Rocky Gerung: Ngapain Nunggu Reshuffle Wong Kapalnya Mau Tenggelam
Jakarta, FNN – Tertutupnya pintu Nasdem dan partai-partai politik lainnya untuk melakukan amandemen UUD 1945 dinilai pengamat politik Rocky Gerung sebagai sikap yang tepat.
“Saya kira sikap Nasdem sudah final bagi Surya Paloh, ngapain sih kursi nambah atau kurang, nggak ada gunanya wong kapalnya sudah mau tenggelam. Jadi batin politik Pak Surya Paloh lebih cepat membaca itu dari pada partai-partai yang masih mensponsori gerakan-gerakan kebulatan tekad,” kata Rocky Gerung dalam perbincangan dengan wartawab FNN Hersubeno Arief dalam kanal Rocky Gerung Official, Selasa (22/03/2022).
Seperti diketahui Ketua Fraksi Nasdem MPR Taufik Basari mengatakan, fraksinya menolak amendemen UUD 1945 secara terbatas terkait pokok-pokok haluan negara (PPHN) pada periode MPR 2019-2024. Nasdem menduga bisa menjadi kotak pandora masuknya isu-isu lain dalam amandemen tersebut seperti penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
“Sebagai duet tokoh senior Pak Suya Paloh dan Ibu Mega paham tentang pintu yang diganjal oleh oligarki supaya tidak bisa ditutup lalu diselundupkan ke situ seri deklarasi dukungan kebulatan tekad. Jadi pintunya masih diganjal sebetulnya, dan masih ada sedikit upaya walaupun secara tertutup secara parlementer. Tapi operasi-operasi di bawah dijalankan terus karena nanti akan ada juga satu opsi, mungkin ada kekacauan di akar rumput, mungkin akan menganggap bahwa perlu dikerahkan massa lalu tiba-tiba ada opsi keadaan darurat,” tegasnya.
Menurut Rocky, dengan ditutupnya pintu itu oleh Nasdem, lalu ada PDIP, Golkar, PKS, PPP, dan Demokrat, maka tertutup juga peluang untuk reshuffle. “Padahal reshuffle tadinya dimaksudkan untuk menyogok. Ternyata ibu tidak mau disogok. Dia mau supaya kader PDIP yang akan memimpin di 2024. Demikian juga Pak Parbowo membaca sinyal itu dan menganggap ya sudah diem-diem kita harus menutup pintu itu,” paparnya.
Jika masih ada partai yang berharap di kabinet ini, untuk apa, sebab situasi pemerintahan sedang sulit. “Orang kalau IQ-nya tinggi pasti bikin kalkulasi bahwa ini potensi untuk memperburuk diri sendiri. Bergabung dengan kekuasaan yang komorbid dan sudah dinyatakan terminated, ini kita membayangkan tokoh-tokoh politik yang masih ngotot, bagaimana wawasan dia tentang demokrasi dan politik. Orang akan berpikir ngapain kita memilih partai itu lagi, karena mereka tidak paham dengan kompetisi yang fair, pemilihan yang periodik, dan segala macam. Ini hanya ambisi kecil untuk menyelamatkan komorbidnya atau ada kardus dan segala macam,” tegasnya.
Rocky menyarankan partai yang masih ngarep jatah reshuffle untuk bisa berpikir jernih. “Mereka harus bisa berpikir bahwa Jokowi mustinya dipercepat saja, karena di sekitarnya sudah busuk, apalagi ditambah pagelaran-pagelaran di daerah untuk kebulatan tekad. Saya kira ini operasi khusus dari intelejen yang dimaksudkan untuk menguji suasana politik di bawah, sebesar apa, sekaligus kita menganggap ada dan besar-besaran dari oligarki untuk mencari celah kecil,” paparnya.
“Kalau lihat video-video ada pengumpulan massa yang besar, ada dana yang besar, menunjukkan betapa mereka meskipun sudah ditutup pintunya secara formal di MPR, tapi mereka akan mencari gorong-gorong untuk mengegolkan memperpanjang masa jabatan Jokowi,” pungkasnya. (ida, sws)