Pertemuan G-20 di Bali Hanya Akan Menjadi Pertemuan Rondo-20? (1)

Chris Komari, Activist Democracy, Activist Forum Tanah Air (FTA) USA & Global

NATO dan USA berperang untuk kepentingan geopolitik global, dan tidak untuk “mencaplok” territory negara lain seperti yang dilakukan oleh Russia dan Vladimir Putin di Ukraina.

Oleh: Chris Komari, Activist Democracy, Activist Forum Tanah Air (FTA) USA & Global

VLADIMIR Putin tidak akan berani datang pada G-20 meeting di Bali karena faktor keselamatan, berbahaya bagi dirinya. Ancaman assassination di dalam negeri saja sudah begitu tinggi, apalagi di luar Russia.

Ke-143 negara di PBB condemning Russia yang telah annexed 4 daerah milik Ukraina secara illegal, yakni Luhanks, Donetks, Zaporizhzhia, dan Kherson.

Presiden Ukraina Zelenskyy akan menghadiri pertemuan G-20 lewat virtual, karena faktor keselamatan diri juga. In time of war, tidak mungkin seorang kepala negara keluar dari negaranya.

Bila Vladimir Putin hadir pada meeting G-20 hanya akan menjadi Target criticism bagi mayoritas anggota G-20.

Belum lagi nanti harus mendengar pidato Presiden Ukraina Zelenskyy, yang most likely (kemungkinan besar) akan memutar video clips attrocities, rapes, tortures, destructions dan killings innocent civilians, babies and children untuk menunjukkan kepada dunia akan kejahatan perang Vladimir Putin di Ukraina.

Dengan perhitungan itu, Presiden Russia Vladimir Putin tidak akan hadir pada pertemuan G-20 di Bali! Karena tidak ada untungnya bagi Vladimir Putin dan berbahaya sekali bagi keselamatan dirinya.

Ekonomi RRC China saat mulai nyungsep…., Xi Jinping tidak akan pernah berani melakukan military invasion ke Taiwan karena ada negara USA yang akan melindungi Taiwan secara militer.

Xi Jinping berkoar-koar akan menyatukan Taiwan dengan mainland China dengan cara apapun, termasuk kekuataan militer PLA, hanyalah untuk kebutuhan politik dalam negeri.

Xi Jinping harus kelihatan kuat dan berani melawan USA, meski secara ekonomi sudah mulai nyungsep dan secara militer, tentara PLA belum pernah teruji dalam perang besar melawan negara besar, seperti USA.

Apa yang terjadi dengan Russia saat ini yang menghadapi sanksi ekonomi dari Barat, membuat Xi Jinping mikir 100x untuk berani melakukan invasi militer ke Taiwan.

Sekali China kena sanksi ekonomi dari Barat, ekonomi China akan masuk toilet lebih cepat dibanding Russia, karena 85% pembeli dan importers barang-barang dari RRC China adalah The West.

Karena itu, untuk menyelamatkan ekonomi China dari collapsing, maka Xi Jinping akan kompromi dengan tuntutan USA, asal Xi Jinping bisa menyelamatkan perekonomian di China....!

Diplomat Indonesia masih 76 ngimpi ingin membuat pertemuan G-20 sukses dan menghasilkan resolution, dengan membuka dialog antara:

1). Presiden Xi Jinping dan Presiden Biden.

2). Presiden Vladimir Putin dan Presiden Biden.

The issue is not about having open dialog one on one. That opportunities for open dialog by phone or one on one are wide open that can be arranged by United Nation (UN), other nations such as Turkey.

The underlying issue is not that, Indonesia...!

The underlying issue is the "military invasion of Russia" in Ukraine that threaten the national security of all European countries...!

Unless Indonesian diplomats understand this, I don't think they can understand The West, especially USA, NATO & European Union.

A). Globalization Sudah Berakhir.

Diplomat, akademisi dan Presiden Jokowi masih 76 ngimpi bahwasanya geopolitik dunia sekarang ini masih sama seperti sebelum perang di Ukraina terjadi.

Itu kepercayaan, observation wishful thinking dan pikiran 76 ngimpi.

Ketika Vladimir Putin Russia melakukan invasi militer di Ukraina, the rule base of international order sudah hilang, sudah rusak, sudah tidak ada lagi karena PBB tidak mampu menegakkan international laws untuk melawan Russia, sehingga peran PBB sekarang ini menjadi tak berarti (meaningless)...!

Invasi militer Vladimir Putin Russia di Ukraina adalah akhir dari globalism, multilateralism dan akhir dari peran PBB sebagai universal multilateralism body.

Akan tertapi karena masih belum ada pengganti PBB, maka peran PBB masih dipertahankan meski hanya ceremonial, hanya symbolic, photo ops dan diplomasi basa basi saja..!

Secara prinsip peran PBB sudah hilang. A new world order has emerged...!

A new Cold War has started...!

Itulah mengapa sekarang muncul blok-blok baru sebagai konsekwensi logis dari hilangnya peran PBB. Globalization telah pecah menjadi small multilateralism...?

Kata multilateralism itu memiliki pengertian yang simple dan broad. In contrast, atau berbeda jauh dengan pengertian bilateralism dan unilateralism.

Pengertian sederhananya, multilateralism means coordinated diplomatic interaction of three or more countries, sudah bisa disebut multilateralism.

Jadi NATO itu satu bentuk multilateralism. ASEAN, OPEC dan BRICS juga bentuk multilateralism.

Tetapi pengertian multilateralism secara broad dan complex adalah PBB itu sendiri.

Konsep di balik dibentuknya PBB adalah untuk menciptakan “universal multilateralism under one big umbrella”, supaya blok-blok kecil dan medium dari berbagai negara itu, bila terjadi conflicts bisa dijembatani dalam satu umbrella PBB dengan 5 big permanent members sebagai Big Bosses di UN Security Council.

Masalah utama di PBB adalah ketika ada 1 anggota permanent security council yang melakukan Veto.

Atau justru anggota permanent member UN Security Council yang melakukan pelanggaran terhadap hukum international yang disebut “the rule base of international order”.

Contoh nyata seperti yang kini dilakukan oleh Vladimir Putin Russia dengan melakukan invasi militer di Ukraina, melanggar international law and order...!

Inilah yang menjadi tantangan baru PBB.

Bagaimana dengan serangan NATO dan USA di Iraq, Iran, Afghanistan, Bosnia, Kosovo, Kibya, Nicaragua, dll....?

Tidak ada perang (War) yang bisa diterima oleh mereka yang mencintai perdamaian, peace and security. Semua negara yang ikut dalam perang memiliki alasan, kepentingan dan justifikasi masing-masing.

Tetapi ada 1 hal yang membedakan antara perang Vladimir Putin di Ukraina dengan perang yang dilakukan oleh NATO dan USA.

NATO dan USA berperang untuk kepentingan geopolitik global, dan tidak untuk “mencaplok” territory negara lain seperti yang dilakukan oleh Russia dan Vladimir Putin di Ukraina.

1). NATO tidak pernah memaksa satu negara untuk joint NATO. Mereka joint NATO karena keinginan negara itu sendiri untuk mendapatkan perlindungan militer dari NATO.

2). Selama 74 tahun USA dan NATO melakukan perang di berbagai negara, tidak satupun negara lain yang dicaplok territorial-nya, dan dijadikan negara bagian baru (State) yang ke #51, #52 atau #53. (*)

429

Related Post