Presdir PT Wilmar Nabati Indonesia Diperiksa Kejagung Terkait Kasus CPO

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Ketut Sumedana. (Sumber: ANTARA)

Jakarta, FNN - Kejaksaan Agung memeriksa Presiden Direktur (Presdir) PT Wilmar Nabati Indonesia Erik Alis Tjia Tiang Tjhiang atau EATTT terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi perkara ekspor minyak sawit mentah atau "crude palm oil" (/CPO) dan turunannya.

“Saksi yang diperiksa, yaitu EATTT selaku Presiden Direktur PT Wilmar Nabati Indonesia terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor 'crude palm o'il (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Ketut Sumedana dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan bahwa pemeriksaan tersebut dilakukan Tim Jaksa Penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

Pemeriksaan dilakukan atas nama lima orang tersangka, yaitu Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affairs PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group Stanley MA.

Selanjutnya, General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas Picare Tagore Sitanggang, serta Pendiri dan Penasihat Kebijakan/Analisis PT Independent Research and Advisory Indonesia Lin Che Wei.

Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Supardi menyebutkan bahwa kerugian negara dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah dan turunannya mencapai Rp20 triliun.

Ia menjelaskan bahwa nilai Rp20 triliun tersebut terdiri atas kerugian keuangan, kerugian perekonomian, dan pendapatan tidak sah.

“Total kerugian keuangan negara sekitar Rp6 triliun, kemudian ada namanya (kerugian) perekonomian sekitar Rp12 triliun, terus ada illegal gains sekitar Rp2 triliun. Total Rp20 triliun,” kata Supardi. (Ida/ANTARA)

243

Related Post