Tujuh Tafsir Pengunduran Diri Airlangga Hartarto

Oleh Djony Edward l Wartawan Senior FNN

Bak petir di siang bolong, tetiba Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengundurkan diri dengan sukarela dari posisinya. Pengunduran diri ini sontak saja membuat geger jagad politik dan bikin panas suasana internal partai beringin ini, sebab pengunduran diri Airlangga berlangsung di tengah keberhasilannya memimpin.

Airlangga yang menjabat Ketum Partai Golkar sejak 13 Desember 2017 itu seharusnya mengakhiri masa jabatannya sampai akhir tahun ini. Tepatnya pada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pada Desember 2024, sebagaimana ditetapkan dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar pada 2021. Memang ada tuntutan internal agar Munaslub dipercepat pada September atau Oktober 2024.

Airlangga mengumumkan pengunduran dirinya pada Minggu (11/8). Namun, surat pengunduran dirinya sudah diteken sejak Sabtu (10/8). Dalam video resmi yang beredar Minggu pagi, dia menyatakan pamit dari jabatannya.

“Setelah mempertimbangkan dan untuk menjaga keutuhan Partai Golkar dalam rangka memastikan stabilitas transisi pemerintahan yang akan terjadi dalam waktu dekat maka dengan mengucapkan Bismillahirohmanirohim dan atas petunjuk Tuhan yang maha besar, maka dengan ini menyatakan pengunduran diri sebagai ketua umum DPP Partai Golkar,” ujar Airlangga dengan nada agak gamang di rumah dinasnya di Jl. Widya Chandra.

Dia menegaskan, DPP Partai Golkar akan menyiapkan mekanisme organisasi sesuai ketentuan AD/ART. “Semua proses ini akan dilakukan dengan damai, tertib dan menjunjung tinggi marwah Partai Golkar,” tegasnya.

Dia menambahkan, demokrasi harus terus dikawal dan partai politik adalah pilarnya. Partai Golkar selama 60 tahun telah membuktikan hal ini.

Tentu saja pengunduran diri Airlangga ini mengejutkan, karena pengunduran diri itu terjadi di tengah prestasinya memimpin Golkar sedang moncer-moncernya. Bayangkan, pada Pileg 2024, Golkar menenangkan 102 kursi DPR RI, ratusan bahkan ribuan kursi parlemen di berbagai tingkat dari Sabang sampai Merauke juga diraihnya.

Itu artinya ada tambahan 17 kursi DPR RI dibandingkan hasil Pileg 5 tahun sebelumnya yang hanya meraih 85 kursi. Praktis menempatkan Partai Golkar sebagai pemenang Pemilu peringkat kedua setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Airlangga juga dinilai begitu gigih sehingga berhasil dalam memperjuangan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024. Bahkan partainya adalah partai terbesar dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusung pasangan ini.

Disamping itu Airlangga dinilai sukses dalam memimpin Kementerian Koordinator Perekonomian RI selama dua periode berturut-turut dan berhasil meraih pertumbuhan ekonomi rerata 5%, di tengah krisis ekonomi. Sungguh menakjubkan.

Doli mengatakan, pihaknya baru tahu Airlangga mundur pada Sabtu (10/8) malam, pengunduran diri tersebut pun mengejutkan elite-elite partai berlambang pohon beringin itu.

"Tadi saya katakan. Kita pertama sangat terkejut dengan pengunduran diri Pak Airlangga. Tadi saya jelasin lagi, kami tahunya pengunduran diri itu tadi malam," ujar Doli di kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Minggu (11/8) malam.

Doli yang berada di Pontianak pun diminta untuk kembali ke Jakarta dan menemui Airlangga di rumah dinas di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan. Selain Doli, ada juga beberapa elite Golkar di rumah Airlangga pada Minggu siang tadii, antara lain Erwin Aksa dan Maman Abdurrahman.

"Kami tadi yang diundang sekitar 5 orang," ucap Doli. Dalam pertemuan itu, Airlangga menjelaskan bahwa ia mengundurkan diri dari ketua umum Partai Golkar karena alasan pribadi. Doli menyebutkan, keputusan itu diambil Airlangga setelah rapat bersama keluarga.

 "Jadi alasan yang sangat pribadi. Sebelum kami diundang, itu sudah ada rapat keluarga Pak Airlangga dengan istri tercinta, anak-anak, adik, segala macam. Dan keputusan pengunduran diri itu sudah dirapatkan dan menjadi keputusan keluarga," kata dia.

Oleh sebab itu, ia mengajak publik untuk menghormati keputusan Airlangga mengundurkan diri dari jabatan ketua umum Partai Golkar. "Jadi saya mohon kita hormati keputusan Airlangga yang personal dan sangat pribadi dan kita tidak usah mengkaitkan apa latar belakang dan seterusnya atau mengaitkan dengan siapa saja," kata Doli.

7 Tafsir Liar

Karuan saja, pengunduran diri Airlangga di tengah puncak karirnya ini mengundang tanda tanya besar. Ada apa sebenarnya? Adakah tekanan dari kekuasaan dimana ia sendiri berada di dalamnya? Adakah tekanan dari luar yang membuatnya harus mundur, atau ada peristiwa hukum apa yang harus dijalani Airlangga.

Walaupun ada alasan formil yang disampaikan Airlangga, bahwa mundurnya dari puncak pimpinan Partai Golkar untuk menjaga keutuhan Partai Golkar dan memastikan stabilisasi transisi pemerintahan yang akan terjadi dalam waktu dekat, tapi publik tetap percaya ada sesuatu yang tersembunyi di balik pengunduran diri itu.

Paling tidak kalau melihat kronologi menjelang pengunduran diri Airlangga ada tanda-tanda keras akan terjadi sesuatu, dan sesuatu itu adalah pengunduran dirinya. Setelah pengunduran diri Airlangga, ada kejutan apa lagi. Kita belum tahu.

Kalau merunut kronologi dalam pencairan berita dalam sepekan terakhir, ada empat tonggak kejadian penting terkait Partai Golkar. Pada 6 Agustus 2024, beredar berita yang mengatakan bahwa Partai Golkar akan dicuri, berita itu melitnas di grup-grup whatsapp maupun di aplikasi X, Instagram, website berita dan Facebook, begitu massif.

Pada 8 Agustus 2024 Pembina Partai Golkar Luhut Binsar Pandjaitan dan Aburizal Bakrie meminta fungsionaris Partai Golkar harus tetap solid, jangan mau diatur-atur oleh orang luar, penggantian pimpinan Golkar harus berlangsung terbuka, seluruh kader harus mempersiapkan diri dalam perebutan pimpinan puncak dengan baik, Rapimnas Partai Golkar harus sesuai Rapimnas 2021 yaitu pada Desember 2024.

Tanggal 10 Agustus 2024, Airlangga dipanggil oleh Presiden Jokowi di Istana Negara. Entah apa yang dibicarakan, tapi dugaan publik adalah terkait posisi Airlangga di Partai Golkar.

Pada tanggal 11 Agustus 2024, Airlangga lewat podcast pribadinya, didampingi sejumlah pengurus inti mengumumkan pengunduran dirinya.

Tentu saja publik ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Penulis sendiri mencoba meraba-raba, apa gerangan yang sebenarnya terjadi? Setidaknya ada tujuh tafsir dibalik pengunduran diri Airlangga Hartarto dari posisi Ketua Umum Partai Golkar, di tengah-tengah puncak karirnya.

Pertama, Airlangga akan menghadapi perkara hukum terkait kasus izin ekspor minyak sawit mentah di Kejaksaan Agung. Sebelumnya ia sempat diperiksa Kejaksaan Agung sebagai saksi selama hampir 13 jam pada 18 Juli 2023 lalu. Ke depan bisa saja status Airlangga akan ditetapkan sebagai tersangka, sehingga kalau posisinya tetap sebagai Ketua Umum Partai Golkar, proses hukum itu akan mengganggu keutuhan Partai Golkar.

Kedua, desakan dari konflik internal yang memintanya mengundurkan diri karena dinilai gagal memposisikan diri sebagai capres atau setidaknya cawapres pada Pilpres 2024 lalu, sebagaimana amanat putusan Munas 2021. Komunikasi politik Airlangga dinilai kurang canggih, dimana ia seharusnya bisa maju menjadi capres atau minimal cawapres, ternyata hanya memposisikan diri sebagai penggembira pasangan Prabowo-Gibran. Atas kegagalan itu dia diminta kalangan internal Partai Golkar untuk mengundurkan diri.

Ketiga, ada kekuatan yang lebih besar ketimbang kekuatan mesin Partai Golkar yang memaksanya untuk mundur. Kekuatan itu diduga adalah permintaan Presiden Jokowi, dimana jika Airlangga mundur maka Bahlil Lahadalia akan mulus menggantikannya pada Munaslub mendatang, atau bisa jadi Gibran yang diminta menggantikan Airlangga sebagaimana rumors yang berkembang. Jokowi sendiri dikabarkan akan menduduki posisi Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, posisi yang nyaman buat sang presiden pasca lengser pada 20 Oktober 2024 mendatang.

Keempat, adanya tekanan kartel politik KIM lantaran Airlangga dinilai agak rewel karena menuntut posisi 5 menteri di kabinet Prabowo-Gibran, sementara partai koalisi lain tidak minta posisi menteri sebanyak itu. Alasannya, Partai Golkar adalah partai terbesar dalam koalisi yang memperjuangkan menangnya pasangan Prabowo-Gibran, tapi kartel politik KIM tidak suka dan memaksanya mengundurkan diri.

Kelima, polemik di KIM lantaran Airlangga ingin mempertahankan Ridwan Kamil (RK) sebagai calon Gubernur Jawa Barat pada Pilkada 2024 dengan alasan sebagai incumbent, posisi RK sangat kuat dan pasti menang. Tapi KIM menginginkan RK mencalonkan diri sebagai calon gubernur di Daerah Khusus Jakarta (DKJ) untuk melawan Anies Baswedan, sementara posisi calon gubernur Jawa Barat sudah diserahkan kepada Dedi Mulyadi yang nota bene kader Partai Gerindra. Jadi Airlangga dianggap tidak mendukung RK dalam kerangka KIM Plus di DKJ.

Keenam, pengunduran diri Airlangga sebagai hukuman yang tertunda karena dimasa lalu, dimasa pencapresan 2024, Airlangga kedapatan bertemu dengan Anies Baswedan dan itu membuat Jokowi dan Prabowo marah, walaupun akhirnya ia tetap mendukung pasangan Prabowo-Gibran, tapi Airlangga tetap dipersalahkan.

Ketujuh, dalam pencalonan kepala daerah di beberapa kota, kabupaten dan provinsi di Indonesia, Airlangga banyak keluar dari kesepakatan KIM, sehingga calonnya dari Partai Golkar melenggang sendiri karena menganggap posisinya kuat, hal ini tentu membuat Prabowo tidak senang, sehingga mengancam keutuhan KIM.

Tentu saja ketujuh tafsir tersebut hanyalah sebuah pemikiran sempit penulis, fakta sebenarnya yang mengetahui mengapa Airlangga harus mengundurkan diri adalah Airlangga sendiri. Tapi setidaknya penulis mencoba merangkum beberapa kejadian, hubungan antar partai, komunikasi politik partai-partai, rumors yang berkembang di masyarakat beberapa pekan terakhir antara Airlangga dengan orang-orang disekitarnya. Semoga bermanfaat! 

913

Related Post