Presiden Pembohong

Sutoyo Abadi, Koorinator Kajian Politik Merah Putih

Jadilah presiden yang jujur, hanya memang kalau sifat pembohong sudah masuk menjadi kepribadiannya sangatlah sulit untuk diperbaiki.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koorinator Kajian Politik Merah Putih

PRESIDEN terus menimbun kebohongan. Seperti mengikuti ajaran Lenin: "bahwa kebohongan yang diajarkan terus menerus dikemudian hari akan dianggap sebagai sebuah kebenaran".

Presiden berkali-kali berbohong – berbohong kok berkali-kali, sindir netizen di media sosial. Saking anyel, geli, jegkel bercampur marah.

M Rasyid Prof. DR mengatakan bahwa:  "Big lies dengan big mouth - memang kalau bohong jangan_tanggung...perlu bohong besar agar meyakinkan banyak orang dungu".

Ditimpali oleh Dr Faisal Habib: "menjadi role model para pejabat pemburu jabatan untuk memuaskan syahwat berkuasa harus tampil totalitas dalam berdusta atau berbohong".

Presiden akan semakin kehilangan legitimasi moral dan sosial, sekalipun masih mengantongi legitimasi konstitusional via pemilu yang diduga kuat tidak jujur – dan sangat kuat tampil mempesona sebagai pembohong.

Kebiasaan berbohong, kebiasaan memungkiri janji, kebiasaan tidak bertanggung jawab atas suatu kesalahan yang dilakukan, dan tidak mau mengakui kekurangan dan kesalahan dari perbuatan sendiri.

Mereka telah mengkhianati rakyat dengan berkali-kali melakukan pembohongan. Pemerintah telah berkhianat dengan mengatakan Indonesia sejahtera sementara sesungguhnya rakyat menderita, dan macam macam modus lainnya.

Ketika wawancara sering terbata bata dengan susah payah menata kata kebohongan melawan sifat fitrah manusia untuk condong kepada kebenaran. Sifat fitrah manusia yang sedang berbohong menunjukkan perilaku berbeda, akan tampak cepat berkeringat, gelisah, dan tingak-tinguk mengubah arah pandangannya dan kelainan sifat lainnya.

Dampak kebohongan tidak main-main, rakyat resah, bingung bahkan sangat banyak stigma dengan cara apapun ucapannya, Presiden pasti bohong. Kebohongan bisa merusak masyarakat bahkan menumbangkan dan memporak-porandakan negara.

Ketika Buya Hamka menanyai putranya Irfan Hamka apakah sudah shalat Isya, Irfan yang sedang asyik baca novel buru-buru menjawab sudah. Buya tahu Irfan bohong lantas menasehati kepada putranya bahwa "jikalau engkau hendak berbohong, maka haruslah pandai terlebih dahulu. Karena ketika seseorang berbohong, ia harus memiliki perkataan yang lancar, pendirian yang kuat, serta janganlah jadi pelupa".

Kelemahan pembohong adalah jadi pelupa. Orang yang jujur dan benar tidak akan lupa karena kebenaran itu senantiasa terekam dalam otaknya. Sebaliknya, menahan kata-kata bohong itu sangat berat karena sering keterjang sifat sering lupa.

“Orang yang berani berkata terus terang adalah orang yang mendidik jiwanya sendiri untuk merdeka. Orang yang berani menerima perkataan terus terang adalah orang yang membimbing jiwanya kepada kemerdekaan”.

Jadilah presiden yang jujur, hanya memang kalau sifat pembohong sudah masuk menjadi kepribadiannya sangatlah sulit untuk diperbaiki.

Cara murah untuk menghilangkan atau mengatasi Presiden yang suka bohong, segera ganti Presiden yang jujur, cerdas dan amanah. Demikian juga kalau negara sudah menjadi anarkis – semua harus dibabad dulu... ganti yang baru (Plato). (*)

847

Related Post