Republik Tidak Akan Gaduh Kalau Presiden Paham Keadaan
Jakarta, FNN – Kegaduhan tak hanya terjadi di masyarakat akibat melambungnya semua harga kebutuhan pokok yang tidak terkira. Menko Marives Luhut Binsar Pandjaitan dan Komisaris Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) juga terlibat kegaduhan berkaitan dengan kenaikan pertalite harga LPG 3 kg.
Sebelumnya Luhut, memberi sinyal akan adanya kenaikan bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite menyusul kenaikan harga pertamax. Bukan saja pertalite, kenaikan pada gas LPG 3 kilogram juga akan menyusul.
“Over all, yang akan terjadi itu Pertamax, Pertalite, Premium belum, gas yang 3 kilo itu (ada kenaikan) bertahap,” ujar Luhut di Bekasi, Jumat 1 April 2022.
Sementara Ahok membantah Luhut Binsar Pandjaitan. Ahok menegaskan hingga saat ini belum ada rencana untuk menaikkan bahan bakar minyak jenis pertalite dan LPG 3 kilogram. “Belum ada (wacana menaikan pertalite dan LPG 3 Kg),” tegasnya, Minggu, 4 April 2022.
Menanggapi bantah-membantah dua tokoh pujaan Jokowi, pengamat politik Rocky Gerung menyebut bahwa hal itu terjadi karena Presiden tidak memahami keadaan.
“Memang itu bahayanya kalau presiden enggak ngerti keadaan. Jadi ini terjadi karena presiden nggak ngerti keadaan. Dia mau pilih siapa, mau pro Ahok yang sahabat dekatnya yang tahu rahasia Ahok dan Ahok tahu rahasia Jokowi. Demikian juga Luhut yang tahu rahasia Jokowi, dan Jokowi juga tahu rahasia Luhut,” kata Rocky kepada wartawan FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Selasa, 05 April 2022.
Begitu juga Sri Mulyani, membuat Jokowi bingung. Ia tidak bisa menentukan siapa yang mau didengar, apakah keterangan Ahok yang minta supaya disubsidi diam-diam dan harga naik atau Pak Luhut yang meminta harga eceran tertingginya dihilangkan supaya berlaku sistem pasar.
Menurut Rocky, semua ini bisa diterangkan dan tidak akan berisik, kalau presiden punya otak yang cukup untuk memahami keadaan. “Presidennya bukan Jokowi sebagai persona, tapi presiden kan harus punya otak yang kita sebut sebagai kemampuan berpikir konseptual,” tegasnya.
Hari Selasa ini menurut Rocky memang hari yang betul-betul berisik. Berisik kalau enggak ada konsekuensi sebetulnya biasa saja karena politik memang begitu. “Tapi semua hiruk-pikuk ini membuat kita cemas karena operasi-operasi bawah tanah untuk memperpanjang jabatan masih jalan,” katanya.
Sebetulnya, apapun konflik politik, kalau dilembagakan, maka tidak akan menjadi soal. Apalagi kalau ada oposisi mengambil alih isu ini.
“Tetapi yang kita lihat sekarang, tidak ada pelembagaan politik sehingga seluruh isu bisa melebar ke mana-mana, kita berupaya untuk memahami bahwa memang lihat dunia sedang berubah juga tuh,” paparnya.
Rocky menegaskan bahwa kegaduhan pada masalah yang sangat mendasar yakni kebutuhan pokok terus terjadi, itu artinya negara atau ritus-ritus Jokowi tidak paham tentang kebutuhan rakyat.
“Sri Mulyani selalu bilang APBN cukup, kenapa cukup karena kita masih dapat kelimpahan banyak uang akibat kenaikan harga komoditas. Harusnya kalau otaknya bagus, APBN yang disebut cukup itu, harus dipakai untuk bail out kebutuhan pokok dengan kata lain subsidi,” tegasnya.
Tapi oleh rezim ini justru semua subsidi dicabut. Masyarakat mempertanyakan kenapa subsidi dicabut. Padahal sebetulnya APBN itu hanya trade off, bagian ini dipakai sini kantong kiri, satu kantong kanan.
“Jadi kalau subsidi dicabut artinya memang ada uang yang dijaminkan untuk IKN. Itu saja intinya. Kita gak lihat alasan apa-apa kenapa ya karena dibuka kepada pasar. Oke dibuka pada pasar dan itu artinya harga akan naik tetapi subsidi harus jalan, karena ini negara kesejahteraan bukan negara kapitalis,” tegasnya.
Jadi sampai saat ini orang selalu bertanya kenapa sih subsidinya dicabut segala macam. “Ya karena dia mau menghemat, menghemat buat apa, memang maksudnya Sri Mulyani itu yang ideologinya disebut austerity, penghematan di sini, penghematan di situ. Tapi austerity artinya penghematan untuk memungkinkan ada uang saku bagi rakyat kecil, yang kita sebut subsidi. Gampang itu,” jelasnya.
Yang jadi masalah kata Rocky, subsidinya untuk IKN karena semua orang tahu IKN memang sudah tidak ada investor.
“Jadi kita bisa periksa keadaan itu dan para ekonom dan menteri-menteri mengerti. Tapi menteri-menteri pada cekcok. Itu artinya sebetulnya bisa menyeselesaikan sendiri di depan presiden. Tapi Presiden kan membiarkan. Jadi seolah-olah Ahok itu benar,” tegasnya.
Bagaimana logikanya, harganya dibuka keekonomiannya ikuti pasar dunia pasti naik, kecuali Ahok bilang, bahwa oke dia enggak akan naik, karena dia udah ngomong dengan Menteri Keuangan, itu baru masuk akal. Kalau baru Ahok yang ngomongnya, gak ada artinya.
“Ini kapasitas yang membuat begitu kacau, karena kekacauan itu akan mempercepat perubahan,” pungkasnya. (ida, sws)