Setelah Rempang, Kini Gorontalo: Konflik Agraria Adalah Gagalnya Pemerintah Memberi Sinyal bahwa Lingkungan Akan Dipelihara

Kantor Bupati Pohuwato yang dibakar warga

Jakarta, FNN - Setelah demo di Rempang yang belum juga reda, kemarin demo yang berakhir dengan kericuhan kembali terjadi. Kali ini kericuhan terjadi akibat demonstrasi yang digelar oleh ratusan penambang di kantor bupati PohuwatoGorontalo, Kamis (21/9/2023). Dalam demo ini, massa membakar kantor bupati Pohuwato dan merusak fasilitas di perusahaan tambang emas milik Pani Gold Project. Fasilitas pemerintah yang dirusak massa di antaranya, kantor bupati, kantor DPRD Pohuwato, dan rumah dinas Bupati.

Demonstran yang tergabung dalam Forum Persatuan Ahli Waris IUP OP 316 dan ahli waris penambang Pohuwato di kawasan perusahaan Pani Gold Project menuntut agar Pani Gold Project mengembalikan lokasi warisan leluhur masyarakat penambang Pohuwato dan mendesak agar Pani Gold Project menghentikan aktivitas penambangan dan menyelesaikan ganti rugi lahan yang menjadi hak penambang.

“Ya, saya kenal ciri-ciri atau potensi yang kita sebutkan contingues  effect, efek berantai dari kasus-kasus  eksploitasi yang memang tak tertahankan. Bahkan, kita bisa bayangkan misalnya karena Presiden Jokowi sudah mau lengser, maka banyak pengusaha yang menyodorkan izin baru dan mumpung masih ada Presiden Jokowi maka mungkin sekali bisa dipercepat,” ujar Rocky Gerung dalam diskusi di kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Jumat (22/9/23).

Jadi, lanjut Rocky, semua ini berawal dari keinginan untuk memanfaatkan situasi yang memungkinkan akumulasi dari para pemodal ini tumbuh di akhir masa jabatan presiden. Tetapi, pada saat yang sama ekonomi Indonesia memburuk sehingga daya beli berkurang terus, sehingga ekonomi untuk bertahan hidup akhirnya dimanfaatkan oleh rakyat untuk ambil sisa-sisa tambang atau hasil hutan. Karena energi makin mahal maka ada perambahan hutan.

“Jadi, konflik agraria ini adalah fungsi dari gagalnya pemerintah memberi sinyal bahwa lingkungan akan dipelihara. Saya berkali-kali datang ke Gorontalo, Palu, Poso dan saya merasakan bahwa marah betul rakyat. Demikian juga yang ada di Manado sana,” kata Rocky.

“Jadi, kita mulai melihat bahwa ini bukan sekadar kemarahan yang tiba-tiba muncul karena ada penggusuran, tapi kemarahan yang sifatnya struktural yang terjadi sebagai ekses dari kebijakan Presiden Jokowi yang menomorsatukan para pemain di industri ekstraktif ini, dan menganggap bahwa rakyat itu harus ikuti pola yang sudah ditetapkan melalui perjanjian antara kekuasaan dan oligarki,” lanjutnya

Rocky juga mengatakan bahwa keadilan sosial akhirnya tumbuh dalam bentuk protes dan itu yang terjadi di Gorontalo kemarin. Kasus serupa akan tumbuh lagi di tempat yang lain, potensi yang ada di Ambon, Halmahera, bahkan di Sulawesi Tenggara.

“Jadi, ini satu keadaan yang memang disediakan oleh sejarah, yaitu momentum untuk protes. Jadi jangan lagi dianggap ini diprovokasi. Yang memprovokasi itu ketidakadilan sosial>” ungkap Rocky.

 

Bahwa yang dibakar oleh warga adalah kantor Bupati dan DPRD, sepertinya hal itu terjadi karena izin-izin tambang seperti ini biasanya melibatkan penguasa daerah dan DPRD, yang hamper selalu tidak berpihak kepada rakyat. Itu sepertinya yang mungkin perlu digarisbawahi.

“Betul, kan untuk jumlah tertentu itu izinnya langsung dikeluarkan oleh Pemerintah Derah, oleh Gubernur. Itu kemudian di-inline-kan dengan omnibuslaw, disatukan dengan undang-undang minerba. Jadi, paket-paket perundang-undangan ini yang kita tahu itu dibeli atau diijon oleh para pemodal. Dan mereka tahu bagaimana mengendalikan itu,” ujar Rocky.

Dua orang di Jakarta bisa bersekongkol untuk mengatur regulasi di Gorontalo, kata Rocky, lalu diupayakan supaya pelan-pelan rakyat itu harus minggir dari tanah garapan nenek moyangnya atas nama industri strategis. Tetapi, hak-hak yang melekat dari awal pada tanah yang seringkali kita terangkan bahwa tanah itu adalah bagian napas dari manusia. Bahkan, di dalam pikiran modern sekarang itu tidak boleh satu orang pun punya tanah, apalagi negara punya tanah.

“Jadi, biarkan tanah itu jangan dikuasai karena di bawah tanah itu ada kehidupan, di dalam tanah itu ada mineral. Ketika orang meninggal, orang itu dikubur dalam tanah dia berubah jadi mineral, menyatu lagi dengan sistem kimia bumi. Jadi, banyak betul cara baru untuk menghargai tanah dan kehidupan di atasnya atau kehidupan di dalamnya,” ujar Rocky.

“Sekali lagi, yang saya terangkan berkali-kali, ketika negara menginfiltrasikan market ekonomi menjadi market society maka terjadi akumulasi kebencian, karena dianggap bahwa akumulasi yang dilakukan atau eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan besar itu, sama sekali tidak menetes kepada mereka yang sudah menambang secara tradisional berabad-abad. Jadi, ketidakailan sosial langsung terbaca pada efek mereka yang bahkan cemas karena begitu ada nama perusahaan besar itu artinya potensi untuk diusir,” ujar Rocky dalam diskusi yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN. (sof)

581

Related Post