Prabowo, di Antara Iminicus dan Hostis

 

Oleh. Fathorrahman Fadli | Direktur Eksekutif Indonesia Development Research-IDR dan  Dosen Manajemen SDM, FEB Universitas Pamulang


DALAN kehidupan politik yang seringkali kompleks,  inimicus (musuh pribadi) dapat merepresentasikan seseorang yang berada di sekitar kita namun memiliki hubungan yang kurang harmonis atau bersifat antagonis. Ini bukan hanya soal permusuhan fisik, tetapi juga bisa mencakup persaingan pribadi atau seseorang yang terus-menerus bersaing atau merasa iri.

Iminicus juga bisa berupa ketidakharmonisan emosional. Artinya, orang yang secara emosional tidak mendukung atau bahkan mencoba menjatuhkan. Biasanya, berupa hubungan negatif berupa konflik teman, keluarga, atau kolega yang berujung pada ketidaksukaan atau bahkan perpecahan.

 Manakala konflik hubungan pribadi tidak terkelola dengan baik, maka sesuatu yang sifatnya pribadi akan berubah menjadi konflik terbuka atau sering disebut dengan hostis. Contoh yang mutakhir dalam politik hari ini adalah konflik terbuka antara Jokowi dan Hasto Kristiyanto yang telah menyeret PDIP dan Megawati kedalam pusaran konflik yang rumit.

Dalam kehidupan bersama, musuh pribadi ini sering menguji kesabaran, toleransi, dan kemampuan kita untuk berdamai dengan diri sendiri dan orang lain. Terkadang, mereka mencerminkan kelemahan atau pelajaran yang perlu kita atasi.

Namun, inimicus juga mengingatkan kita bahwa tidak semua hubungan buruk harus disikapi dengan permusuhan. Kita bisa memilih untuk berdamai, atau setidaknya menjaga jarak demi ketenangan jiwa.

Mengatasi Iminicus

Mengatasi inimicus dalam konteks politik kekuasaan adalah tantangan besar, karena konflik pribadi sering kali meluas menjadi intrik dan persaingan yang memengaruhi keputusan atau stabilitas kekuasaan. 

Namun, pemimpin Ikhlas seperti  Prabowo hendaknya dapat menata dirinya dengan banyak pendekatan. Sebagai sosok yang matang menghadapi konflik kepentingan, ia dapat melakukan beberapa cara untuk menghadapinya.

Pertama,  Prabowo harus memahami dengan benar, betapa mahalnya  kepentingan bersama di tengah-tengah rakyat yang menderita akibat tekanan ekonomi. Sebab dalam politik, kepentingan sering kali lebih besar daripada konflik pribadi. Dari sinilah sebenarnya, setiap pemimpin harus pandai mencari titik temu atau kepentingan yang bisa mempertemukan kedua pihak.

Kedua, Prabowo harus semakin fokus pada tujuan kolektif, seperti kesejahteraan rakyat atau stabilitas politik. Hal ini sangatlah penting agar rakyat tidak menjadi korban dari polarisasi kepentingan elit yang kerapkali didasari oleh interest pribadi yang sempit dan berjangka pendek.

Ketiga, Prabowo harus mampu memisahkan urusan pribadi dari profesionalitas dia sebagai pemimpin rakyat. Jika hal ini dipegang teguh, maka rakyat akan menjadi kekuatan yang dahsyat untuk mengukuhkan kekuasaan yang ia kendalikan saat ini. Keperbihakan kepada rakyat adalah modalitas utama Prabowo sebagai prasyarat pokok untuk bertahan. Jangan biarkan permusuhan pribadi memengaruhi kebijakan atau tindakan strategis. Bertindaklah dengan objektivitas dan logika.


Keempat, Prabowo harus menggunakan diplomasi. Dalam kehidupan yang luas, negosiasi adalah kunci. Bersikaplah terbuka terhadap dialog meskipun ada ketidaksukaan pribadi. Pada kenyataannya, dalam hidup yamg penuh dinamika, terkadang seorang musuh bisa berubah  menjadi sekutu terkuat jika didekati dengan cara yang tepat.


Kelima, Prabowo harus menghindari balas dendam atau konfrontasi langsung. Sebab dunia
politik penuh dengan jebakan emosional. Balas dendam hanya akan memperbesar konflik. Sebaliknya, gunakan strategi cerdas untuk mengurangi ketegangan.


Bangun aliansi yang kuat

Dalam politik, kekuatan jaringan adalah senjata. Jika inimicus mencoba melemahkan Prabowo, maka dia harus pastikan memiliki dukungan dari orang-orang yang setia dan memiliki pengaruh.
Disinilah sangat dibutuhkan sikap dan konsistensi tersendiri. 

Apabila Prabowo selalu mwnunjukkan sikap yang bermartabat dan konsisten, maka saya pastikan para inimicus kehilangan legitimasi dalam menyerangnya. Usahakan, jangan beri peluang bagi mereka membuat alasan untuk merusak reputasinya. 

Tekait dengan itu semua, belajar dari sejarah adalah penting sekali. Banyak pemimpin besar menghadapi musuh pribadi dalam kekuasaan, seperti Julius Caesar dan Cicero di Roma Kuno. Mereka berhasil atau gagal bergantung pada kemampuan mereka mengelola konflik pribadi dalam konteks politik.

Dalam politik, mengelola inimicus bukan hanya tentang bertahan, tetapi juga tentang bagaimana konflik itu dapat diubah menjadi peluang untuk menunjukkan kemampuan kepemimpinan

86

Related Post