Serem, Pengamanan Jokowi Makin Super Ketat, Ada Apa?
Jakarta, FNN - Pengamat politik dan akademisi Rocky Gerung menyebut pengamanan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang semakin super ketat saat berkunjung ke Pasar Cisarua Bogor adalah sesuatu yang berlebihan.
Di dalam video yang viral di masyarakat, pasukan sniper berada di sudut-sudut pasar saat presiden berinteraksi dengan masyarakat setempat.
“Saya mau lihat pesannya. Mungkin pesannya bahwa ini lingkungan teroris. Karena Jawa Barat itu selalu beroposisi dengan Pak Jokowi. Baik dalam pilpres atau apa pun. Dalam survei, masyarakat Jawa Barat memang kritis terhadap kekuasaan. Bukan pada hasil kekuasaan yang dijanjikan Pak Jokowi, tapi fakta pada hari-hari ini dan itu memungkinkan persiapannya lebih dramatis,” kata Rocky kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief, dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Jumat, 22 April 2022.
Rocky melihat adegan yang sangat dramatis dalam peristiwa biasa itu. Ia menyebut biasanya pasukan Paspampres tampil biasa saja, tetapi ini terlihat sangat dramatis.
“Artinya, musuhnya sudah dekat. Jadi, kita lihat Pak Jokowi dikawal seolah-olah memasuki Kandahar atau seperti sedang di Ukraina. Jadi, kita mau cari tahu apa sebetulnya di belakang pameran itu,” paparnya.
Menurut dugaan Rocky, kenapa Jokowi dikawal superketat, sebetulnya dengan mudah bisa ditebak, yakni krisis ekonomi dan krisis sosial yang bisa berakibat pada sesuatu yang tidak diharapkan. Penjagaan superketat bagi rakyat, bisa diartikan sebagai sinyal bahwa presiden sudah tidak dekat dengan rakyat lagi.
Indikasinya jelas, kata Rocky, yakni legitimasi presiden sudah turun drastis, drop.
“Inilah yang menyebabkan Penasihat Presiden menyimpulkan ini berbahaya,” katanya.
Rocky menegaskan, jika presiden tidak dalam bahaya, tidak mungkin presiden menyiapkan Paspampres seketat itu. Ia mengingatkan peristiwa super dahsyat yang terjadi tahun 2016, namun presiden berada di tengah-tengahnya.
“Dulu presiden dengan gagah berani datang ke Pertemuan 212 di Monas, walaupun sudah dilarang oleh aparat keamanan. Tapi presiden merasa aman dan memaksakan diri masuk ke Monas didampingi Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Kapolri Tito Karnavian. Nyatanya memang aman-aman saja,” paparnya.
Sekarang, kata Rocky untuk bertemu dengan rakyat pengamanannya luar biasa. “Jadi, ada perubahan kualitatif dalam sistem pengamanan presiden karena satu isu bahwa potensi kekerasan ada di mana-mana, di pojok-pojok kota. Ini mendebarkan kita, karena belum pernah ada seorang presiden yang dikawal superketat semacam itu,” tegasnya.
Apa yang terjadi di Pasar Cisarua, kata Rocky mengingatkan dirinya pada pengawalan presiden di negara-negara otoriter seperti di Amerika Latin dan Filipina.
“Jadi, Indonesia akhirnya dilihat sebagai negara yang mengalami rasa tidak aman karena di sekitar kita ada senjata. Itu konyol. Kalau aman karena ada aparat keamanan, itu artinya tidak aman. Aman mustinya tidak terlihat ada aparat keamanan di sekitar kita,” tegas Rocky yang sering dijuluki Presiden Akal Sehat itu.
Dampak buruk pengamanan super ketat itu akhirnya presiden tidak lagi dipercaya oleh rakyat. Oleh karena itu dia musti dikawal secara berlebihan.
“Jadi, itu sinyal. Dan ini akan menjadi ukuran bagi internasional. Juga untuk melihat, bagaimana kita nanti diundang untuk ke G20 November 2022 nanti. Apakah begini Indonesia? Apa bedanya G20 di Bali dan G20 di Ukraina,” papar Rocky.
Tak hanya itu, lanjut Rocky, para investor juga menganggap Indonesia tidak aman, karena itu mereka ramai-ramai membatalkan MoU.
“Jadi percakapan-percakapan di pusat finansial di Singapura lalu konglomerat bicara, wah Indonesia gawat, Presiden Jokowi saja terpaksa musti dikawal. Jadi, bagi masyarakat finansial, dunia menganggap bahwa Indonesia itu negeri yang berbahaya. Sinyal buruknya begitu, dan faktanya memang begitu,” tegasnya.
Rocky ingin melihat apa sebetulnya yang bisa menyelesaikan masalah bangsa ini, apalagi kalau pembelahan sosial tidak dieratkan ulang, jangan berharap ada keyakinan internasional untuk masuk ke Indoensia, baik dalam pariwisata maupun bisnis, kalau sinyal-sinyal yang diberikan oleh Jokowi tertangkap oleh lensa internasional bahwa bangsa ini adalah bangsa yang sudah dibelah.
Rocky menegaskan, jika keadaan ini semakin parah, Indonesia bisa bangkrut atau presiden jatuh bukan karena aktivis-aktivis atau teroris yang mereka sebut sebagai NII.
“Presiden bisa jatuh karena harga migas tidak bisa dia kendalikan. Kalau Pertamina gagal disuntik utangnya nggak dibayar Rp 90 triliun dalam satu bulan ini, itu artinya kita akan mengalami kelangkaan bahan bakar minyak dan kelangkaan itu justru yang bisa membakar bangsa ini. Karena ini soal basicly. Soal hidup orang,” pungkasnya. (ida, sws)