akan ada keputusan yang bersifat umum yang mungkin sekali orang anggap supaya bisa disamakan semua, yaitu 5 tahun 5 tahun.

“Tetapi, karena dilakukan dengan alasan yang terlalu personal atau individual maka orang mencurigai bahwa ini adalah perpanjangan efektivitas pengendalian KPK di tahun pemilu. Artinya, ya supaya sprindik-sprindik yang masih ada itu masih bisa dilakukan oleh tim yang sekarang, timnya Firli Bahuri,” ujar Rocky.  

Mau tidak mau public menafsirkan seperti itu. Apalagi saat dalam banyak kasus sudah mulai ada kecenderungan semacam itu. KPK, misalnya, sudah menjadi pembicaraan umum dan media-media bahkan sudah melakukan investigasi, bukan sekadar rumor, KPK digunakan untuk menjegal salah satu calon kandidat yang tidak diinginkan oleh penguasa.

“Bagian ini sebetulnya mau kita terangkan bahwa lembaga-lembaga yang dibentuk sejak reformasi, seperti KPK, KPU, MK, dan segala macam, di awal reformasi didesain untuk imparsial, untuk tidak terlibat di dalam kasak kusuk, cawe-cawe. Dia berperan menggantikan fungsi Kejaksaan dan Kepolisian yang pada waktu itu belum bisa maksimal. Lalu kita bikin koreksi bahwa satu waktu KPK pasti akan berhasil mengedepankan etika penegakan hukum sehingga korupsi itu tinggal dikasih sinyal sedikit, lalu Polisi dan Jaksa bergerak. Lalu, lama-lama nggak perlu lagi sinyal karena Jaksa dan Polisi sudah mampu melakukan fungsi konvensionalnya, yaitu menegakkan hukum,” ungkap Rocky.

Tetapi, lanjut Rocky, kelihatannya itu masih panjang sehingga KPK menganggap bahwa dia masih harus memperpanjang kekuasaannya. Tetapi, dengan memperpanjang kekuasaan, unsur politik juga masuk dalam upaya mengendalikan KPK. Jadi, bagian bagus dari KPK, yaitu mempersiapkan diri untuk mengalihkan fungsi penegakan hukum di bidang korupsi terutama, pada lembaga-lembaga formal yang diatur di dalam konsitusi, yaitu Kejaksaan dan Kepolisian, akhirnya gagal lagi.

“Jadi, perpanjangan-perpanjangan ini justru menunjukkan bahwa Polisi dan Kejaksaan belum bisa berfungsi maksimal. Artinya, KPK belum bisa mengembalikan mandatnya kepada dua lembaga penegak hukum ini.. Itu artinya, Jokowi memang gagal untuk memberantas korupsi. Jadi, selama KPK masih berfungsi, itu artinya korupsi masih ada dan selama itu artinya Jokowi tidak mampu untuk menahan laju pertumbuhan korupsi dan pertumbuhan para koruptor,” ujar Rocky.

Mengenai perpanjangan masa jabatan ketua KPK ini kemudian publik mengait-ngaitkan dengan gugatan PSI tentang usia calon presiden dan wakil presiden, yaitu minimal 40 tahun. Publik juga menghubung-hubungkan hal ini dengan  kemungkinan Gibran akan dipasangkan dengan Prabowo. Publik pun kemudian curiga karena Jokowi pernah menyatakan bahwa umur Gibran tidak cukup untuk nyapres.

Menanggapi hal tersebut Rocky mengatakan bahwa memang usia Gibran tidak cukup, tetapi secara psikologis Jokowi tidak membantah bahwa dia ingin agar Gibran jadi wakil presiden. Tidak cukup usia hanya masalah teknis.

“Jadi, kita membaca bahwa presiden Jokowi mempersiapkan semua peralatan dia supaya dia masih bisa berfungsi, masih signifikan tangan politiknya di 2024 ke depan,” ungkap Rocky.

Jadi, lanjut Rocky, pada akhirnya kita melihat bahwa Jokowi meng-endorse banyak pihak, tetapi dia juga tahu bahwa yang paling aman adalah meng-endorse anaknya sendiri, putranya sendiri. Prabowo mungkin menganggap welcome saja karena ini cuma soal memperoleh atau memenangkan pemilu. Jadi ada unsur pragmatisme di situ.

“Nah, unsur-unsur pragmatisme ini yang musti kita waspadai. Jangan sampai semua hal demi pragmatisme bisa diajukan untuk alasan mengubah aturan,” pungkas Rocky.(sof)

358

Related Post