Puasa, Habibie dan Nanggala
By Daniel Mohammad Rosyid
Surabaya, FNN - Suatu ketika pasca Perang Badar, Rasulullah mengatakan pada para sahabat bahwa ummat Islam akan menghadapi perang yang lebih besar dari Badar, yaitu perang melawan syahwat perut dan kelamin. Jika syahwat dibiarkan liar tak terkendali, manusia akan menjadi mesin perusak yang paling efektif. Shaum atau puasa adalah sebuah teknik untuk membangun kompetensi pengendalian syahwat itu. Jika teknologi adalah sistem kemampuan menciptakan nilai tambah, maka puasa dengan demikian adalah teknologi untuk menciptakan pertahanan dan keamanan.
Puasa sebagai teknologi hankam kurang dimanfaatkan. Sekulerisme telah melihat pertahanan dan keamanan hanya soal perangkat keras dan alutsista belaka. Aspek-aspek manusia sebagai bagian terpenting dalam setiap teknologi sering kurang diperhatikan perkembangannya. Penting dicatat bahwa karena harga persenjataan tidak sepenuhnya mengikuti pasar, industri persenjataan yang menyimpan banyak rahasia pertahanan sangat rawan suap dan korupsi. Akibatnya, pengadaan alusista yang bernilai Triliunan Rupiah berpotensi menjadi instrumen manipulasi. Hanya mereka yang senang berpuasa yang tahan untuk tidak manipulatif.
Salah satu aspek pembangunan manusia yang penting dalam pengembangan kemampuan hankam adalah penguasaan teknologinya. Ini lazim dilakukan melalui transfer teknologi, reverse engineering dan design serta riset. Proses alih teknologi ini memerlukan waktu yang cukup melalui progressive manufacturing strategy yang pernah diwujudkan oleh BJ. Habibie. Untuk menguasai teknologi hankam, para insinyur muda memerlukan manhours kesempatan merancang, membangun dan mengoperasikan teknologi hankam ini. Pikiran ini telah berhasil diimplementasikan dalam industri dirgantara (PT DI) dan maritim (PT. PAL). Sayang sekali, karena konflik kepentingan geopolitik global, warisan Habibie ini kurang memperoleh komitmen untuk diteruskan lagi dalam membangun kemandirian industri hankam.
Puasa sebagai teknologi hankam dimulai dari pengendalian konsumsi, terutama konsumsi energi. Untuk negara kepulauan di bentang alam Nusantara seluas Eropa dibutuhkan alokasi energi yang lebih tepat sasaran dalam mendukung kemampuan maritim nasional. Saat ini terjadi misalokasi energi yang justru didominasi oleh angkutan darat. Kebijakan bias-darat semacam penghapusan PPNBM otomotif sebagian didorong oleh obsesi pertumbuhan sehingga menelantarkan sektor maritim sebagai instrumen pemerataan pembangunan. Kita akan semakin terperangkap ke jebakan moda tunggal darat.
Kita berkeyakinan 53 ABK KRI 402 Nanggala sebagai prajurit-prajurit terbaik yang dipimpin Letkol Heri Oktavian telah gugur syahid _on eternal patrol_. Mereka memiliki mental, kecerdasan, kesamaptaan tubuh di atas rata-rata prajurit. Ini sebuah kehilangan yang tak ternilai. Semoga kita melalui puasa Ramadhan ini beroleh maghfiroh, lalu berubah bangkit melahirkan para Oktavian muda, dan Habibie muda, yang suka berpuasa yang siap mengawal samudra luas Nusantara.
Rosyid College of Arts and Maritime studies, Gunung Anyar, Surabaya.