Rocky Gerung: Kesalahan Jokowi, Ia Menebar Tebu di Semua Bibir...

Jakarta, FNN -  Molornya penentuan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden disebabkan oleh ketergantungan yang cukup besar partai terhadap Jokowi.  

“Ada ketergantungan yang begitu besar atas partai-partai terhadap Jokowi. Mereka semua berebut restu Jokowi. Oleh karena itu semua capres tidak ingin bertengkar dengan Jokowi, karena mereka menganggap nanti Jokowi bisa mengeluarkan senjata pamungkas,” kata pengamat politik Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, berjudul “Tebar Harapan Manis ke Capres, Awas Prabowo dan Ganjar Diprank Jokowi,”  Senin (05/05/2023).

Namun demikian bagi FNN, kata Rocky hal itu bukan problem. FNN akan tetap mengkritik Jokowi, apakah Jokowi mau kasih tiket ke siapapun. Sebab, lanjut Rocky selama beliau tidak lega melepaskan pertandingan ini di luar pengaturan skor oleh dia, FNN akan selalu mengkritik Jokowi.

“Jokowi Anda masih terus cawe-cawe, putar sana, putar sini sehingga semua orang seolah- olah tergantung pada Anda. Padahal kalau kita lihat sistem konstitusi kita, presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui partai-partai politik,” tegasnya.

Jadi, lanjut Rocky biarkan partai politik bersaing di antara mereka, bukan bersaing untuk memperoleh wisdom atau restu dari Jokowi, itu keliru.

“Hal itulah yang hendak kita terangkan, sebetulnya Pak Jokowi bikin kekeliruan bahwa dia menyebar tebu di semua bibir, lalu merasa bahwa partai yang paling manis adalah partai A, lalu partai yang kurang manis partai B, itu kesalahannya di situ. Juga salahnya partai-partai yang minta restu Jokowi,” paparnya.

Hal ini bisa terjadi lantaran sejak awal partai-partai itu tidak mau nol perseen. Jadi 20 persen itu, kata Rocky akhirnya menjadi rebutan gula-gula yang sesungguhnya hal itu merupakan hukuman bagi partai-partai yang tidak mau mengikuti proposal FNN.

Menurut Hersu, sesungguhnya kalau disimak sikap partai, sebetulnya ada yang betul-betul berharap mendapat restu Jokowi dan ada juga yang terpaksa, karena kalau tidak ikut, mereka akan tersandera.

Namun menurut Rocky hal itu hanya gebrakan saja.”Ya, itu partai-partai kecil yang sok pamer kuasa, tapi malah bingung sendiri. Jadi, tidak ada lagi pride, tidak ada lagi kebanggaan bahwa partai mau kecil atau besar sebetulnya tidak ada soal, yang penting dia itu punya akses ke dalam pemilu,” paparnya.

Akan tetapi masalahnya karena tidak punya akses ke pelaksana Pemilu, mereka lantas akses ke presieen. Maka dari itu dimainkan oleh presiden. “Itulah makanya kalau partai tidak bisa mempertahankan nol persen ya, gak usah ikut,” tegasnya.

Rocky menyarankan, sebetulmya partai-partai yang di bawah 20 persen itu bikin koalisi lalu bikin semacam kaukus, kami akan memboikot pemilu. “Itu lebih berguna, daripada sudah mengemis akhirnya disingkirkan juga,” tegasnya.

Bagi Jokowi kata Rocky perolehan suara 4-5 persen, itu rendah sekali. Maka Jokowi manfaatkan itu. Menurut Rocky hal itu merupakan tukar tambah yang orientasinya politik bukan tukar tambah demokrasi.

Menyinggung soal manuver PAN, Rocky menyebut bahwa hal itu akibat dari politik yang berlandaskan persepsi. Rocky meyakini PAN bukan dikendalikan oleh ukhuwah islamiayah, akan tetapi dikenadlikan oleh Erick Thohir yang ambisi untuk jadi wakil presiden.

Memang Erick Thohir kemudian cari akses ke pemilih muslim lewat NU, akan tetapi hal itu kata Rocky sebetulnya hanya sekadar upaya untuk membeli citra, buka sesuatu yang berakar bahwa ini tokoh muslim yang basisnya keadilan versi Islam.

“Kita tidak pernah mendengar PAN menerangkan apa itu keadialan sosial versi Islam, kalau betul-betul PAN itu ada warna Muhammadiyah. Bahkan kita menduga bahwa PAN sebetulnya proxy atau diremote oleh modal yakni Erick Thohir. Jadi gampang  membacanya,” paparnya.

Semenara soal Sandiaga Uno, Rocky ingin menerangkan kepada publik bahwa persaingan ideologis berhenti karena semua orang butuh dana pemilu dan dana pemilu hanya bisa diperoleh dari orang-orang yang punya uang.

“Ini bagus buat kita untuk mengubah seluruh persepsi dan orientasi kita bahwa politik itu disebut poilitik kalau dia mendistribuiskan keadilan. Politik disebut piltik kalau yang diungkapkan adalah pertandingan ide, gagasan, dan nilai. Ini semua tidak terjadi,” paparnya.

Rocky mengingatkan bahwa waktu tinggal 100 hari lagi. “Kita tunggu pada akhirnya yang mendaftar ke KPU sebagai capres cawapres itu pasti sekadar menunjukkan dan memperoleh koalisi 20 persen, tapi 20  persen itu dasarnya adalah tukar tambah kepentingan materiil bukan kepentingan etis.  Saya nanti akan lihat siapa yang memproleh 20 persen karena transaksi ideologi  dan siapa yang memperoleh 20 persen karea transaksi amplop,” tegasnya.

FNN kata Rocky sejak awal sudah mendeteksi di mana kecurangan, siapa yang tidak layak untuk memimpin negeri, tapi hanya dengan modal uang doang dan hal itu tidak boleh. (sws)

334

Related Post