Sebanyak 32 Rektor di DIY Menyerukan Pemilu 2024 Menjadi Media Pendidikan Politik
Yogyakarta, FNN - Para rektor atau pimpinan dari 32 perguruan tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta menyerukan agar Pemilu 2024 menjadi media pendidikan politik dan menghindari persaingan politik kotor demi kekuasaan semata.
Rektor UGM Prof Ova Emilia saat membacakan 10 poin seruan para rektor berjudul "Pemilu Berkualitas dan Demokrasi Bermartabat" di Balairung Universitas Gadjah Mada, Sleman, Sabtu, menuturkan bahwa pemilu seyogianya menjadi media pendidikan politik untuk pembangunan moral bangsa.
"Lebih mengedepankan nilai kejujuran, keteladanan, dan keadaban kontestasi dalam sistem demokrasi, dan menghindari persaingan politik kotor demi kekuasaan semata," kata dia.
Seluruh komponen bangsa, kata Ova, diminta untuk menjamin pemilu berjalan secara partisipatif bagi seluruh bangsa Indonesia serta tidak dimonopoli oleh segelintir elit kelompok oligarki yang mengabaikan kepentingan publik.
Para rektor juga menyerukan agar politik biaya tinggi dihindari, mencegah politik uang, serta menolak nepotisme yang kian mendangkalkan makna pemilu. "Mengajak seluruh komponen bangsa untuk menghindari jebakan penyalahgunaan identitas dengan politisasi agama, etnis, dan ras, yang berpotensi menimbulkan konflik dan kekerasan tidak berkesudahan yang merusak persatuan dan kesatuan bangsa," ujar Ova.
Berikutnya, mendesak para elit politik, penguasa ekonomi, partai politik, dan penyelenggara pemilu untuk memberikan keteladanan, berintegritas, dan bermartabat dalam berdemokrasi sesuai konstitusi.
Ova melanjutkan, para rektor juga mendorong seluruh komponen bangsa menjadi warga merdeka yang tidak mudah terpengaruh hasutan, hoaks, dan ujaran kebencian. "Atau berbagai upaya lain yang menciptakan perpecahan dan pembelahan sosial yang sering terjadi dan berdampak buruk pada masyarakat," ujarnya.
Partai politik, kata dia, dituntut untuk menjamin akuntabilitas dalam menjalankan tugas dan fungsinya serta memastikan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat. Selanjutnya, mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dan kritis dalam penyelenggaraan bernegara dan bermasyarakat sebagai bentuk kualitas kewarganegaraan.
Semua komponen bangsa juga diharapkan tidak menggunakan kebebasan demokrasi secara manipulatif yang justru mencederai hak-hak orang lain atau melanggar konstitusi. "Mengajak seluruh civitas academica, masyarakat sipil, dan media massa berperan aktif untuk melakukan edukasi publik guna meningkatkan literasi demokrasi dan kebangsaan, serta mengawasi jalannya kekuasaan," ujar Ova mengakhiri poin seruan itu.
Sementara itu, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Prof Al Makin berharap dengan seruan para rektor tersebut fungsi dari demokrasi dapat dikembalikan agar tercipta proses "check and balance". Proses demokrasi, ujar Makin, juga diharapkan dapat mengacu kepada moralitas awal saat negara Indonesia dulu didirikan.
Arie Sujito, pengamat politik yang juga Wakil Rektor UGM Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni menambahkan bahwa seruan para rektor tersebut merupakan bagian dari kekhawatiran sekaligus tanggung jawab mereka agar pembelahan di masyarakat tidak kembali muncul pada Pemilu 2024.
"Pengalaman sebelumnya terjadi pembelahan akibat dari friksi ketegangan politik sebagai agenda besar kalau itu tidak sejak awal kita ingatkan maka reaksi-reaksi itu akan terjadi," ujar Arie. (Sof/ANTARA)