Pilpres Pasti Curang karena Jokowi Menampilkan Diri Sebagai Penentu Kemenangan
Jakarta, FNN - Sampai saat ini, berbagai tanda dan fakta kecurangan Pemilu semakin nyata ditunjukkan oleh berbagai media sosial. Kecurangan Pemilu bukan lagi sebuah kemungkinan, tapi sebuah kenyataan. Contoh kecurangan terbaru yang saat ini sedang heboh adalah sebuah unggahan di akun tiktok National Corruption Watch, sebuah lembaga yang aktif menyoroti soal korupsi di Indonesia. Akun tiktok tersebut menyatakan bahwa mereka mengaku mendapat bocoran audio percakapan antara Kapolres, Pejabat Bupati, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Dandim di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, yang berisi serangan fajar, atau mobilisasi untuk mendukung paslon 02. Tetapi, soal ini dibantah oleh Kapuspen TNI dan Kajati Sumatera Utara.
Menanggapi hal tersebut, Rocky Gerung di kanal You Tubenya, Rocky Gerung Official edisi Senin Malam, (15/1) mengatakan, “Pertama, kita mesti berpikir terbalik bahwa semua curang, kecuali dibuktikan sebaliknya. Artinya, kita mesti pakai dalil semua curang, kecuali dibuktikan terbalik. Kedua, prinsip itu inline dengan yang ditemukan oleh pengamat-pengamat pembuat indeks korupsi internasional, yang menganggap bahwa indeks korupsi kita 33. Itu artinya, dari 100 orang Indonesia, hanya 33 yang jujur. Itu artinya, 70% pejabat itu sudah pasti koruptor. Jadi, dari segi statistik, sudah memungkinkan kita menduga bahwa ada watak korupsi di kalangan pejabat.”
Apalagi kalau menyangkut Pemilu, lanjut Rocky, karena Pemilu itu korupsi kekuasaan, korupsi anggaran, dan segala macam akan terjadi. Karena memang itu seolah-olah dibenarkan untuk pemenangan salah satu tim, yang dalam beberapa kasus dilihat sebagai 02. Kalau membantah boleh saja, tetapi fakta itu tidak membatalkan asumsi umum bahwa akan terjadi kecurangan. Oleh karean itu, publik harus mengawasi TPS 24 jam.
“Tetapi, kita lihat lagi bagaimana Jokowi ingin menampilkan diri sebagai penentu kemenangan. Jadi Jokowi bertindak sekaligus sebagai ketua KPU, ketua Bawaslu, dan sebagai Jaksa Agung sebetulnya. Jokowi juga merangkap Jaksa Agung dan Kapolri,” tegas Rocky.
“Ini semacam sinisme satire orang untuk melihat bagaimana Jokowi mampu untuk menyulap Indonesia ini dari Republik menjadi Kerajaan,” lanjutnya.
Kalau peristiwa di Sumatera utara di atas kemudian dibantah, bagaimana dengan peristiwa yang terjadi di Bekasi, yang sekarang sedang diperiksa oleh Bawaslu. Peristiwa di Bekasi menunjukkan bagaimana para pejabat bupatinya bermain bola dengan para camat dan anehnya semua memakai kaos 02 yang mereka tunjukkan ketika berfoto. Mereka mengatakan tidak ada urusannya dengan pemilu, cuma urusan olahraga.
“Ini bagian yang membuat heran, buat apa dipamerkan padahal mereka bisa diam-diam melakukan kejahatan, tapi ini justru dipamerkan. Jadi, semacam ketidaksabaran untuk mengatakan bahwa kami memang sudah berpihak. Jadi, ini nantangin rakyat namanya. Jadi, festival of arrogance ‘perayaan arogansi’ karena di lapangan bola, mesti terlihat,” ujar Rocky.
Ini juga soal yang dideteksi oleh publik internasional bahwa Indonesia memang akan mengalami kekacauan dan potensi chaos itu akan terjadi, lanjut Rocky, karena orang akhirnya menyimpan kecurigaan maksimal bahwa istana memang merekayasa, uangnya tidak terbatas, pengerahan aparat tak terbatas.
“Jadi, kemampuan kita untuk mendeteksi kerawanan politik dan kecurangan politik sudah termanifestasi dalam bukti fakta di lapangan, bahkan di lapangan bola, dibuka pada umum,” ujar Rocky. (ida)