Sejarah Mencatat, Wiranto Gagal Mengendalikan Massa
Jakarta, FNN – Reaksi cepat yang ditangkap oleh Ketua Wantimpres Wiranto menanggapi rencana aksi demonstrasi yang digagas oleh BEM SI pada 11 April 2022, tak membuat pengamat politik Rocky Gerung heran.
“Yang penting harus kita pahami bahwa mahasiswa itu kumpulan otak, bukan kumpulan dengkul. Jadi kita paham bahwa kalau ada mahasiswa yang terbujuk oleh kekuasaan, itu artinya nggak punya otak. Kan nggak mungkin otak mahasiswa itu dikuasai oleh kekuasaan. Selalu kita tahu bahwa daya tahan bangsa ini ada pada kalangan muda mahasiswa, mulai dari Sumpah Pemuda,” katanya kepada wartawan FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Sabtu, 09 April 2022.
Dulu, kata Rocky para mahasiswa yang ada di Belanda bikin Perhimpunan Indonesia, lalu mengekspor pamflet-pamflet dalam bentuk walaupun kadang tiga bulan baru sampai karena meski pakai kapal laut. Tapi inspirasi itu selalu datang dari sejarah. Dan nggak ada misalnya mahasiswa yang enggak ngerti bahwa sejarah bangsa ini adalah sejarah perjuangan anak muda.
“Jadi kalau Pak Wiranto ngumpulin mahasiswa, itu bisa kita tahulah apa reputasi Pak Wiranto dari zaman awal itu, yang dianggap sebagai orang yang selalu paham cara untuk bukan memecah-belah seutuhnya. Itu kan Pak Wiranto punya keahlian itu, termasuk dulu tiba-tiba ada Pamswakarsa berhadapan dengan mahasiswa. Mahasiswa bingung dari mana, lalu orang mulai teliti. Jadi reputasi Pak Wiranto dicatat oleh sejarah,” paparnya.
Sikap reaktif Wiranto saat ini dalam menghadapi rencana demo mahasiswa menurut Rocky wajar. Sebab, hal itu memang haknya Wiranto. “Pak Wiranto berhak untuk lakukan itu karena dia adalah aparat presiden,” lanjutnya.
Yang agak mengejutkan bagi Rocky justru adalah mengapa akhirnya Wiranto turun tangan, sementara selama ini yang gemar ngoceh-ngoceh Pak Moeldoko. Apakah dia enggak berhasil juga untuk membujuk mahasiswa.
Rocky mengaku masih sangat ingat jejak Wiranto. “Begitu Pak Wiranto muncul, tiga isu langsung beredar yakni Wiranto ahli di dalam mengorganisir BEM tandingan; yang kedua Pak Wiranto muncul artinya Presiden Jokowi sudah cemas sehingga dia turunkan seseorang yang sudah punya reputasi dalam mengatasi keadaan; yang ketiga Pak Wiranto selalu gagal mengamankan situasi,” paparnya.
Tak hanya itu menurut Rocky peristiwa 1998 bisa saja terulang. “Jangan-jangan orang bilang justru kalau Pak Wiranto yang ngumpulin BEM bisa terjadi 98 itu, Pak Wiranto gagal mengendalikan massa di Jakarta. Jadi jangan ingat-ingat itu ya,” tegasnya.
Rocky tak bermaksud memprovokasi, namun ia perlu mengingatkan tentang sepak terjang Wiranto.
“Saya cuman coba kasih tahu bahwa file-nya masih banyak loh. Bagaimana Pak Wiranto gagal mengendalikan massa. Ini bukan provokasi. Ini analisis. Jangan sampai kita dituduh lagi sebagai agen provokator. Padahal saya setiap hari memprovokasi mahasiswa dengan pikiran, yaitu kasih kritik,” pungkasnya. (ida, sws)