Republik Oligarki

Ilustrasi: Merah Putih tercabik-cabik Oligarki.

Justru elit politik di negeri ini menjadi penyambung lidah para Nekolim, para oligarki untuk menguasai negeri ini.

Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila

ARTI Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik itu dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Yunani untuk “sedikit” dan “memerintah”.

Digantinya UUD 1945 dengan UUD Reformasi 2002 itu bukan hanya secara fundamental negara berubah dari negara yang berdasarkan Pancasila menjadi negara super Kapitalis, super Liberal, dan dikuasai oleh segelintir orang.

Secara fundamental negara yang di-Proklamasikan 17 Agustus 1945 dengan UUD 1945 sebagai arah, philisophy, tujuan, hakekat, cita cita, merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur, berdasarkan Pancasila sudah diporak-porandakan.

Tatanan nilai dan jati diri sebagai bangsa kita sudah terkoyak-koyak. Bangsa ini sudah banyak kehilangan kedaulatan, bahkan sudah di titik nadir, hanya sebagai permainan bangsa lain atas nama demokrasi liberal dan segala sesuatu apa kata Oligarki.

Sumber rusaknya ketatanegaraan adalah partai politik yang menjadi oligarki politik, dimana tidak ada kontrol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara lagi. Eksekutif, Legeslatif, Yudikatif, dan Pengusaha menjadi satu oligarki yang dikendalikan oleh partai politik.

Sementara oligarki ekonomi sendiri dikuasai oleh segelintir Konglemerat yang mengeruk kekayaan ibu Pertiwi dengan dukungan DPR dengan membuat UU, misal UU Minerba, UU Omnibuslaw, tidak mikir lagi, yang penting wani Piro. Sudah sevulgar itu yang terjadi!

Jika saja Soekarno, Hatta dan para pendiri negeri ini melihat negara bangsa itu seperti ini pasti kecewa, sebab apa yang pernah dinasehatkan itu akan menjadi kenyataan. Bung Karno pernah mengatakan, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”.

Bung Hatta juga pernah mengatakan di dalam pembelaannya yang berjudul Indonesia Merdeka, Hatta mengatakan, “Biarlah Indonesia tenggelam ke dasar lautan kalau tetap dikuasai penjajah”.

Rupanya pernyataan Bung Karno dan Bung Hatta ini akan menjadi kenyataan jika rakyat tidak sadar dan berjuang untuk kembali ke UUD 1945 Asli. Hanya dengan kembali ke UUD 1945 itulah yang bisa menghabisi oligarki.

Jika kembali ke UUD 1945 maka semua UU, peraturan yang bertentangan dengan UUD 1945 harus dihapuskan.

Pasal 33 ayat 1-2-3 harus ditegakkan. Semua tanah yang dikuasai kelompok oligarki harus dikembalikan pada negara, tambang-tambang harus kembali pada negara, “Bumi air dan kekayaan yang ada di dalamnya dikuasai negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Bukan dikuasai oligarki untuk kemakmuran oligarki.

Bagaimana tidak semakin menjadi jurang antara si kaya dan si miskin jika 0,10 % minoritas warga keturunan Tionghoa menguasai 70% lahan di Indonesia? Bagaimana bisa adil kalau 0,10% minoritas warga keturunan Tionghoa mengauasai 50% kekayaan Indonesia.

Tentu saja semua ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap pasal 33 UUD 1945, “Bumi dan air serta kekayaan yang ada didalam nya dikuasai Negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Mana mungkin rakyat bisa makmur kalau negara telah berlaku tidak jujur membiarkan minoritas menguasai kekayaan di negeri ini.

Para elit, Pemerintah dan para pengamandemen UUD 1945 telah mengkhianati ajaran Pancasila sebagai prinsip berbangsa dan bernegara.

Apakah negara Indonesia itu?

Negara, jang – begitoe boenjinja – negara jang melindoengi mengungkapkan bangsa Indonesia dan seloeroeh toempa darah Indonesia dengan berdasar persatoean, dengan mewoedjoedkan keadilan bagi seloeroeh rakjat Indonesia.

Ini terkandoeng dalam pemboekaan.

Tadi soedah katakan, oleh karena kita menolak bentoekan negara jang berdasar individualisme dan djoega kita menolak bentoekan negara sebagai klasse-staat, sebagai negara jang hanja mengoetamakan satoe klasses, satoe golongan, oempamanja sadja, negara menoeroet sistem sovjet, jang ada sekarang, ada mengoetamakan klasse pekerdja, proletariaat, klasse pekerdja dan tani, – itoe jang dioetamakan, maka itoe poen kita tolak dengan menerimanja pemboekaan ini, sebab dalam pemboekaan ini kita menerima aliran, pengertian negara persatoean, negara jang melindoengi dan melipoeti menyatakan bangsa seloeroehnja.

Inilah negara yang dikehendaki pendiri bangsa, bukan untuk kemakmuran segelintir orang yang membentuk oligarki ekonomi yang bertemali dengan oligarki kekuasaan.

Bung Karno, Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia, pernah memperingatkan bahaya bentuk penjajahan model baru. Yaitu apa yang beliau sebut dengan neo kolonialisme dan imperialisme (nekolim). Penjajahan tidak lagi dalam bentuk koloni (menguasai wilayah bangsa lain), tetapi dalam bentuk penguasaaan ekonomi dan ideologi.

Makanya Bung Karno dulu mencanangkan gerakan BERDIKARI (berdiri di atas kaki sendiri).

Berduyun-duyunnya kedatangan TKA China dengan berbagai alasan apapun merupakan bahaya bagi bangsa ini, dan anehnya DPR sudah mandul dalam pengawasannya, logika akal sehat teramputasi dengan datangnya TKA China di musim pandemi begitu bebas tanpa ada yang mengontrol.

Penjajahan nekolim oligarki ini sifatnya laten, nyaris tidak tampak secara fisik. Mengejawantah dalam bentuk berbagai ketergantungan negara pada oligarki.

Penguasaan negara oleh oligarki terutama akan kekayaan sumber daya alam –  modus operandinya pun sangat sistematis, dan seakan-akan, sangat logis.

Sehingga tanpa disadari sebuah negara Indonesia semakin terkungkung dalam ketergantungan terhadap negara China, alih-alih mampu mandiri.

Demokrasi liberal yang dipraktikkan di Indonesia tak lebih dari usaha-usaha asing untuk pecah-belah terhadap bangsa Indonesia. Para elit sekarang ini bukan lagi penyambung lidah rakyat Indonesia. Seperti Bung Karno yang sangat memahami dan mengerti amanat penderitaan rakyat.

Justru elit politik di negeri ini menjadi penyambung lidah para Nekolim, para oligarki untuk menguasai negeri ini.

Maka tidak ada kamus pada otak elit politik untuk memandirikan bangsanya. Apalagi berdikari. Justru mereka menjadi agen asing untuk mempermulus Nekolim China Oligarki. (*)

651

Related Post