Soal Ancaman Mogok Pengusaha Migor, Ada Rasa Keadilan yang Diabaikan

Jakarta, FNN – Akhir-akhir ini, banyak sekali terjadi pembusukan-pembusukan di berbagai sektor pemerintahan yang terbuka dan membuat rakyat menjadi paham bahkan untuk mengelola dirinya sendiri pun pemerintah sudah tidak mampu. Akibatnya terjadi berbagai kekacauan di berbagai sector. Kekacauan terakhir terjadi pada minyak goreng, yakni soal ancaman mogok jual minyak dari asosiasi pengusaha minyak goreng. Ancaman tersebut dilakukan karena sampai saat ini utang pemerintah sebesar 344 miliar belum dibayarkan. Utang ini sebenarnya adalah selisih harga pokok minyak goreng, di mana para pengusaha migor dulu dipaksa pemerintah untuk menjual dengan satu harga yaitu 14  ribu rupiah.

Menanggapi masalah tersebut, Rocky Gerung dalam Kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Sabtu (15/4/23) mengatakan:

“Saya menganggap bahwa Presiden Jokowi selalu ingin mengatur pasar. Pasar boleh diatur kalau rasional aturannya. Tapi ini kan demi pencitraan. APBN nggak mungkin mensubsidi hal-hal yang sebetulnya dengan mekanisme pasar yang jujur saja dia harganya bisa efisien. Tetapi, karena permainan kartal segala macam dan ketidakmampuan pemerintah untuk mengambil langkah cepat maka terjadilah gejolak semacam itu”.

Menurut Rocky, kalau hak dari pengusaha itu dibiarkan diatur oleh pasar, tapi ada jaminan bahwa pemerintah tidak akan memberi sinyal-sinyal negatif terhadap aktivitas pasar, maka fine-fine saja. Karena ini adalah kebutuhan dasar pokok maka pemerintah bertahan untuk memberi kesan seolah-olah pemerintah bisa mengatur pasar. Tetapi, di belakang layar pemerintah tidak menghitung konsekuensi dari satu harga sehingga tagihan subsidi yang mungkin dijanjikan satu atau dua bulan sekarang membengkak.

Dalam diskusi bersama Hersubeno Areif, wartawan senior FNN,itu Rocky juga mengatakan bahwa ekonomi tidak mungkin diterangkan atau dijaga terus dengan kekuatan politik. Satu waktu, ekonomi justru akan mendikte politik dan sekarang sudah mulai terjadi. Para pengusaha mulai mendikte politik dalam bentuk ancaman karena memang hak dia untuk mengancam pemerintah yang gagal membayar.

“Jadi, sekali lagi ini soal efisiensi APBN. Mau dipakai untuk subsidi kebutuhan pokok atau mau dipakai untuk dagang hal-hal yang sekadar pencitraan di IKN, kereta cepat, dan segala macam?” kata Rocky.

Kini, setelah data-data dibuka, masyarakat mengerti bahwa sebetulnya yang curang adalah pemerintah, kata Rocky. Harusnya, pemerintah mendahulukan minyak goreng daripada kereta cepat dan segala macam. Kalau APBN kita dipakai untuk sila kelima keadilan sosial, tidak ada masalah. Tetapi, ini APBN dipakai juga untuk biaya hal-hal yang tidak diperlukan rakyat. Rakyat tidak perlu kereta cepat sampai konsesi 50 atau 80 tahun. Rakyat menganggap itu sudah absurd. Rakyat lebih membutuhkan minyak goreng.

“Jadi, kalau kita bikin refleksi, lepas dari analisis yang berkaitan dengan makro dan mikro, tetap ada rasa keadilan yang diabaikan dan itu menyebabkan emak-emak mulai membongkar bahwa ternyata begitu cara pemerintah menipu kita soal satu harga dan subsidi dan jika subsidi nggak bisa dibayar maka pajak kita dinaikkan lagi”.

Sekarang pemerintah tidak lagi punya kemampuan untuk menerangkan kebohongannya yang bertumpuk-tumpuk. Rakyat pun mulai paham dan menganggap pemerintah memang bohong terus. Kini beban itu menjadi beban emak-emak. Mereka membayangkan bagaimana kalau pengusaha benar-benar memeras harga minyak goreng dengan cara menaikkan kembali harga atau tidak mau memproduksi.

“Emak-emak tidak peduli Presiden Jokowi berbohong atau tidak, tetapi mereka menganggap bahwa pengusaha brengsek. Padahal, pengusaha itu menjadi brengsek hari ini karena pemerintah brengsek berkali-kali pada mereka. Jadi, kita mesti fair juga, jangan terus-menerus menganggap bahwa pengusaha ini cuma mau mengambil keuntungan. Mereka justru memberi semacam yang melegakan dirinya untuk diperas oleh pemerintah dengan harapan pemerintah balikin cepet karena ini stok kapital yang mesti diputar,” jelas Rocky.(sof)

613

Related Post