Takdir atau Ikhtiar?
Oleh Muhammad Chirzin - Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta
Takdir, qadar menurut arti bahasa: kadar, ukuran, batasan, ketentuan. Sungguh segalanya Kami ciptakan dengan ukuran. (QS 54:49).
Takdir menurut istilah: peraturan Tuhan untuk segala yang di alam semesta, undang-undang umum atau kepastian-kepastian yang berkaitan antara sebab dan akibatnya.
Rasulullah saw bersabda, “Iman ialah percaya kepada Allah, Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan kepada qadar; baik-buruk.” (HR Muslim).
Agungkanlah nama Tuhanmu, Yang Maha Tinggi, yang menciptakan, dan membentuk dengan seimbang, yang menentukan kadar dan memberi petunjuk. (QS 87:1-3).
Tetapi bila Dia mengujinya, membatasi rezekinya, ia berkata: "Tuhanku menghinakanku." (QS 89:16).
Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya semua manusia di bumi beriman seluruhnya. Apakah kamu hendak memaksa manusia supaya beriman? (QS 10:99).
Golongan orang musyrik akan berkata: "Jika Allah menghendaki, kami dan leluhur kami tak akan mempersekutukan-Nya, dan tak ada apa pun yang haram buat kami." Demikian pula orang-orang sebelum mereka mendustakan, sampai mereka merasakan azab Kami. Katakanlah: "Apakah kamu memang berilmu? Perlihatkanlah itu kepada Kami!" Yang kamu ikuti hanya dugaan, dan kamu berdusta. (QS 6:148).
Sisi lain dari takdir ialah ikhtiar, pilihan. Allah swt membekali manusia naluri, pancaindera, dan akal pikiran untuk memilih.
Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Bagi mereka tak ada pilihan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari segala yang mereka persekutukan. (QS 28:68).
Tidaklah semestinya bagi seorang mukmin, laki-laki dan perempuan - bila Allah dan Rasul-Nya sudah menentukan suatu keputusan – mereka akan memilih yang lain dalam urusan mereka. Siapa yang tidak menaati Allah dan Rasul-Nya, ia tersesat nyata sekali. (QS 33:36).
Katakanlah: "Kebenaran itu dari Tuhanmu; siapa suka, biarlah beriman, dan siapa suka, biarlah kafir." Bagi mereka yang durjana Kami sediakan api, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka memohon pertolongan, mereka diberi air seperti cairan tembaga yang akan membakar muka. Minuman yang sungguh mengerikan, dan empat istirahat yang sungguh dahsyat. (QS 18:29).
Orang-orang yang mengerjakan kejahatan mendapat balasan yang setimpal dan mereka ditutupi kehinaan. Tidak ada bagi mereka satu pelindung pun dari azab Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gelita. Mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS 10:27).
Jika kamu berbuat kebaikan, kamu berbuat kebaikan untuk dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat kejahatan, kejahatan itu untuk dirimu sendiri. Maka jika peringatan kedua sudah berlalu, Kami mengizinkan musuh-musuhmu merusak wajah-wajahmu, dan mereka memasuki tempat ibadah, sebagaimana mereka masukinya pertama kali, dan mereka membinasakan segala yang berada di bawah kekuasaan mereka. (QS 17:7).
Jika terlalu berat engkau menghadapi tantangan mereka, maka jika kamu dapat membuat terowongan di tanah atau tangga ke langit, dan membawakan kepada mereka mukjizat lalu apa gunanya? Kalau Allah menghendaki, pasti Ia mengumpulkan mereka semua untuk mengikuti petunjuk yang benar. Maka janganlah kamu termasuk orang yang bodoh. (QS 6:35).
Jika Allah menghendaki, pasti Dia jadikan kamu satu umat, tetapi Dia membiarkan sesat siapa yang dikehendaki-Nya, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan. (QS 16:93).
Allah swt mengatur segala sesuatu dengan kebijaksanaan dan kehendak-Nya. Apa saja yang di alam semesta berjalan sesuai kehendak-Nya. Allah Swt mengetahui apa saja yang sudah, sedang, dan akan terjadi atas segalanya.
Katakanlah, “Ya Allah, Pemilik Kekuasaan. Kau anugerahkan kekuasaan kepada yang Engkau kehendaki dan Kau cabut kekuasaan dari siapa saja yang Engkau kehendaki. Engkau memuliakan siapa yang Kau kehendaki dan Engkau menghinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu segala yang baik. Sungguh, Engkau berkuasa atas segalanya. (QS 3:26).
Allah swt Pemilik kekuasaan tertinggi yang berhak menguasai dan mengatur seluruh kekuasaan di alam semesta. Allah berkuasa mencabut kekuasaan dari siapa saja yang dikehendaki, baik dari individu, keluarga, masyarakat, atau bangsa, karena mereka berpaling dari sunnah-Nya yang dapat memelihara kesinambungan kekuasaan itu. (QS 17:16-17, 3:137).
Allah swt memusnahkan orang-orang zalim dan kafir yang mengancam Rasul dan mengusirnya dari negerinya, lalu Allah menempatkan Rasul menggantikan kedudukan mereka. Allah memberi atau mencabut kekuasaan berdasar sunnah-Nya yang berlaku dalam hal memberi atau mengambil kembali (QS 19:13-14).
Allah swt memuliakan siapa saja yang Dia kehendaki dengan memberikan pertolongan, petunjuk atau inspirasi untuk melakukan hal-hal yang mengantarkan seseorang memperolehnya, dengan menolong, menguasai hati manusia dengan kharisma dan ilmu pengetahuan, memanfaatkan rezeki untuk amal sosial dan sebagainya.
Allah swt menetapkan perputaran waktu silih berganti. Matahari dan bulan beredar pada garis-garisnya (QS 36:37-40), dan Allah mengedarkan kekuasaan untuk memerintah di antara manusia sebagaimana mengatur siang dan malam (QS 3:140).
Allah swt melimpahkan rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya tanpa perhitungan, apakah ia orang taat atau kafir, dan tanpa batas. Tak ada yang berhak mencampuri wewenang-Nya.
Ada yang mengira takdir itu paksaan Allah kepada hamba-Nya.
Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Ia kehendaki. Bagi mereka tak ada pilihan. Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari segala yang mereka persekutukan. (QS 28:68).
Kita lahir bukan atas kehendak dan pilihan kita. Laki-laki atau perempuan, juga di luar kemampuan kita untuk memilih. Kita hidup dengan usia berapa, itu pun di luar perhitungan kita.
Memilih ialah menentukan sesuatu berdasarkan pertimbangan. Sesuatu yang baik menurut seseorang belum tentu baik menurut lainnya. Pilihan yang tepat selalu berkaitan dengan sesuatu yang positif. Jika seseorang menentukan sesuatu yang negatif, itu bukan pilihan yang tepat.
Bukan tugasmu hai rasul memberikan petunjuk kepada mereka, akan tetapi Allah yang memberi petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya. (QS 2:272).
Allah menyeru manusia ke tempat tinggal yang damai, Dia akan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus, Islam. (QS 10:25).
Engkau tak akan dapat memberi petunjuk kepada siapa yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui mereka yang mau menerima petunjuk. (QS 28:56).
Allah menunjuki mereka yang mau menerima petunjuk-Nya. Hidayah iman tidak diberikan cuma-cuma. Harus ada inisiatif untuk mendapatkan petunjuk itu.
Segala sesuatu terjadi berantai antara sebab dan akibatnya. Itulah suratan takdir Allah dan sunnah-Nya yang azali. Allah tidak akan pernah mengadakan perubahan pada sunnah-Nya.
Kemerdekaan bangsa Indonesia pun atas kehendak dan takdir Tuhan juga. Apa jadinya jika AS membom Jepang saat bangsa Indonesia belum mempunyai kesiapan lahir batin untuk itu. Itulah takdir Tuhan atas bangsa Indonesia, sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
Segalanya terjadi atas izin Allah. Tak seorang pun dapat menghalangi apa yang telah ditentukan Tuhan. Manusia cuma bisa melihat kenyataan atau kepastian yang telah terjadi berdasarkan sunnah-Nya.
Mukmin meyakini ketentuan Tuhan, bahwa segala sesuatu terjadi atas izin Allah, dan tak seorang pun dapat menghalangi apa yang telah ditentukan-Nya. Ia berhenti di situ saja berpikir tentang takdir.
Masalahnya, takdir tidak mungkin dijangkau akal pikiran manusia. Manusia cuma bisa melihat kenyataan atau kepastian dari sesuatu yang telah terjadi. Di situ manusia baru bisa mengetahui takdir baik dan buruk atas seseorang berdasarkan sunnah-Nya.
Tak seorang pun dapat menghalangi apa yang telah ditentukan Tuhan, namun sebelum ketentuan Tuhan itu menjadi kepastian, manusia berhak memilih sesuatu untuk dirinya.
Berdasar atas hak, kebebasan, dan kesempatan untuk menentukan, manusia harus konsekuen dengan keputusannya. Justru karena itu mukmin tidak sembarangan mengambil keputusan, karena setiap keputusan berakibat kepada dirinya. Keadaan demikian tidak membuat seorang mukmin apatis, bahkan sebaliknya. Timbullah semangat dan gairah untuk bekerja dan berusaha menggapai kebaikan-kebaikan.
Iman kepada takdir memberikan pelajaran bahwa sesuatu berjalan sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan oleh Dzat Yang Maha Tinggi. Oleh karena itu, jika ia ditimpa sesuatu yang negatif, tidak menyesal, dan sebaliknya, jika mendapat sesuatu yang menguntungkan, ia tidak bergembira sampai lupa daratan.
Setiap ada musibah terjadi di bumi dan dalam dirimu, sudah tercatat sebelum Kami mewujudkannya; sungguh itu bagi Allah mudah sekali. Agar kamu tidak berduka cita atas apa yang sudah hilang, dan merasa bangga atas apa yang diberikan; Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri. (QS 57:22-23).
Demikianlah, takdir yang dipercayai orang beriman, sehingga ia tidak mengagung-agungkan potensi atau kemampuan diri dan tidak pula terjerat oleh fatalisme; menyerah kepada keadaan.
Iman kepada takdir menimbulkan keberanian dan kesanggupan menghadapi berbagai situasi. Bila seseorang yakin berada di pihak yang benar, ia pantang mundur. Tuhan pasti menolong! (*)