Rezim Ini Takut Pada Barang Yang Sudah Mereka Bunuh

Ilustrasi

Jakarta, FNN – Sejak awal berkuasa rezim ini tidak paham makna kemajemukan. Anehnya, di mana pun mereka berada selalu mengklaim dirinya yang paling tahu soal kebhinekaan.  Makin aneh ketika HTI dan FPI dimatikan lalu gencarkan Islamophobia.

“Itulah akibatnya kalau dari awal kekuasaan, nggak paham bahwa bangsa ini didesain untuk hidup majemuk. Jangan bunuh organisasi yang mewakili kemajemukan.  HTI, FPI itu organisasi yang mewakili kemajemukan,”kata pengamat politik Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Jum’at, 15 April 2022.

Dua ormas Islam ini dimatikan oleh Presiden, akibatnya sekarang dia nggak bisa baca lagi, di mana ada HTI di mana ada FPI. Lalu dijadikan itu sebagai ketakutan.

“Loh, barang yang sudah dihilangkan oleh negara kok masih ditakuti, itu kan ajaib. Kalau HTI itu beroperasi eksis, FPI eksis, bolehlah kelihatan bentuknya, posturnya, gerak-geriknya. Ini sudah nggak ada, oleh kekuasaan sudah dibasmi itu, kok ditakuti,” kata Rocky heran.

Satu-satunya orang yang masih ada dan mewakili simbol FPI, Munarman juga dipenjara.  Ia dituntut dengan hukuman yang oleh orang berakal - sebagai nggak adil.

“Lalu apa yang ditakuti. Kekacauan ini datang dari kecemasan diri sendiri. Ini dia takut sendiri, figurisasi  yang dia buat, dia takuti sendiri, “ paparnya.

Rocky mengibaratkan ketakutan penguasaa pada Islam sama dengan seseorang takut pada gambar setan yang ia gambar sendiri.  

“Dia gambar setan di dinding rumahnya, lalu dia kabur karena dia takut sendiri. Itu yang dilakukan oleh teman-teman Cokro TV begitu. Saya kira studio Cokro  itu penuh dengan mural. Mural yang menakutkan. Lalu satu orang masuk di situ, tiba-tiba dia melihat mural itu bergerak sendiri. Padahal itu mural yang dibuat sendiri kan? Ini gila memang,” papar Rocky.

Padahal, kata Rocky sebetulnya hantu itu juga mau kabur karena dia liat ada hantu yang lebih gila. Iya mari kita hormati orang gila dengan cara melarikan diri nanti dikejar orang gila,”katanya berkelakar.

Menurut Rocky, ada yang lebih gila dari kelakuan teman-temannya di Cokro TV. “Lebih gila lagi kalau ada asumsi bahwa karena KPU-nya Banser maka yang jadi presiden adalah ketua PBNU,” paparnya.

Pengkondisian seperti itu kata Rocky sudah berlangsung hingga saat ini. Karena hampir semua orang sudah berpikir begitu. 

“Itu yang nggak bisa dilepaskan karena semua institusi publik itu sebetulnya diatur sedemikian rupa sehingga mengarah pada pendukungan istana di masa lalu, setidaknya dalam tujuh tahun ini, dan itu yang terjadi. Sehingga kalau ada orang yang bermutu datang dari Banser, orang langsung curiga. karena sudah ada record sebelumnya, “ sindirnya.

Sampai saat ini, lanjut Rocky, sudah terbentuk frame bahwa ini negara hukum yang isinya didesain oleh istana, bukan oleh kebijakan publik atau kepentingan publik.

“Jadi sudah, terima saja sinisme publik itu. KPU dari sekarang sudah nggak dipercaya orang. Jadi sebelum pemilu sudah menganggap ini pasti curang.  Jalan pikiran ini nggak pernah bisa diselesaikan oleh Presiden Jokowi karena sekeliling Presiden Jokowi juga menganggap presiden mungkin senang dengan peralatan yang dia miliki yang disodorkan oleh punggawa punggawanya. Ini yang saya sering sebut bahwa pelembagaan politik kita yang disebut politik kebohongan  atau politic lie institution, itu tidak kompetibel dengan political culture,” tegasnya.

Culture-nya masih feodal, karena itu semua orang berupaya menyenangkan presiden dengan menyodorkan sesuatu yang menggembirakan presiden.

“Jadi kekacauan institusi itu disponsori oleh feodalisme, yang terjadi pembusukan politik, political decay. Saya sering terangkan bahwa political decay itu akibat dari manipulasi di awal sehingga terus-menerus orang menganggap bahwa sekali Anda jadi manipulator,  maka akan lakukan itu terus. Jadi pembusukan itu datang dari kedunguan istana,” pungkasnya. (ida, sws). 

457

Related Post