Sayangnya, Anies Tak Berwatak Bengis
Ngomongnya ke sana, kelakuannya ke sini. Janjinya mau buat prestasi, hasilnya malah bikin ironi. Komitmennya bikin rakyat sejahtera, kenyataannya rakyat jadi sengsara. Fakta obyektifnya, itulah ciri-ciri rezim bengis di bawah kendali oligarki yang sadis.
Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI
Sampai saat ini dan entah sampai kapan, banyak bertebaran pemimpin dengan perilaku sadis terhadap rakyatnya sendiri. Mulai dari walikota dan bupati, gubernur, menteri hingga presiden sekalipun. Dibalik kampanye dan pencitraan yang dilakukan sebelum menjabat, pemimpin birokrasi itu kerapkali mengeluarkan kebijakan yang yang menimbulkan kesengsaraan rakyat. Dari penggusuran dan perampasan tanah rakyat, kejahatan konstitusi, kenaikan pajak dan harga kebutuhan sembako yang menjulang tinggi, hingga menista agama, kriminalisasi aktifis pergerakan dan para ulama.
Akibat dari gagalnya pemimpin memaknai tugas dan fungsinya selaku pemangku kepentingan publik. Orientasi kebijakannya sering diwarnai "vested interest" yang disertai niat buruk. Kalau tidak untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, ya apalagi kalau bukan untuk para pengusaha, oligarki yang menjadi junjungannya. Atas dasar itu, praktek-praktek KKN terus menyelimuti pengambilan keputusan dan suasana pemerintahan dalam proses penyelenggaraan negara. Apapagi ketika kepemilikan modal dalam wujud korporasi multinasional maupun transnasional begitu sangat dominan dalam mendorong kebijakan negara. Konspirasi terselubung itu yang pada akhirnya melahirkan borjuasi-borjuasi baik di kalangan korporasi, birokrasi, politisi, stage holder bahkan pada entitas politik budaya dan keagamaan. Semua lapisan masyarakat cenderung dibentuk menjadi pemimpin dan masyarakat kapitalistik yang berorientasi pada materi dan kebendaan lainnya. Keuangan jadi nomor wahid, sementara esensi Tauhid diabaikan.
Pada sistem sosial yang mengedepankan prinsip-prinsip liberalisasi dan sekulerisasi, pada akhirnya hanya semakin mengokohkan pertentangan kelas dalam negara. Ada dominasi dan hegemoni orang perorang atau kelompok terhadap mayoritas yang identik ditempatkan sebagai obyek dan pasar potensial. Watak individual yang menjadi representasi dari upaya penumpukan modal dan penguasaan berlebihan sektor publik. Secara perlahan tapi pasti, melahirkan stelsel kolonial dan feodal. Ada kekuatan minoritas yang mencengkeram kehidupan mayoritas. Golongan orang kaya semakin sedikit namun harta dan pengaruhnya semakin tak terbatas. Sementara rakyat miskin semakin tumbuh pesat dan meluas, dengan segala kekurangan dan penderitaan hidupnya.
Bahkan di saat rakyat terseok-seok karena pandemi, kesulitan memenuhi nafkah dan secara massal menemui kematiannya. Begitu banyak pemimpin yang masih hidup senang dan berfoya-foya di atas penderitaan rakyat. Lebih miris lagi, suasana pandemi malah menyuburkan kejahatan KKN dan upaya menghancurkan negara. Ada korupsi bansos, ada pejabat yang bertambah kekayaannya karena terlibat bisnis PCR, dan ada juga upaya membajak konsitusi demi kepentingan oligarki melanggengkan kekuasaan rezim sekaligus kepentingan ekonominya. Tanpa malu sibuk memindahkan IKN sembari memunda pemilu 2024. Pejabat, politisi dan pengusaha bersatu dalam persekongkolan jahat menguasai negara. Pemerintah yang seharusnya melindungi dan mengayomi rakyatnya, justru menjadi rezim yang bengis menidas rakyat.
Prestasi dan Harga Diri Seorang Anies
Anies nyaris menjadi pemimpin yang secara umum mampu menghindari politik tercela dalam birokrasi pemerintahan. Ada baiknya ketika lawan-lawan politiknya berusaha membangun narasi stereotif dan intimidasi saat Anies menjabat gubernur Jakarta. Sikap nyinyir dan ujaran kebencian yang berlebihan terhadap Anies, secara tidak langsung membuat Anies lebih mawas diri, transparan dan akuntabel dalam menjalankan roda pemerintahan Ibu kota. Suka atau tidak suka, gelombang kampanye hitam pada Anies menempatkan Anies sebagai pemimpin dalam kontrol dan pengawasan publik yang membuatnya tetap amanah dan menjunjung integritas. Situasi dan kondisi demikian membuat Anies dapat berjalan "on the track" dalam memenuhi janji kampanye politiknya, melumuri kinerjanya dengan prestasi dan yang terpenting mengangkat kehidupan rakyat Jakarta yang tak berpunya dan terpinggirkan oleh tingkah pongah gubenur sebelumnya.
Anies terbasa bekerja tanpa hingar bingar, pencitraan dan gembar gembor ke publik. Anies telah membuktikan bahwa kinerja itu memang lebih baik dengan ketekunan, fokus dan gigih meraih prestasi. Bukan dengan basa-basi dan janji-janji yang melulu diingkari. Apalagi sampai menghianati dan menyakiti rakyat, utamanya wong cilik. Terlebih lebih memalukan lagi dan hina ketika menjadi pemimpin yang terjerat korupsi dan kolusi serta meniadi boneka olgarki.
Anies sejauh ini mampu berkomitmen komitmen dan konsisten mengemban amanat penderitaan rakyat. Sembari menjaga kemuliaan warisan darah kepahlawanan dari kakeknya yang ikut berkontribusi bagi bangsa dan negara. Sebagai pemimpin, mutlak mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan keluarga serta kelompoknya. Bahwa tidak disebut pemimpin jika tak mampu memikul amanat penderitaan rakyat. Nilai-nilai itu yang kemudan menjadi ruh kepemimpinan Anies, pemimpin yang harus berprestasi dan menjaga martabat dan harga diri.
Alhamdulillah, Anies bertumbuh dipenuhi kekuatan nurani dan budi pekerti, dapat mewujudkan aspirasi dan kenginan warga Jakarta khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya. Banyak karyanya yang fenomenal dan membanggakan. Membebaskan biaya PBB bagi para veteran pejuang, menyediakan perumahan Aquarium bagi korban penggusuran di pesisir utara Jakarta dan menyesuaikan pembiayaan kebutuhan pokok dengan kemampuan daya beli masyarakat seperti air minum yang vital. Menariknya lagi, Anies masih bisa berkarya dalam spektrum nasional saat membangun sistem ketahanan pangan nasional secara sederhana tapi nyata, dengan cara mengakomodir produk pertanian daerah-daerah lain bagi kebutuhan konsumsi beras, bawang dll. untuk warga Jakarta. Satu hal soal visi nasionalisme yang kuat pada aspek kebhinnekaan dan kemajemukan bangsa, tak luput dituntaskan Anies saat memudahkan perijinan rumah ibadah dan pemberian dana hibah program pembinaan kegiatan kelembagaan semua agama di Indonesia.
Apakah masih ada yang kurang untuk melengkapi syarat dan kriteria Anies sebagai pemimpin negara dan bangsa Indonesia?. Rasanya sudah lebih dari cukup dan diatas kelayakan kalau hanya untuk sekedar menjadi presiden Indonesia mendatang. Satu pembuktian paling fundamental dan radikal dari seorang Anies, adalah ketika dia mampu bersikap tegas pada oligarki saat proyek reklamasi. Anies berdaulat memperlihatkan bahwasanya kedaulatan negara beserta kepentingan rakyat, jauh lebih penting dan utama dari sekedar uang dan kekuasaan para cukong kapitalistik itu. Itulah salah satu kepemimpinan Anes yang revolusioner selain prestasi lainnya yang bejibun.
Anies Baswedan, ditengah euforia dan geliat dukungan rakyat yang mendukungnya untuk memenangkan pilpres 2024. Pastilah memiliki daya pikat dan magnet tersendiri bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak seperti presiden, para menteri, banyaknya politisi dan semua kapitalis birokrasi yang hipokrat dan oportunis yang sedang menggelandang di panggung kekuasaan saat ini. Gubernur Jakarta yang jujur, cerdas, dan santun di mata rakyat itu, bersiap memenuhi panggilan menjadi nahkoda kapal besar mengarungi pulau harapan menuju kemakmuran dan keadilan seluruh rakyat Indonesia. Anies yang humanis bersiap mengembalikan bamgsa ini pada perwujudan Panca Sila , UUD 1945 dan NKRI yang sebenarnya.
In syaa Allah, karena Anies bukan pemimpin yang lalim dan dzolim pada rakyatnya sendiri. Anies tak berbakat menidas bangsanya, menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan pada wong cilik.
Anies tidak seperti kebanyakan penguasa licik yang keji dan menjadi budak oligarki.
Karena hidayah dan menjadi anugerah bagi seluruh rakyat Indonesia, sesungguhnya teruji Anies tidak berwatak bengis. (*)