Presidium KAMI: Etika Politik Penguasa Rendah
Jakarta, FNN - Salah satu Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Profesor Rochmat Wahab menilai etika politik yang dijalankan oleh para politisi yang berkuasa saat ini sangat rendah. Mereka bebas berbuat apa saja atas nama politik tanpa rasa malu.
'Dalam praktek berbangsa dan bernegara, di antara para pejabat publik kita masih terjebak oleh kinerja politik yang bebas nilai. Terkesan tidak ada etika politik yang melandasi perilakunya. Akibatnya tidak ada rasa malu dan rasa berdosa dalam berbuat ketidakpatutan," paparnya dalam acara halal bihalal KAMI di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (7/04/2023).
Jika dibiarkan, perilaku semacam ini kata Rochmat akan berdampak buruk bagi pendidikan politik ke depan. Oleh karena itu untuk bisa menjamin tegaknya bangsa dan negara, para pejabat yang melakukan penyimpangan perilaku politik harus segera ditindak oleh aparat hukum. Jika tidak, maka sanksi sosial perlu diupayakan dengan optimal, untuk menghindari kerugian sosial yang lebih tinggi.
Rochmat juga melihat bahwa agenda Reformasi 1998 yang sudah memasuki usia 25 tahun nyatanya belum sepenuhnya bisa diwujudkan oleh bangsa Indonesia, terutama pemerintah yang berkuasa saat ini. Setidaknya ada 4 tuntutan yang sudah diwujudkan namun baru sebagian dan belum memenuhi harapan masyarakat luas. Sebaliknya ada dua tuntutan Reformasi yang belum sama sekali dipenuhi sebagaimana idealnya, karena menunjukkan kinerja yang lebih buruk.
"Kedua tuntutan itu berkenaan dengan penegakan supremasi hukum dan pemberantasan KKN," papar Rochmat di depan para presidium dan pengurus dari seluruh Indonesia.
Rochmat juga menyinggung soal pengamalan Pancasila yang jauh dari ideal. Menurut Rochmat, Pancasila hanya sebagai slogan belaka.
"Terkesan selintas sudah ditangani dengan hadirnya BPIP, namun implementasi nilai-nilai Pancasila belum sepenuhnya bisa kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari secara memuaskan. Hampir semua nilai Pancasila terdistorsi sedemikian rupa, sehingga Pancasila yang ideal itu belum bisa dirasakan manfaatnya bagi sebagian besar rakyat Indonesia," tegasnya.
Menurut Rochmat, dalam berbagai kesempatan masyarakat Indonesia baik secara personal maupun kelompok telah mampu menunjukkan prestasi yang gemilang pada tataran nasional.
Namun pada kenyataannya, indeks kompetisi dunia, semakin turun dewasa ini.
"Ini secara langsung atau tidak langsung sebagai akibat dari sistem pendidikan nasional dan kinerja sektor pendidikan masih jauh dari memuaskan," tegasnya.
Rochmat juga menyoroti karakter bangsa menghadapi perubahan sosial-budaya.
"Karakter bangsa Indonesia sangatlah penting dalam menghadapi perubahan sosial-budaya dan sains-teknologi yang sangat penting terlebih-lebih di era disrupsi ini, di satu sisi karakter bangsa terkoyak-koyak, di sisi lain institusi tidak berjalan dengan baik akibat derasnya arus islamopobia di tanah air. Oleh karena itu sejalan dengan penegakan nilai-nilai Pancasila, maka pengamalan nilai-nilai Pancasila harus dijadikan ferakan," pungkasnya. (sws)