Rocky Gerung: Pengurus NU Jawa Timur Mengerti Perbedaan antara Politik yang Betul-betul Substansial dan Politik yang Kondisional

Rocky Gerung

Jakarta, FNN – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, Abdussalam Shohib (Gus Salam), menilai sebaiknya pemerintah lebih fokus dan memprioritaskan pada kasus yang lebih besar seperti korupsi, daripada ucapan  Rocky Gerung. Karena korupsi sangat merugikan dan menghambat kemajuan bangsa. Gus Salam bahkan mengatakan bahwa kasus Rocky Gerung seharusnya tidak perlu dilaporkan ke polisi.

Menanggapi penilaian pengurus wilayah NU Jawa Timur tersebut, Rocky Gerung dalam kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Rabu (9/8/23) mengatakan, “Nah, itu saya tahu jalan pikiran itu dan saya kenal teman-teman NU Jawa Timur. Saya ucapkan terima kasih karena teman-teman NU Jawa Timur mengerti beda antara politik yang betul-betul substansial dan politik yang kondisional. Yang sekarang ini kondisional.”

Mungkin sekali, lanjut Rocky, satu waktu nanti ada percakapan publik lebih jauh, lebih mendasar, tentang kasusnya, karena kita ada pada kesulitan untuk memetakan ini isu politik atau isu hukum. Kalau isu hukum, ini isu hukum yang bisa dijerat undang-undang atau isu hukum untuk dipaksakan dijerat undang-undang.

Menurut Rocky, ada bagian yang absurd dalam tuntunan politik hari-hari ini, ada yang masuk akal, ada yang sekedar mencari-cari persoalan. Tetapi, yang paling medasar adalah persoalan utama Pemilu dan arah Pemilu itu makin lama makin absurd, karena biang-biang yang tadinya bersembunyi mulai menunjukkan hasrat untuk berkuasa.

Memang, apa yang disampaikan oleh pengurus wilayah NU Jawa Timur tentang pentingnya fokus pada masalah korupsi merupakan politik adiluhung karena kesejahteraan rakyat memang bagian dari tugas negara. Sedangkan politisasi kasus Rocky Gerung merupakan politik remeh temeh, politi kelas bawah, dan cenderung norak.

“Ya, saya melihat NU mengambil posisi yang sangat penuh siasat hari-hari ini, karena tetap NU akhirnya jadi faktor. Dia bukan lagi variabel. Tetapi, NU sebagai satu ide sejarah, ide kebudayaan, ide politik, dia akhirnya tumbuh sebagai faktor. Dan itu yang kemudian menerangkan kenapa calon-calon Presiden harus menunggu semacam sinyal atau nunggu pulung dari NU. Dan itu yang berkali-kali kita lakukan analisis dalam politik Indonesia bahwa NU punya kultur akomodatif, tetapi akomodatif yang menunggu momentum sebetulnya,” ujar Rocky.

“Sekarang, kita lihat momentum itu ada, yaitu dalam 4 bulan harus ada calon wakil presiden dan NU mengerti bahwa pada akhirnya semua akan mengambil NU sebagai faktor penentu kemenangan,” ungkap Rocky  dalam diskusi yang dipandu oleh Hersubeno Airef, wartawan senior FFN, itu.

Apalagi, lanjutnya, sekarang kita mulai lihat tokoh-tokohnya bermunculan. Jika dibandingkan, misalnya Cak Imin memang NU, tetapi apa bedanya Cak Imin dengan Yakut sebagai NU. Apa bedanya Yaqut dengan Yenny Wahid. Kalau kita ulas sedikit, kelihatannya Yenny adalah NU yang pasti ideologis karena langsung dari Gus Dur. Tetapi, popularitas Yenny agak menurun. Tetapi, orang tetap ingat bahwa Yenny NU yang ideologis. Cak Imin dia NU, tetapi ideologinya tidak seketat Yenny, karena Cak Imin lapangan bermainnya terlalu lebar. Orang akan ingat bahwa Cak Imin NU kalau dia mengucapkan sesuatu demi membujuk NU. Padahal, sebenarnya tidak usah dibujuk. Jadi, NU yang Cak Imin adalah NU yang psikologis. Tergantung psikologinya bagaimana NU menangkap bujukan Cak Imin, Kalau Yaqut dia NU yang antropologis, karena memang dia berasal dari pesantren.

Jadi, sekarang kita mau lihat siapa sebetulnya yang lebih pantas untuk masuk di dalam putaran politik capres ini dengan komposisi begitu. Yenny adalah NU yang ideologis, Cak Imin NU yang psikologis, Yaqut adalah NU yang lebih sosiologis karena lebih mengakar, lebih mendasar, dan orang mungkin mengingat bahwa Yaqut ada di dalam struktur kekuasaan sekarang. Tetapi, satu waktu kalau misalnya Yaqut yang paling masuk akal pergi pada Ganjar atau diatur supaya menjadi wakilnya Ganjar, kelihatannya NU itu akan pindah mengikuti garis Yaqut, karena di situ pasti sudah ada semacam kepastian bahwa Yaqut adalah menterinya Jokowi, lebih aman sebetulnya.

“Jadi, posisi hari ini kalau kita lihat secara gampang Yaqut lebih mudah diterima oleh PDIP. Itu yang menerangkan kenapa PDIP hari-hari ini terus mengungkapkan bahwa NU adalah teman baiknya. Walaupun yang disebut PKB, tetapi kalau kita uji lebih jauh yang mana yang kira-kira dimungkinkan untuk menambah elektabilitas Ganjar, kelihatannya Yaqut lebih masuk akal,” ujar Rocky. (ida)

258

Related Post