Sampur dan Oligarki

Oleh Ridwan Saidi

Sampur artinya akses. Di Tanggerang disebut Sampora. Di Bogor disebut Sempur. Dari Kedung Halang posisi Sempur di sebelah kiri. Kemungkinan besar Sempur akses ke

Istana Pabaton, Bogor.

Kéndal juga akses ke zona ekonomi Semarang. Oleh Belanda Sampur diganti Zandvoort. Mungkin supaya terkesan Belanda lebih dulu berdiam di situ dari pada native. Banyak toponim native yang diBelandakan.

Sampur di Tanjung Priyuk tempat tujuan wisata lokal. Pengunjung bisa bermandi-manda atau sewa perahu layar ke pulau Serebu.

Tak jauh dari Sampur ada tempat untuk elit dari sejak jaman Belanda, itulah Yacht Club. Tiap malam ada live music di sini.

Kalau lebaran ramai nian di Sampur. Penduduk dari selatan memenuhi Sampur. Mereka datang dengan charter truck. Sang Saka Merah Putih dikibarkan. Di Sampur mereka menatap laut sambil duduk-duduk.

Semua yang dikisahkan tadi telah tertelan masa, maklumlah oligarki adalah tim bola tanpa kostum. Kalau oligarki menggiring bola dan menendang ke arah gawang dipastikan masuk sama kiper-kipernya.

Orba berganti reformasi yang berubah cuma bertambahnya besi di ruang darat dan udara Sampur. Hutan belukar besi beton merembet ke arah timur.

Mau ke pantai mana lagi di Jakarta, Muara Karang hingga Ancol menjadi kawasan rawan rob. Kamal Muara panoramanya dibendung pulau Alpabet Reklamasi. Tanjung Pasir terlalu jauh buat orang Jakarta. Itu di Tanggerang.

Orang Jakarta santai di mana? Mall. Tapi itu bagi yang duitnya berlebih dan sudah divaksin.

Pantai Jakarta harus ditertibkan kembali. Agar penduduk daratan bisa menikmati laut. Kalau panorama ini dibendung, maka laut yang mampir mengunjungi daratan. Kata media, pesisir Jakarta tenggelam akibat rob sejak 4/12/2021. Atau dalam istilah popular banjir 412.

Tapi Badan Penanggulang Bencana DKI menghitungnya dengan jumlah RT. Hanya 28 RT yang kena banjir, sedangkan jumlah RT di Jakarta lebih dari 30 ribu. Kesan yang ingin ditimbulkan dengan hitung-hitungan begini, ini bencana tak seberapa. Ini ciri kebanyakan pejabat era reformasi, menghindar dengan permainan kata-kata.

*) Budayawan

235

Related Post