Pertemuan Airlangga - Puan, Bukan Dalam Rangka Mencari Selamat, tapi untuk Memperlihatkan pada Jokowi bahwa Politik Tidak Harus Dicemaskan
Jakarta, FNN – Tampaknya, dunia perpolitikan Indonesia makin seru. Kemarin, setelah bertemu dengan Cak Imin, Puan Maharani bertemu dengan Airlangga Hartarto. Puan bertemu dengan dua orang politisi dengan problemnya masing-masing. Hasto Kristiyanto menjelaskan bahwa pertemuan Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto merupakan proses konsolidasi politik menjelang Pemilihan Umum 2024. Manuvering politik yang dilakukan Puan Maharani ini menunjukkan Puan yang kian hari kian matang menjadi politisi yang luwes.
Saat diminta pendapatnya tentang hal tersebut, Rocky Gerung dalam kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Jumat (28/7/23) mengatakan, “Itu yang kita maksud dulu bahwa Megawati itu salah pilih kader sebetulnya. Puan itu tetap dia punya kemampuan untuk manuvering karena Puan nggak ada beban apapun dalam PDIP, karena dia langsung darah biru Soekarno. Kalau Ganjar, kan tetap ada beban dan orang akan hitung ya Ganjar apa sih?”
Rocky juga mengatakan bahwa Ganjar diuntungkan saja karena dia ada di Jawa Tengah. Tetapi, bagi Puan, hak dia seharusnya dituntut kembali. Oleh karena itu, komposisi-komposisi baru antara Puan dengan AHY atau Puan dengan Airlangga, pasti membuat Jokowi gerah, karena mungkin juga yang akan muncul bukan Ganjar yang dititipkan oleh Jokowi di situ. Sementara ini, Jokowi merasa bahwa Ganjar dititipkan di situ, walaupun bagi Megawati merasa Ganjar bukan dititipkan, tapi dia pulang ke kandang untuk diurus sendiri karena terlalu ‘nakal’, main ke mana-mana.
Tetapi, lanjut Rocky, yang penting sebetulnya kita mau membaca arah pikiran Jokowi, apa sebetulnya yang dia inginkan. Dalam kasus Airlangga, misalnya, kita ingin melihat seberapa jauh Airlangga mau ditendang Jokowi, walaupun orang-orang yang disuruh Jokowi itu harus mengucapkan secara maksimal bahwa Airlangga mesti diganti, bahwa Airlangga tidak bermutu segala macam. Tetapi, itu tidak bermutu karena Airlangga dicalonkan sebagai presiden yang memang tidak bisa naik. Tetapi, Golkar sebagai pengaman politik tetap berguna. Airlangga tahu bahwa walaupun tidak bermutu tapi Golkar bisa ada di parlemen dan itu bahaya. Kira-kira Jokowi menghitung itu, potensi Airlangga untuk konsolidasi diri kalau dia jadi alternatif dalam politik Indonesia.
Hasil pertemuan antara PDIP dengan Golkar menyatakan bahwa mereka akan membentuk tim teknis untuk melakukan penjajakan koalisi. Padahal, sebenarnya, seperti diakui oleh Airlangga, ketika dia bertemu dengan Jokowi sampai tiga setengah jam, dia sudah melaporkan bahwa akan bertemu dengan Puan. Bagaimana kita membacanya?
Menjawab pertanyaan tersebut, dalam diskusi yang dipandu Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, Rocky mengatakan, “Saya kira Airlangga seorang yang bijak, sekaligus Airlangga tahu bahwa persoalan internal itu pasti adalah perintah eksternal. Kira-kira begitu. Kan karena terlalu cepat tuh Golkar punya otonomi untuk mengacak-ngacak ketua umumnya sendiri. Saya kira Golkar tidak dalam tradisi itu. Pasti bereaksi dong orang-orang semacam Aburizal Bakrie yang juga sudah pernah mengalami hal yang sama. Demikian juga Jusuf Kalla.”
Menurut Rocky, tokoh-tokoh Golkar pasti ingin melihat Golkar tumbuh secara organisasi yang baik. Kalau ada problem, selesaikan di Munas saja. Airlangga paham itu dan pertemuan dengan Jokowi masuk akal karena Jokowi tentu ingin tahu rasa politik Airlangga ke mana, ke Anies, ke Prabowo, atau ke Ganjar, yaitu Ganjarnya Puan.
“Saya kira Airlangga paham itu sehingga Airlangga berpikir, oke, nggak ada soal dia bertemu dengan PDIP, bukan dalam rangka mencari selamat dari kasus itu saya kira, tapi untuk memperlihatkan pada Jokowi bahwa politik itu tidak harus dicemaskan sebetulnya. Kan Airlangga juga politisi yang matang sebetulnya. Jadi, zig zagnya Airlangga sebenarnya untuk memenangkan hati Jokowi,” ujar Rocky. (sof)