Tugas Baru Menko Luhut: Urus Kuota Haji
SETIDAKNYA ada dua berita yang cukup menarik untuk dibahas. Pertama, keputusan Mahkamah Konstitusi agar Ketua MK yang juga adik ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, dan Wakil Ketua MK Asmanto didemo KAHMI Pare-Pare di rumahnya harus mundur.
“Tapi ini mundurnya sebagai Ketua dan Wakil Ketua, tidak mundur sebagai Hakim Konstitusi,” kata wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam dialog dengan pengamat politik Rocky Gerung di kanal Rocky Gerung Official, Selasa (21/6/2022).
Berita kedua yang menarik adalah Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang dapat jabatan baru dari Presiden Jokowi yang ke-28 untuk mengurus kuota haji.
Bagaimana Rocky Gerung melihat dua berita ini? Berikut petikan wawancara Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung.
Kita mulai soal Ketua Mahkamah Konstitusi dulu. Menurut Anda?
Ini akal-akalan, sebetulnya atau dalam ilmu hukum penyelundupan hukum. Walaupun terkesan bahwa mulai ada pengertian tentang yang disebut conflict of interest. Tetapi kita mesti tahu bahwa memang dia nggak bisa diberhentikan karena dijamin oleh Undang-Undang sampai 70 tahun segala macam.
Itu jaminan legal. Yang dipersoalkan publik adalah jaminan etisnya. Karena Mahkamah Konstitusi itu adalah lembaga etis pertama-tama, baru lembaga hukum. Itu yang dimaksud dengan prinsip the guardian of the constitution.
Menjaga konstitusi itu artinya seseorang paham dari awal kedudukan dia yang sebetulnya mewakili semacam devine order yang biasa disebut begitu, tatanan surga. Jadi tidak ada urusan dengan undang-undang.
Undang-undang itu mengatur administrasi dari seseorang yang jadi hakim. Tetapi batin dan integritasnya tidak diatur oleh undang-undang. Justru ini dianggap sebagai hakim yang sudah makrifat maka nggak perlu lagi lirik-lirik undang-undang tentang soal etis. Jadi itu intinya.
Jadi kalau betul bahwa ketua dan wakil ketuanya diminta mundur, itu artinya dari awal memang ada pelanggaran etis. Nah kita teruskan saja pelanggaran etis itu tidak boleh setengah-setengah, ya mundur sekalian gitu. Jadi mundur separuh itu setengah melanggar etis berati masih etis.
Jadi hal ini yang nggak bisa dipahami teman-teman di Mahkamah Konstitusi. Memang kemudian ya kami bersih-bersih dari dalam. Ya bukan itu soalnya. Keteguhan kita untuk mendalilkan kemahkamahan, itu disebut mahkamah, karena ada kemuliaan di situ.
Prinsip yang biasa disebut dalam bahasa Perancis oblesse noblesse, semakin tinggi semakin noblesse. Semakin dia mulia (noble) maka semakin dia dituntut untuk peka. Kewajiban untuk peka itu yang disebut oblesse noblesse. Tetapi, itu tidak berlaku di kita, karena selalu mengincar celah, maka ditemukanlah celah hukumnya itu.
Oh, iya mengundurkan diri karena aturan ini, tetapi bukan tentang aturan yang lain. Tukar tambah begitu tetap justru memerosotkan nilai noblesse-nya dari Mahkamah Konstitusi. Jadi kalau ada mahasiswa bikin skripsi ini bagus. Bahwa Mahkamah Konstitusi menyelundupkan hukum untuk membenarkan conflict of interest.
Jadi bagian-bagian ini yang ingin kita benahi dari awal. Tidak ada maksud kita untuk cemburu atau mengurusi privasi orang. Justru sifat noblesse nobelty dari MK. Kita sebut dia mahkamah, itu sudah di atas hukum positif. Etika itu yang mesti didahulukan.
Kalau misalnya Pak Ketua MK bilang, oke saya sekaligus mengundurkan diri karena saya mendengarkan pembicaraan Rocky Gerung dan Hersubeno Arief. Itu yang namanya bermutu. Karena hasilnya bermutu dia akan diingat.
Dia justru akan dicatat dalam sejarah Mahkaman Konstitusi bahwa Hakim pertama yang mengerti tentang prinsip oblesse noblesse tersebut, tentang kemakrifatan Mahkamah Konstitusi itu adalah Pak Anwar ini, yang adalah ipar Presiden.
Jadi akan ditunjukkan justru karena dia adalah ipar maka dia paham tentang etika tertinggi dari MK. Itu keren banget. Akan ada lagi disertasi yang akan menulis tentang: etik dan politik, studi kasus Ketua Mahkamah Konstitusi yang adalah ipar Presiden Jokowi. Itu keren banget.
Sudah dapat kan dua desertasi. Pak Jokowi juga dapet point dong. Hal-hal begini sebetulnya yang ingin kita ajarkan lewat FNN Channel.
Karena kita serius ini. Kalau kita lihat kemarin Gibran (Gibran Rakabuming Raka, Walikota Solo), katanya dia mendapat nasihat dari Prabowo, Megawati, dan Puan Maharani untuk maju Pilkada DKI atau Jawa Tengah.
Saya kira tanpa mendapat nasihat pun dan tanpa dapat saran pun kita tahu pasti dia akan maju pada pilkada 2024. Bobby (Bobby Nasution, Walikota Medan, menantu Presiden Jokowi) begitu juga di Sumatera Utara.
Jadi potensi-potensi konflik Pilkada ini kan muaranya semua nanti ke MK. Jadi, tetap saja nanti, seperti sekarang sudah ditunjukkan Anwar Usman, ketika ada kepentingan dia sendiri dia bisa bersikap adil. Kalau toh adil orang tetap curiga, apalagi kalau tidak adil. Menang kemudian dimenangkan orang curiga, kalah dimenangkan orang lebih curiga lagi.
Ya ini kita mau dorong sebelumnya Pak Anwar Usman supaya betul-betul jadi figur yang membersihkan proses peradilan kita. Jadi kalau Pak Anwar Usman melakukan suatu tindakan radikal maka orang akan ingat, Presiden Jokowi memang tidak menghendaki adanya conflict of interest.
Itu berarti hakim-hakim di tingkat bawah juga akan lihat itu sebagai sinyal. Jadi kita ingin ada sinyal-sinyal mulia dari mahkamah yang mulia, supaya tadi kecurigaan orang berhenti.
Kan tetap orang itu anggap bahwa memang dipersiapkan untuk membela kepentingan Istana kalau terjadi gugatan konstitusional karena pemilu dan yang lain-lain. Jadi tetap itu nggak akan hilang. Pak Anwar lebih baik lakukan secara paripurna dan publik akan kasih hadiah, yaitu hadiah moral yang baik betul buat Pak Anwar. Jadi sebuah peristiwa seringkali di belakangnya ada sesuatu yang tersembunyi.
Yang kita inginkan sebetulnya bukan mengusir Pak Anwar dari MK, tapi Pak Anwar mengusir persepsi publik tentang conflict of interest dengan cara dia mundur sepenuhnya. Dan itu yang akan menandakan bahwa Pemilu ada jaminan dari Mahkamah Konstitusi kelak akan bersifat imparsial.
Jadi, sinyal-sinyal moral itu yang hilang dari bangsa ini sebetulnya, yang justru diajarkan oleh orang-orang yang mendirikan bangsa ini dan bermutu semua.
Iya karena kalau saya lihat Anwar Usman tahun ini usianya 65 jalan 66 tahun. Jadi seperti memang sudah memasuki usia pensiun. Tetapi, karena undang-undang yang baru, undang-undang nomor 7 tahun 2020, itu sekarang mengatur bahwa hakim konstitusi baru pensiun pada usia 70 tahun. Artinya, pada tahun 2026. Dan itu melewati tahun 2024, yang menjadi tahun-tahum politik.
Ya itu skandal-skandal kan ada di 2024 akhir atau 2025 awal. Itu skandalnya masih ada di situ dan nanti orang berhitung oh memang ditunda dulu karena masih akan terima banyak skandal politik yang akan masuk ke MK.
Makin buruk citra yang akan dipersepsikan orang terhadap Pak Anwar sebagai ketua Mahkamah Konstitusi. Jadi hitungan ini yang kita sebut selalu hitungan etis. Itu intinya.
Lagi-lagi teman-teman juga yang lain dalam mahkamah juga, sebetulnya ikut bersalah karena tidak mau bikin semacam kasih public address bahwa kami disenting opinion terhadap Keputusan Mahkamah kami sendiri. Kan begitu. Supaya DPR juga tahu kalau undang-undang itu sebetulnya dimaksudkan hanya untuk mengatur administrasi kepejabatan.
Bukan soal moral. Kan itu soal perpanjangan segala macam. Waktu DPR bikin undang-undang itu, dia cuman menghitung bahwa setiap Hakim yang akan memperpanjang masa jabatannya, sekaligus sampai 70 tahun itu moralnya bagus itu.
Kan dia enggak dihitung bahwa oh nanti pada 2022 ada perkawinan Ketua Mahkamah Konstitusi dengan adik presiden. Itu nggak pernah dibayangkan terjadi, tapi justru karena itu Pak Anwar ingatkan bahwa prinsip undang-undang itu hanya mengatur administrasi masa tugasnya, bukan mengatur etika. Etika itu diatur dari dalam hati.
Dari kesepakatan di dalam para hakim sendiri yang disebut sebagai community of ethics. Jadi, Mahkamah Konstitusi itu adalah community of ethics, bukan community of low. Itu intinya.
Ya kemarin ada dua orang yang menyampaikan “disenting opinion” tapi saya kira itu bukan berkaitan dengan usia 70 tahun, tapi lebih pada masa jabatan tadi. Karena tadi Anda menyinggung tahapan-tahapan yang orang kemudian bisa saja curiga jangan-jangan memang sudah disiapkan karena sudah ada presedennya. Ini berkaitan dengan soal majunya Gibran dan Bobby ke Pilkada 2024.
Kita ingat lagi tahun 2020 ketika sedang sangat tinggi-tingginya pandemi justru pada waktu itu dipaksakan tetap ada Pilkada. Alasan yang dibuat Kementerian Dalam Negeri, dengan adanya kepala daerah yang definitif nanti penanganan dari covid bisa jauh lebih efektif.
Sekarang kemudian ketika tahun 2022, ketika ada sejumlah kepala daerah akan pensiun, termasuk salah satunya Anies Baswedan, itu kemudian ditunda tahun 2024 dengan alasan juga yang sama. Sekarang pandemi benar sudah berakhir. Jadi itu alasan bisa dibatalkan sekarang ini.
Iya mungkin mereka bikin peraturan itu, terutama Makhkamah Konstitusi (karena) belum divaksin Booster. Jadi, kalau kita masukkan, semuanya sudah divaksin 70 persen, dan boosting-nya juga sudah banyak, ngapain lagi. Jadi hal-hal yang semacam itu yang kemudian kita ingat sebagai cara ngakali demi kepentingan politik.
Jadi akal-akalan ini kan kalau cari akal-akalan ya cari yang lebih kongkritlah atau yang lebih rumit. Kalau ini kan jadi skandal, covid dijadikan dasar. Kata covid ngapain gua nggak ikut pemilu. Jadi, bagian ini yang bahayanya.
Kalau kita bikin satire nanti, jika undang-undang ini digugat musti dibawa ya virus covid buat jadi saksi ahli. Balik pada soal tadi, ini akal-akalan. Dan akal-akalan itu akan membuat legitimasi pemilu menjadi buruk. ‘
Demikian juga dengna penyelenggaranya, yaitu Presiden. Presiden Jokowi penyelenggara pemilu. Jadi orang akan menganggap ini dipersiapkan oleh penyelenggara, yaitu presiden. Kan perintah undang-undang, presiden yang menjalankan Pemilu. Ya semua sinyal seminggu ini menunjukkan, semuanya sudah dirancang dari awal dan sekarang mulai dicicil dibuktikan itu.
Luhut Urus Kuota Haji
Oke jadi tadi itu termasuk anomali hukum. Kita sekarang lanjutkan dengan anomali kekuasaan. Tadi kita singgung Luhut ini tiba-tiba sekarang ngurusi kuota haji karena kemarin bertemu dengan MBS (Muhammad bin Saud, Raja Arab Saudi) ini diposting di instagram-nya Luhut.
Yang menarik, yang diajak itu Ketua PBNU, bukan Menteri Agama. Memang Ketua PBNU itu kakak kandung dari Menteri Agama. Ini jangan dikaitkan dengan agama ya, memang kebetulan Luhut agamanya bukan Islam, tapi ini soal tupoksi, tugas pokok dan fungsinya.
Ya tidak ada soal sebetulnya, siapapun bisa mengurus haji karena haji kan urusan administrasi. Urusan teologinya itu adalah pada kelompok-kelompok itu sendiri yang punya pengatur rohaninya.
Tentunya Pak Luhut tidak akan mengatur rohani ibadahnya, tetapi dia mau memuluskan perjanjian-perjanjian penyelenggaraan itu, terutama kuota. Tapi kalau itu ditaruh di Instagram, itu sesuatu yang jadi politik juga karena seolah mau memberitahu bahwa saya non-muslim, saya yang ngurus itu.
Sebetulnya nggak ditaruh di IG juga publik tahu bahwa Pak Luhut itu bisa menyelesaikan banyak hal, termasuk apa saja soal ibadah haji. Yang musti tersinggung mustinya Menteri Agama. Itu tugas Menteri Agama, mengurus administrasi orang beragama. Menteri Agama bukan mengurusi iman orang tapi mengurus administrasi orang beragama.
Administrasi Islam itu adalah haji, administrasi Kristen, Budha, dan segala macam. Jadi administrasinya yang dia urus. Kalau administrasinya diambil alih oleh Pak Luhut, kita mau tanya lalu gaji yang diberi rakyat pada Menteri Agama untuk mengurus administrasi kenapa diterima? Kan ini intinya.
Menerima gaji tapi tidak menjalankan fungsi. Saya kritik itu dari segi public policy. Menteri Agama teman baik saya. Nggak ada soal saya kasih kritik pada beliau dalam kedudukannya sebagai Menteri.
Jadi orang di belakang Ini menghitung itu, ada apa? Kenapa Pak Luhut yang mengambil alih lagi. Mungkin sekali sedang dipersiapkan satu upaya untuk membedakan Pak Luhut mengerti semua masalah, termasuk dalam masalah-masalah keagamaan. Karena itu sahlah Pak Luhut menjadi Perdana Menteri.
Atau sedang diupayakan untuk dicalonkan jadi presiden oleh Presiden Jokowi. Jadi diperlihatkan kemampuan itu. Kalau soal kapasitas Pak Luhut itu sudah over-lah, sudah semuanya bisa dia tangani.
Yang menjadi masalah adalah sistem bernegara kita. Suatu waktu mungkin nanti menteri Pak Prabowo atau Menteri Pariwisata, Kementerian Koperasi, yang mengurus jatah ibadah haji. Jadi soal ini yang orang pertanyakan, di mana yang disebut sebagai meritocracy profesionalism di dalam kabinet Jokowi. (mth/sws)