Rocky Gerung: Kejahatan Ekonomi-Politik Bisa Disembunyikan dari CCTV, namun Tidak Bisa dari Akal Sehat

Diskusi Publik dengan tema ‘Refleksi 77 Tahun Indonesia Merdeka Membangun Ekonomi, Politik, dan Hukum yang Beradab,’ yang digagas Forum News Network (FNN) di aula Soho Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (10/08/2022).

Jakarta, FNN – Pengamat politik Rocky Gerung menegaskan bahwa bangsa ini belum merdeka secara ekonomi maupun politik. Secara ekonomi, masih banyak orang miskin sedangkan secara politik bangsa ini belum merdeka dari jeratan presidential threshold 20 persen.

“Kesimpulan saya adalah bahwa Indonesia tidak merdeka, baik secara ekonomi dan secara politik. Hal ini dikarenakan kejahatan ekonomi-politik dapat disembunyikan dari CCTV, namun tidak dapat disembunyikan dari kecerdasan akal,” katanya dalam diskusi publik bertemakan "Refleksi 77 Tahun Indonesia Merdeka, Membangun Ekonomi, Politik, dan Hukum yang Beradab" di aula Soho Pancoran, Jakarta Selatan yang digagas oleh portal berita Forum News Network (FNN) Rabu (10/08/22).

Rocky juga mengaitkan permasalahan di istana dengan teori fisika thermodinamika. Dikatakan Rocky bahwa oposisi itu penting karena itu merupakan teguran atau interupsi terhadap kekuasaan.

Selain Rocky, beberapa pembicara yang hadir antara lain H.A.A. LaNyalla Mahmud Mattalitti (Ketua DPD RI), Tamsil Linrung (anggota DPD RI), Rocky Gerung (pengamat politik), Ichsanuddin Noorsy (pengamat ekonomi), MS Kaban (manten Menteri Kehutanan), dan Ahmad Yani (praktisi hukum). Acara yang berlangsung selama 4 jam itu dipandu oleh dua wartawan senior FNN, Hersubeno Arief sebagai moderator dan Agi Betha sebagai MC.  

"Jadi, kalau hari ini kita melakukan refleksi 77 tahun Indonesia merdeka dengan tonggak Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi tidak nyambung lagi, karena negara proklamasi sudah bubar sejak tahun 2002 karena pergantian konstitusi yang dilakukan di tahun 1999 sampai 2002 telah memenuhi unsur-unsur pembubaran negara Proklamasi 17 Agustus 1945 karena telah menghilangkan nilai perjanjian luhur bangsa Indonesia," ujar LaNyalla dalam pidato yang disampaikan secara daring sebagai topik pembahasan pada diskusi publik ini.

Tamsil Linrung menanggapi refleksi 77 tahun Indonesia berdasarkan relevansi tujuan bernegara yang terlampir pada mukadimah UUD 1945. Tamsil menyoroti ketidaksetaraan kehidupan masyarakat dengan isi tujuan negara dengan merefleksikannya melalui kondisi masyarakat Indonesia. Selain itu, faktor lainnya datang dari pengaruh oligarki yang mana ditempatkan pada masa keemasan di negara ini. Tamsil juga menyampaikan adanya harapan terjadi reformasi ketika suatu konstitusi kebablasan saat menangani permasalahan.

Sementara praktisi hukum Ahmad Yani, menyinggung dari sisi hukum bahwa adanya kontradiksi dalam batang tubuh UU mengenai liberalisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar UUD negara Indonesia. Yani juga menyentil soal konstruksi lembaga negara dan produk undang-undang yang perlu dikaji ulang. Dalam kesempatan ini, Yani juga mengharapkan agar struktur institusi dapat ditata ulang sehingga berbagai permasalahan yang sedang dihadapi, seperti kasus FS, KM50, dan Djoko Tjandra dapat diselesaikan oleh institusi yang terlibat sesuai dengan prosedurnya.

Mantan Menteri Kehutanan MS Kaban merujuk pada pendapat LaNyalla dan Yani bahwa batang tubuh UU yang berubah, sedangkan pembukaan adalah tekad niat negara Indonesia. Kaban mengaitkan pada persoalan sejarah orde baru hingga masa reformasi. Keunggulan partai-partai yang tidak reformis sehingga terjadi perubahan UUD yang tidak sesuai dengan mekanisme. Kaban juga mempertanyakan pertanggungjawaban presiden dan berpesan agar masyarakat memahami keadaan politik di Indonesia, terutama generasi muda.

“Enak banget jadi presiden sekarang, tidak ada pertanggungjawaban di akhir jabatan,” katanya heran.

Dari sudut pandang ekonomi, Ichsanuddin Noorsy membahas kecemasan masyarakat. Kecemasan yang berkaitan dengan ekonomi itu dibagi menjadi periode masa Soekarno hingga tahun 1998 dan masa Habibie sampai Joko Widodo. Kesimpulan yang disampaikan adalah Indonesia belum merdeka. Dalam bahasannya, masyarakat harus dapat menerima 5-I, yaitu dapat menerima invasi, intervensi, infiltrasi, interferensi, dan tidak perlu takut untuk intimidasi. Ichsanuddin juga membahas utang yang dimiliki di setiap periode kepresidenan yang berdampak pada masalah struktural.

Diskusi publik berlangsung selama hampir 4 jam dan ditutup dengan sesi tanya jawab dari peserta diskusi. Pertanyaan dijawab oleh setiap pembicara dari masing-masing perspektif. Di kesempatan terakhir, moderator berharap dengan diselenggarakan diskusi ini, segala materi yang disampaikan dapat bermanfaat bagi seluruh peserta yang hadir.

Acara dimulai sekitar pukul 14:30 hingga 17.30 WIB dan juga disiarkan secara daring melalui kanal Youtube FNN TV. (oct)

370

Related Post